Empat mahasiswi UMN tertarik mengangkat profil stadion baru Cibinong sebagai salah satu venue perhelatan PON XIX 2016.
Sebagai tugas Ujian Tengah Semester mata kuliah Feature Media Siar Universitas Multimedia Nusantara (UMN) empat mahasiswi ini berangkat ke Kabupaten Bogor untuk memotret kondisi Stadion Pakansari, Cibinong. Sharon Yemima (berperan sebagai koordinator pasca-produksi), Andini Nur Nabila (reporter stand-upper), dan dua juru kamera Selvie Lestari serta Rachel Anastasia menemukan angle khusus pada liputan di stadion yang digunakan untuk perlombaan cabang atletik itu.
Infrastruktur sudah oke, namun sayang, kebersihan Stadion Pakansari kurang memberikan sambutan hangat bagi ribuan penonton yang datang dari berbagai provinsi di Indonesia. Stadion megah yang sehari-hari menjadi kandang PS TNI dalam Indonesia Soccer Championsip (ISC) ini terkesan kumuh, serta tak memperhatikan aspek penanganan sampah dengan baik, untuk sebuah even berskala nasional.
Secara ide liputan, sudut pandang yang diambil sudah bagus, meski sebenarnya bisa lebih fokus lagi. Gambar pembuka berupa keramaian suporter menyaksikan nomor lari cukup menjadi penarik pemirsa menyaksikan paket secara lengkap.
Beberapa masukan pada kemasan paket ini misalnya: CG (character generator atau tulisan pada layar sebagai penunjang konten narasi) minim sekali. Keberadaan CG sangat penting, karena tak semua pemirsa televisi dapat menonton tv dengan serius, dalam aspek video dan audio. Bagi penonton tv secara ‘sekilas’, misalnya saat antre di bank, di kendaraan, di ruang tunggu rumah sakit, dan lain-lain, munculnya tulisan di layar sangat membantu mereka memahami makna pesan yang disampaikan.
Selain itu, baru pada detik-detik awal laporan, mereka missed dengan menyebut ‘Pekan Raya Olahraga Nasional’… aih, jadi PRON, dong.. Stand-up atau PTC (piece to camera) dalam paket feature ini akan lebih baik lagi bila Andina tidak berdiri kaku saja. Ia bisa melakukan ‘aksi’ lain yang menunjang tema itu, misalnya dengan memungut sampah berserakan, atau menutup hidungnya karena bau sampah di sekitar stadion anyar ini.
Perhatikan pula kesesuaian antara narasi dan visual yang ada di layarmu. Ketika narator mengucapkan, “Stadion yang terlihat begitu megah dari luar..” seharusnya footage yang tersaji gambar stokshot stadion dari luar juga, dong. Wawancara dua penonton cabang atletik sebagai vox pop menguatkan keinginan tim liputan tentang topik sampah di Pakansari yang mereka angkat. Tapi, dalam jurnalistik kita mengenal prinsip cover both side dan check and balance. Mana suara dari pengelola stadion atau panitia pelaksana lomba? Apa jawaban mereka atas ‘tuduhan’ stadion yang tak sedap dipandang karena dipenuhi kotoran ini?
Ini agak teknis masalah linguitik, tapi perhatikan juga pemilihan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam pembuatan naskah. Ketika kita memilih kata ‘banyak’ jangan lagi disertai pengulangan kata. Dalam kasus ini, Andini berujar, “Di tengah para banyaknya kerumunan suporter yang datang…” pilih salah satu ‘banyak’ atau ‘para’. Juga saat berucap, “Banyak sekali sampah-sampah yang ditinggalkan …” Pilih salah satu: ‘banyak sampah’ atau ‘sampah-sampah’.
Sharon Yemima, mewakili kawan-kawannya, senang atas pengalaman datang ke even besar PON yang berlangsung empat tahun sekali. “Dalam proses produksi kita belajar berbagi hal baru. Mulai dari tantangan lokasi yang cukup jauh, kesulitan untuk mencari gambar yang baik, dan pemilihan sudut pandang atau angle peliputan,” katanya.