Untuk sudut pandang feature, kelompok ini bermaksud mengangkat sisi keberagaman dalam timnas sepakbola Indonesia yang bertanding di Piala AFF 2016. Sayang, minim sekali pencapaian dan polesan mereka.
Cita-cita Anandita Getar Rezha, Dio Djohar, Lucky, Ricky Dermawan, Bernardin Mario, dan Daffa Syahnabil amat mulia. Sebagai peserta mata kuliah Feature Media Siar Universitas Multimedia Nusantara, sekaligus penggemar sepakbola dan pendukung timnas, kelompok ini membuat project yang berbeda dari kelompok lain.
Mereka terjun ke lapangan Sekolah Pelita Harapan Karawaci, yang kebetulan tak jauh dari home base mahasiswa ini, untuk meliput latihan Boaz Solossa dan kawan-kawan. Angle yang ditawarkan kelompok ini sebenarnya amat keren dan mengena dengan tema besar UAS terkait ‘kebangsaan’ dan ‘pluralisme’, yakni mengenai keberagamaan yang ada di timnas Indonesia. Bagaimana 24 pemain timnas Piala AFF berasal dari berbagai latar belakang suku, daerah, dan agama.
Sayang, dalam eksekusinya, kelompok ini kurang ‘sabar’ dan matang dalam mengerjakan tugasnya. Mereka justru terjebak dalam sajian paket teknis ala ‘hard news’. Bicara terkait skema teknis yang disiapkan pelatih, pemain inti, dan persiapan-persiapan yang jauuuuh benar dari konsep ciamik kelompok ini.
Tak sekalipun mereka menyorot masalah perbedaan latar belakang para pemain yang mencerminkan dalam ‘Bhinneka Tunggal Ika’. Sudah lama timnas tak dipimpin kapten asal Papua, tapi mereka justru menyorot Boaz yang mencairkan suasana dengan bercanda saat latihan. Lhaaaa…
Problem teknis, shot mereka juga tak selaras dengan narasi, terutama saat menyatakan, “Latihan yang dimilai dari jam 8 pagi ini dipimpin langsung oleh pelayih Alfred Riedl..” Penampilan Riedl di layar tak pas dengan narasi yang disampaikan. Selain itu, sisi minus juga ada pada pengisi suara (voice over package by Dio Djohar) yang terdengar lemes. Awalannya saja tak menjual sama sekali, “Ya beginilah suasana latihan timnas…”
Kelemahan terbesar lain juga terletak pada tak ada ‘piece to camera’ atau in frame salah seorang anggota kelompok. Namun, secara personal, satu hal dipahami dari minimnya pencapaian anak-anak muda: demam panggung. Mungkin mereka begitu gembira bertemu idola, sehingga tidak menempatkan dirinya sejajar antara jurnalis dan narasumber, dan buyarlah semua konsep di kepala…
Behind the scene
Mengambil sudut pandang kebhinekaan dan toleransi di UAS mata kuliah FMS, kelompok ini sangat antusias karena rasa khawatir dengan situasi negara ini yang sedang panas dengan aksi-aksi demo mengatasnamakan perbedaan dan juga agama. “Kami memilih tema timnas karena menurut kami, kebhinekaan timbul di sana dengan sangat jelas,” kata Getar.
Lucku memaparkan, dapat dilihat dengan seksama, paling luar adalah warna kulit. “Pemain timnas sangat jelas melambangkan dan membuka mata kepada dunia internasional bahwa kita sesama orang Indonesia masih bisa bersatu dan bekerja sebagai tim sampai titik darah penghabisan, partai final,” ungkapnya.
Walaupun hasil akhir kita belum dapat membawa pulang piala AFF, namun Indonesia tetap bangga. Di dalam hiruk pikuk dalam negeri tentang persekutuan yang membawa agama dan ras, namun ada hiburan tersendiri bernama ‘sepak bola’.
Catatan besar dalam kerja mereka jelas: perlu membenahi kekompakan dalam tim. Sebagaimana kekompakan dan kesatuan idola mereka: para pemain timnas Indonesia yang berbeda-beda tapi tetap satu demi tujuan bersama.