Harian Kompas, Kamis, 1 Februari 2018 memasang judul besar ‘Masyarakat Antusias Melihat Gerhana’.
Kalau tahun lalu -9 Maret 2016- kehebohan terjadi saat berlangsung Gerhana Matahari Total, awal tahun ini kita dimeriahkan dengan hadirnya ‘Super Blood Blue Moon’ alias Bulan Super Darah Biru.
Di Jakarta, 7 ribu orang memenuhi tempat observasi Taman Ismail Marzuki, begitupula daerah-daerah lain yang menjadi sasaran live event televisi, seperti di Taman Bungkul Surabaya, Gedung Sabuga Bandung, Simpang Lima Semarang, atau Pantai Losari Makassar.
Istimewa sekali memang, tiga peristiwa lunar trifecta terjadi bersamaan pada 31 Januari 2018 kemarin, sehingga memunculkan istilah super blue blood moon.
Gerhana Bulan Total (Supermoon) ini sekaligus menjadi purnama kedua di bulan yang sama (Blue Moon), sementara langit akan berwarna oranye atau merah kecoklatan (blood moon).
Menarik juga melihat seperti ada kontes foto dalam perayaan peristiwa yang konon berlangsung 152 kali setahun ini. Harian Kompas memasang karya fotografer Agus Susanto saat bulan ‘terbang’ di atas Monas. Ada pula jurnalis foto Antara lebih keren membidik foto bulan dalam ‘cengkeraman’ patung pembebasan Irian Barat di Lapangan Banteng, juga Jakarta Pusat.
Indonesia negeri penuh tawa. Indonesia negeri kreatif. Maka banyak joke begitu mudah beredar di percakapan telepon pintar.
“Efek gerhana bulan. Setelah peristiwa Gerhana Tadi malam, bulan jadi berubah. Kemarin bulan Januari sekarang bulan Februari…”
atau
Ada 4 negara yang hebat di dunia ini yang memikirkan tentang bulan.
AMERIKA SERIKAT:
memikirkan bagaimana bisa tinggal menetap di bulan
RUSIA:
memikirkan bagaimana bisa hidup di bulan
INDIA:
memikirkan bagaimana bisa bikin film di bulan
INDONESIA:
Memikirkan bagaimana bisa bertahan hidup dari bulan ke bulan …
Mari kita syukuri, kita sempat hidup di berbagai peristiwa langka ini, Gerhana Matahari 1985, GMT tahun lalu dan Bulan Super Darah Biru semalam.
Di mana Anda melihat Bulan semalam?
Seperti ditayangkan di http://tz.ucweb.com/2_2deHt