Dari setiap event besar selalu ada cerita humanis. Mereka menemukan narasumber yang tepat. Sayang kurang dieksplorasi.
Wulan Tasiam, Fairuz Syifa, Erviana Bastian, Frindy Johana dan Shafira Hesti menuju Indonesia Convention Exhibition (ICE) untuk meliput konser boyband Korea, BTS, sebagai project akhir mata kuliah TV Journalism Universitas Multimedia Nusantara. Ada kisah humanis yang hendak diangkat, yakni penggemar fanatik yang gagal dapat tiket nonton konser.
Gambar-gambar liputan yang kaya menjadi footage pembuka ‘Apa 12’ di Special Event ‘Apa TV’. Penampilan Ervi sebagai single anchor juga keren. Percaya diri, dengan suara mantap khasnya.
Isu yang dibahas tim ini juga sangat spesifik: sulitnya para penggemar mendapatkan tiket menonton konser. Sebuah pilihan yang tepat, apalagi dibahas secara khusus dan spesifik, sejak dari anchor hingga dua liputan live reporternya.
Pada Frindy, ada masukan karena dua orang yang in frame –bersama narasumbernya- lebih banyak menghadap samping. Dalam istilah kamera, sering disebut sebagai ‘gambar wayang’ karena hanya menghasilkan visual orang pada satu sisi mata, laksana wayang yang hanya memiliki satu mata.
Sayang saat mereka asyik berbicara tentang tiket, seharusnya ada visual tiket (foto pun tak masalah jika tak ada video) muncul sebagai insert dalam wawancara itu. Padahal, dalam laporan ‘behind the scene’ mereka menyertakan gambar tiket, sebagai ‘visual mahal’ dalam paket seperti ini.
Adanya grafis jenis dan tingkatan harga tiket menjadi penambah daya tarik alias variasi show sendiri dalam voice over yang dibawakan Ervian. Sekali lagi, sayang tak ada visual tiketnya.
Giliran Wulan mewawancarai seorang Army dari Yogyakarta, kekeliruan serupa juga terulang. Kali ini Wulan yang banyak mengambil sisi miring dan tampil separuh alias semata wayang.
Nah, sebenarnya Wulan mendapatkan ‘amunisi’ menarik, karena ia bisa menemukan seorang penggemar fanatik BTS, dari fans base yang datang jauh-jauh dari Yogyakarta. Kisahnya keren, mendapat penggila boyband yang tak dapat tiket. Sayang, kurang ‘dieksploitasi’ kesedihannya. Baik pertanyaan, maupun visualnya. Tinggal di mana, apa lagi usaha yang dilakukan (mencari via calo, dll) lalu bagaimana rasanya kembali ke kampung halaman jika benar-benar urung nonton sang idola? Hal seperti ini sangat ‘tv sekali’ untuk bisa dikupas habis.
Liputan sejak jam 6 pagi
Kisah seru liputan disampaikan Wulan, yang menyatakan bahkan kelompoknya hadir di venue sekitar 9 jam sebelum konser dimulai. “Para fans sudah datang dari sebelum jam 8 dan kelompok kami datang ke lokasi pukul 10. Ada saat di mana beberapa dari personil BTS melambaikan tangan dari kamar hotel mereka dan para fans langsung berlarian sambil berteriak,” kata Wulan, yang berterusterang gugup saat ‘take’ live.
Fairuz, tokoh di balik editing menyatakan, liputan konser BTS menjadi pengalaman pertama saya dalam meliput berita konser. “Meskipun masing-masing dari anggota kelompok memiliki job desk yang berbeda, tetapi kami semua ikut turun ke lapangan dan saling membantu dalam proses peliputannya,” urainya. Dalam proses editing pun ia menjumpai hal baru, yakni pembuatan grafik yang ternyata cukup sulit.
Sang anchor, Erviana, memaparkan ia sempat kesulitan dalam berbicara di depan kamera, serta harus mengulang beberapa kali sampai benar-benar yang baik dan layak ditampilkan ke tv. “Selain itu, karena tinggi badan kurang dan lupa membawa sepatu hells, saya mengakali dengan memberi ganjal di bawah agar posisinya sama dengan kamera,” ceritanya.
Frindy sang peliput juga setuju kalau liputan seperti ini memberi rasa percaya diri bagi mahasiswa. “Liputan konser BTS, menambah pengalaman tersendiri. Karena saya baru pertama kalinya meliput serta mengunjungi tempat konser. Senang memiliki anggota kelompok yang dapat bekerja sama, mulai dari pasca-pra-sampai proses produksi,” jelasnya.
Juru kamera Shafira menuturkan totalitas mereka liputan selama dua hari, terhitung sejak hari penukaran tiket pada Jum’at siang dan Sabtu sejak jam 6 pagi. “Dari merasakan euphoria para penggemar sampai melihat calo yang menjual tiket dengan harga 3 kali lipat lebih mahal dari aslinya,” kisahnya.