Jangan anggap remeh mahasiswa. Mereka mengerjakan tugas ujian akhirnya bak pekerja televisi profesional.
Dengan total, Daniel Cahyadi, Gustama Pandu, Vivi Melyan, Andreas Fan dan Kelvin Layzuardy mengerjakan ujian akhir mata kuliah Feature Media Siar Universitas Multimedia Nusantara berupa liputan parade kebangsaan di Bundaran Hotel Indonesia.
Gambar-gambar mereka kaya, dengan memanfaatkan pengambilan dari drone, juga angle-angle lain yang asyik. Ditambah penataan layar amat rapi, menyertakan newsticker alias running text, suasana paket berita pun jadi terasa menyentuh dengan musik latar dari ‘Selamanya Indonesia’-nya ‘Twentyfirst Night’.
Kalau pun bicara sisi lemahnya, mereka harus lebih memoles agar paket ini benar-benar terasa ‘feature’ dan bukan layaknya ‘hard news’ atau live report. Berita ringan bisa ditampilkan dengan menampilkan salah seorang peserta acara secara khusus (personalisasi) atau angle-angle ringan yang lebih soft.
Selain itu, kejernihan gambar serta ‘kaya’-nya stockshot acara ‘Kaya Indonesia’ ini tak ditampilkan sebagai insert dalam penampilan PTC (piece to camera) Daniel. Saat ia berjalan dan menyebut hadirnya beberapa politisi, selayaknya mereka menampilkan wajah Surya Paloh dan Setya Novanto sebagai insert, sebelum kembali kamera menuju wajah Daniel mewawancarai warga asal Kawanua di Jakarta itu.
Testimoni peliputan
Juru kamera Vivi Melyan menyatakan, banyak hal berkesan dalam liputan kali ini karena dapat menyaksiksan secara langsung acara untuk merayakan keberagaman di Indonesia. “Menjadi camera person dalam peliputan kali ini tentu menambah pengalaman serta wawasan saya. Banyak hal-hal yang dapat dipelajari seperti bagaimana mengambil video agar penonton tertarik, menyaksikan langsung kemeriahan acara keberagaman, dan tentunya memperkaya informasi di sekitar saya,” papar Vivi.
Gustama Pandu, juru kamera lain merangkap editor memaparkan alasan mereka mengambil konsep reporter tampil sambil berjalan di tengah keramaian. “Kami mengambil posisi LOT yang berada di tengah kerumunan massa agaratmosfer parade lebih berasa serta secara visual dan mengundang pemirsa untuk tertarik menonton feature yang kami buat,” ungkapnya.
Daniel, sang reporter, menguraikan, dalam liputan ini mereka membawa mic, tripod, dan lighting portabel yang digunakan pada saat-saat khusus. “Kami mengambil angle dari eye level, eagle eye, dan panorama yang diambil dari jembatan,” ceritanya. Sebagai reporter, Daniel memilih pakaian santai berwarna putih, dengan kain merah-putih terikat di lengan kanan.
“Dengan tampil di kamera sembari berjalan dan ada wawancara di akhir menjadi tantangan bagi saya pribadi untuk melawan rasa malu, gugup, dan melatih kemampuan jiwa wartawan saya,” tukas Daniel.
Andreas Fan merupakan the man behind di balik penerbangan drone yang menghasilkan gambar-gambar ciamik. “Awalnya sempat bingung karena saya datang terpisah dan tak ada yang mengawasi barang saya,” kisahnya. Untung, anggota TNI dan Polisi memperbolehkannya untuk menerbangkan drone, lalu Andreas pun menuruh tas dan perlengkapannya dekat dengan pos polisi yang memang tujuannya meminimalkan pencurian terhadap barang bawaan.
Adapun Kelvin Layzuardy, juga editor dan juru kamera menekankan, kendala terbesar yakni baru menentukan topik pada saat-saat terakhir kuliah. “Sebagai campers, kendala gambar yang jika diambil dari bawah kurang menawan membuat saya harus berputar otak untuk mengambil gambar,” paparnya. Maka, Kelvin pun naik ke jembatan penyeberangan di dekat Bundaran Hotel Indonesia.
Dalam proses produksi menjahit gambar dan memasang CG, Kelvin dan Pandu berusaha serapi mungkin. “Untuk CG, saya memakai gaya CNN Indonesia yang saya anggap keren dan bagus,” katanya.