Menampilkan sosok karateka Banten yang bersiap tampil jelang PON XIX, karya feature ini patut diapresiasi. Seharusnya bisa lebih dekat lagi.
Enam mahasiswi peserta mata kuliah Feature Media Siar Universitas Multimedia Nusantara ini memilih topik ‘sosok atlet’ dalam pengerjaan tugas Ujian Akhir Semester. Mereka berenam Andina Kamia, Bunga Dwi Puspitasari, Apriana Nurul, Diva Maudy, Elisa Kartika, dan Brigita Eveline mengangkat karateka Raden Gustian Mersian Pradana sebagai ‘tokoh’ yang dihadirkan dalam feature berdurasi 3 menit 16 detik.
Hasilnya, not bad. Lumayan lengkap, mereka mengikuti Gustian berlatih di pemusatan latihan tim PON cabang karate Banten. Kelompok ini juga melengkapi paket featurenya dengan grafis prestasi, stockshoots latihan yang memadai, serta data penunjang dari sosial media terkait profil dan aktivitas lain Gustian yang juga pemain layar lebar.
Masukan, tentu saja ada. Kita mulai dari setting lokasi piece to camera (PTC). Di awal, Maudy mengantarkan paket ini dari taman. Aih, mengapa tak langsung dari lokasi latihan. Bayangkan saat ia berdiri di latar tim karateka Banten sedang berlatih. Kalimat pengantar Maudy menuju paket feature pun terkesan ‘template’ dan kurang kreatif, “Penasaran bagaimana liputannya? Yuk kita lihat…” Tak beda dengan liputan kuliner atau tempat wisata yang selalu berakhir dengan ajakan, “Yuk, ikuti saya…” Be creative, guys..
Masuk ke grafis sebenarnya terlihat kreatifitas mereka dengan memunculkan informasi line per line. Namun, sebenarnya, grafis (gfx) itu bisa lebih padat lagi. Misalkan, kalimat ‘Mendapat Medali Perak dan Perunggu di Malaysia (2016)’ sebaiknya hilangkan kata ‘Mendapat’, dan tulis lebih jelas even apa di Malaysia itu.
Pengambilan shoots latihan Gustian tentu menjadi ‘daging’ utama liputan ini. Sayang, gambarnya kurang detail kepada Gustian, dan lebih kepada latihan tim secara umum. Mestinya ada gambar Gustian lebih ‘close’, misalkan saat mengenakan ‘gloves’, atau aksi pemanasannya dengan sorotan lebih khusus ke sang figur. Dengan izin khusus pada tim pelatih dan manajemen PON Banten, seharusnya hal itu tak susah kan. Atau, masih kurang percaya diri sebagai jurnalis?
Kesan liputan
Andina Kamia, berperan sebagai penulis naskah mengaku kurang puas dalam pengerjaan liputan ini, terutama karena mereka tak mengambil momen Gustian tampil di PON. “Namun, kerjasama kelompok dalam mencari solusi sangat baik dan sigap,” ungkapnya.
Bunga Dwi, salah seorang cameraperson, mengungkapkan rasa senang dan serunya bisa tahu secara langsung bagaimana atlet karate mempersiapkan PON 2016. “Wawancara dengan atlet dan coach-nya itu sendiri pun baik dan ramah,” kisahnya. Usai eksekusi, jedeeer, ada kendala didapatnya, saat awalnya suara mic terdengar jelas dan jernih. Ketika di cek, ternyata tidak ada suara sama sekali dan bahkan kebanyakan noise di video itu. “Akhirnya, kami memutuskan untuk tidak memakai video itu. Sayang, sih. Hikmahnya, semoga ke depannya kami lebih teliti dan lebih banyak belanja gambar lagi,” paparnya.
Brigita, menjadi pengisi suara dalam paket ini, bercerita tentang kendala saat menjalin komunikasi dengan Gustian. “Narasumber kami agak slow respon dalam membalas chat. Jadi kami membutuhkan waktu lebih saat akan melengkapi data,” ungkapnya.
Toh, pengalaman liputan ini membuatnya lebih bersemangat mengintip dunia jurnalistik penyiaran. “Selama produksi pastinya senang, karena bisa belajar hal baru lagi, bisa ketemu sama narasumber dari kalangan baru. Jadi semakin ingin kerja di TV,” harapnya.