Kembali ke kota Padang dalam dua pekan terakhir. Kali ini lima hari, sebagai panitia rangkaian ‘Diskusi Nasional Road Show 3 Tahun Capaian Pemerintahan Jokowi-JK’ yang singgah di kampus Universitas Andalas, 20-21 Februari 2018 kemarin.
Ini termasuk ‘misi sulit’. Betapa tidak, pada Pemilihan Presiden 2014 lalu, pasangan Jokowi-JK kalah telak di provinsi Sumatera Barat. Bayangkan, Jokowi berpangan dengan Jusuf Kalla -yang beristirakan orang Minang itu- ternyata tak berkutik. Pasangan calon nomor 1, Prabowo-Hatta Rajasa sukses meraup 76.92 persen suara atau total 1.797.505 pemilih berbanding 539.308 suara (23.08 persen) pencoblos paslon nomor 2: Jokowi-JK.
Tapi ah, sudahlah, kehadiran saya dan tim Kantor Staf Presiden kali ini bukan sebagai arena kampanye. Kami datang untuk menjelaskan apa saja yang sudah dilakukan pemerintahan Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla selama tiga tahun terakhir. Sesi interaksi alias tanya jawab dengan 600 mahasiswa Universitas Andalas pun kami, buka. Dan esoknya, 16 akademisi Unand diundang dalam forum kelompok diskusi terarah secara tertutup.
Di Convention Hall Universitas Andalas, kampus tertua di luar pulau Jawa itu, Deputi II Kepala Staf Kepresidenan Yanuar Nugroho berbicara berapi-api. Talk show yang dipandu Enda Ginting dari Kantor Staf Presiden ini juga menghadirkan pembicara lain seperti guru besar jurusan Sosiologi FISIP Unand Afrizal, Ketua Nagari Development Center (NDC) – Unand Eri Gas Ekaputra, serta dua penanggap yakni Pemimpin Redaksi Padang Ekspres Heri Sugiarto, dan Walinagari Sungai Kamuyang Ketua Forum Walinagari (Forwana) Provinsi Sumatera Barat, Irmaizar.
“Saya bangga berdiri di sini karena Sumatera Barat punya ketimpangan paling rendah 0.312. Demikian pula angka kemiskinan Sumbar termasuk paling kecil di Indonesia,”paparnya.
Ia menguraikan, provinsi dengan angka kemiskinan paling tinggi di Indonesia yakni Jawa Timur. Di Sumbar, hanya Kabupaten Solok dan Mentawai yang angka kemiskinan di atas 10 persen. “Kabupaten kota lain angka kemiskinannya hanya 1 digit,” katanya.
Doktor bidang inovasi teknologi dan perubahan sosial dari Manchester Business School ini menegaskan, pertumbuhan ekonomi Indonesia stabil di 5,1 persen. Ekonomi stabil membuat perekonomian tumbuh, UMKM berkembang. Kondisi ini jauh lebih baik dari negara-negara lain
Terkait utang luar negeri, Yanuar menekankan, kemampuan membayar utang luar negeri kita masih baik, karena rasionya masih di bawah batas 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). “Selain itu, utang Indonesia juga digunakan untuk sektor produktif. Bukan untuk konsumsi, atau berutang untuk membayar utang sebelumnya atau bahkan hanya untuk membayar bunga,” katanya.
Memang, Presiden Jokowi kerap curhat, banyak hal baik dilakukan pemerintah, tapi tak tersosialisasikan secara massif. Tak heran, yang ada hanya cibiran, makian, dan berita palsu serta ujaran kebencian pada pemerintah melalui berbagai platform media sosial.
Kami percaya, sekeras apapun batu, kalau disiram dengan air dengan penuh cinta, akan lumer juga kerasnya. Berbagai pencapaian Presiden Jokowi disampaikan dengan fakta dan data, menunjukkan negara ini hadir, pemerintah bekerja keras, untuk semua warga negara di manapun berada. Termasuk di provinsi dan daerah-daerah yang pada awalnya kurang menerima.
Karena kita adalah Indonesia yang satu.
Seperti ditayangkan di http://tz.ucweb.com/2_4kUhy