Menarik mencermati Opini.Id membuat tayangan video pendek yang mencoba mendesakralisasi isu mengenai Partai Komunis Indonesia. Di tengah pro kontra antara ajakan Panglima TNI Gatot Nurmantyo nonton bareng film G 30 S/PKI, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo yang men-‘sah-sah’ kan saja rencana nobar gede-gedean serta pendapat Presiden Jokowi agar dibuat film baru dengan kemasan khusus untuk generasi milenial, Opini membuat video nan segar.
Dibuka dengan suasana sekolah saat Ade Irma Suryani Nasution berlarian, video pendek nyaris tiga menit ini sebagian besar isinya menampilkan suasana rapat tokoh-tokoh PKI. Ada Aidit, Nyoto, Sanusi, dan Sakirman. Diambil dari film ‘beneran’ G 30 S/PKI arahan Arifin C. Noer, video pendek itu diadaptasi sulih suara dan sub title yang menerangkan percakapan versi ‘Milenial’.
Topiknya bukan bagaimana strategi memenangkan pertarungan, tapi bagaimana memenangkan kesedihan setelah selebritas Raisa Andriana diketahui resmi menikah. Istilah-istilah ‘Darah itu merah, Jenderal’ dan ‘Jawa adalah Kunci’ diganti menjadi ‘Raisa adalah Kunci’.
Maka muncul lah dialog yang mengocak perut…
“Raisa harus kita rebut, kita tidak boleh kalah..”
“Jomblo adalah sebuah keniscayaan yang tidak bisa kita pungkiri…”
“Interupsi.. apakah ketua berpendapat, bahwa menjadi jomblo adalah sebuah pilihan hidup?”
“Kunci kemenangan adalah Raisa. Siapa bisa menguasai Raisa, dialah yang akan menang…”
Values menarik dari guyonan ala Opini.Id ini adalah, ‘Jangan terlalu serius berpikir politik’. Sekilas tampak konyol materi-materi dalam cuplikan video pendek tadi, tapi sebagai sebuah desakralisasi isu PKI boleh juga.
Mau marah, silahkan. Toh, katanya pendukung PKI sudah tak ada lagi. Kecuali kalau mereka muncul karena suasana rapat politbironya dibuat guyon, berarti kelihatan dong siapa yang mendukung..
Atau yang marah justru mereka yang marah yakni yang merasa film yang mendiskreditkan PKI dipermainkan? Jadi esensi kesangaran film G 30 S pun dianggap hilang? Ah yang benar saja…
Ada saatnya, Raisa, infotainmen dan perkara wanita lebih penting daripada kesimpangsiuran sejarah bangsa ini.
Sebagaimana ditayangkan di http://tz.ucweb.com/9_2d9qv