Liputan Hari Buruh yang eksplosif. Visual kaya dan reporter yang percaya diri.
Ahmad Resnu, Aras Jatiatmaja, Bagas Indra, Gulman Azkiya, Mardinal Afif, dan Rizky Bagus memilih topik ‘May Day’ alias pestanya kaum buruh sebagai topik project akhir mata kuliah Jurnalistik Televisi Universitas Multimedia Nusantara. Kekuatan ada pada visual yang beragam serta live report yang penuh percaya diri.
Sebagai presenter, Gulman juga tampak konfiden mengantarkan berita. Tegas, mantap, dengan wardrobe (busana) mengesankan. Mestinya sih, perlu diuji keluwesannya dalam ber-‘tel-tok’ bicara dengan partner. Keandalan improvisasi, penguasaan materi dan fleksibilitas berbicara di layar akan lebih teruji kalau ada teman duetnya.
Masuk ke paket pengantar live, juga keren. Rizky Bagus tampil meyakinkan, termasuk dengan gerak tangannya -yang tak terganggu mike- sehingga bisa lebih leluasa. Di sinilah tampak kelebihan ‘clip on’ sebagai pengeras suara. Sayang memang, seandainya yang tampil di PTC beda dengan reporter live (bukan Rizky lagi) tentu wajah yang terlihat akan lebih bervariasi.
Penampilan Resnu yang mirip-mirip Munir (mendiang aktivis Hak Asasi Manusia) di masa muda juga memberi warna tersendiri. Apalagi Resnu mengambil lokasi live report tepat di depan para buruh yang berseliweran di belakangnya. ‘Crowd’-nya terasa banget.
Realitas berbeda dengan skenario
Aras Jati, wakil pemimpin redaksi, memaparkan, selama May Day, kelompok ini membawa peralatan seperti kamera DSLR, shotgun mic, tripod, lensa tele, dan botol air mineral untuk minum. “Kendala dari saya sendiri hanya takut kelelahan karena malam sebelum May Day, saya tidak tidur,” kata Aras.
Cerita uniknya adalah ketika Sugab (panggilan Rizky Bagus) sudah paham bahwa tempat titik lokasi demo mana yang diumumkan pemerintah, nyatanya tidak sesuai dengan di lapangan. Kami menetap di Istana Kepresidenan sekitar 3 jam dengan kondisi tepar, lelah, dan lain-lain. “Waktu itu kondisinya panas di sana. Namun setelah kami pulang dan tiba di Serpong, hujan turun deras,” ungkapnya.
Gulman sang presenter menceritakan, awalnya mereka bingung di mana baiknya mengambil lokasi studio untuk take anchor. Akhirnya, terpikir bisa di ruang diskusi perpustakaan UMN. “Kami take hari Jumat mulai jam 8 sampai 10 pagi. Rata-rata keseluruhan take ada sekitar 5 kali take ulang.” jelasnya.