Covid Bukan Aib

Hari ketujuh bersama Covid-19

Sudah jelas bahwa terinfeksi Covid-19 bukan aib. Sama jugalah dengan menjadi ODHA (Orang dengan HIV/AIDS). Tanpa perlu diperinci, banyak orang terkena HIV/AIDS karena memang kebiasaan buruknya menjadi saluran untuk itu. Tapi, ada juga yang terinfeksi HIV karena ‘tidak sengaja’, misalnya tertular dari pasangan, atau sebab-sebab lain.

Demikian pula terkait Covid-19. Ada yang menjadi pesakitan karena memang ‘menantang’. Tak mau pakai masker, jaga jarak, tetap bepergian tanpa kendali, makan di tempat umum, jarang cuci tangan hingga menjadi kaum penolak vaksin. Tapi, ada juga yang mendapat ‘vonis’ karena ‘tidak sengaja’. Sudah berusaha sekuat mungkin menjaga diri, tapi ya mungkin dasar apes, tetap saja si virus tembus dalam tubuh. Selanjutnya adalah perang di dalam raga yang bersangkutan.

Dalam sejarah Covid-19 melanda Indonesia, ada beberapa pejabat tinggi -dari menteri sampai level gubernur- yang menyatakan dirinya secara terbuka terinfeksi virus ini. Sebutlah Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, Menteri Agama saat itu Fachrul Razi, serta Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. Selain itu, ada juga menteri-menteri lain yang pernah terpapar Corona. Tapi, namanya tak mengumumkan terbuka, ya biar jadi rahasia umum saja.

Saya sepakat bahwa Covid bukan aib. Tapi, sejak dinyatakan positif melalu Tes Antigen pada 8 Juli 2021 dan Tes Usap PCR sehari kemudian, saya tak suka bila kondisi saya dipublikasikan terbuka di grup-grup percakapan ponsel.

Bukannya menolak didoakan atau anti pada empati kawan, tapi saya sendiri merasa kondisi saya baik-baik saja. Nyaris tanpa gejala. Banyak rekan yang lebih susah. Yang saturasi oksigennya di bawah 95, perlu bantuan oksigen untuk hidup dan kebutuhan-kebutuhan darurat lain.

Saya memang harus menjalani isolasi, itu lebih karena saya tak mau menularkan virus ini pada orang-orang terdekat saya. Selebihnya, I’m fine. Tinggal pekerjaan rumahnya adalah menaikkan CT alias Cycle Threshold Value. Penjelasan lain menyatakan, bagi mereka yang tak bergejala, menjalani isolasi selama 10 hari + 3 sudah cukup untuk dinyatakan bebas.

Baru hari keempat di lokasi isolasi ini, persoalannya adalah berperang melawan kejenuhan. Fasilitas ada. Internet ya standar sih, tapi lumayan lah seharian ini bisa nonton ‘The Italian Job’ di Netflix.

Cara lain mengatasi kebosanan? Pesan makanan online. Rujak cingur jadi pilihan. Kali ini datang dari arah Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Dua driver online sempat mengeluh.

“Jalanan banyak ditutup, Pak. Saya harus cari alternatif,” kata driver pertama. Ia menyerah, membatalkan penerimaan order. Begitupula yang kedua. Baru driver ketiga, Mulhariyanto namanya, sampai ke Daan Mogot dengan selamat. Berbahagialah mereka yang tekun, dan mengobati kerinduan makan hidung sapi dalam kesendirian ini.

Selain itu, aktivitas lain pada Rabu, 14 Juli 2021 kembali diisi dengan booster injeksi infus multivitamin dan pengalas lambung hari kedua.

Hari ini juga ada kabar bahwa Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka mengumumkan dirinya positif Covid-19. Jelaslah, bahwa virus ini tak mengenal siapapun untuk dimasuki. Anak presiden aja kena…

Pagi ini ada kabar kurang asyik juga saat datang ke pemeriksaan dokter di lantai bawah. Katanya, sesuai jadwal, ternyata saya baru bisa menjalani Tes Usap alias Swab PCR pada Jumat, 16 Juli 2021.

“Lha katanya kemarin tanggal 14?” tawarku.

“Begini, Pak. Jarak dari PCR pertama ke PCR berikutnya tujuh hari. Data Bapak PCR lalu pada 9 Juli, jadi ya nanti tes lagi Jumat 16 Juli. Hasilnya keluar Sabtu, 17 Juli.  Amit-amit kalau nanti positif, maka PCR berikutnya jaraknya 5 hari dari Jumat 15 Juli,” urai dokter dari RS Mayapada, Kuningan, Jaksel itu.

Oke deh, dilakoni saja prosedurnya.

Hari ini, penerapan PPKM Darurat masuk hari ke-12. Ada 54.517 orang dinyatakan positif dan 991 jiwa meninggal dunia pada 24 jam terakhir di seluruh Indonesia.

Sedih juga mendengar kabar Bambang Soedjiartono, pendiri AJI Medan, meninggal dunia. Mas Bambang Soed -begitu sapaan akrab mantan komisioner KPU Sumut itu- terserang stroke. Sempat pulang dari rumah sakit, dan kemudian berpulang untuk selamanya.

Tak akan pernah lupa, beliau seorang senior di Tempo yang sangat baik hati membantu saat saya transit di ibu kota Sumatera Utara itu saat  peliputan bencana tsunami pada awal 2005 di Aceh.  Menjelang dan setelah menjalankan tugas reportase di Serambi Mekah, saya numpang nginap di rumah ayah tiga puteri nan penuh kedamaian ini di kawasan Jalan Bajak, Sisingamangaraja, Medan.

Terakhir pada 2018, dalam sebuah perjalanan sebagai Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden bertugas ke Medan, saya mampir ke rumah itu. Bertemu Mas Bambang dan isteri, memutar kenangan 13 tahun ke belakang.

Selamat jalan, Mas Bambang…

Malam tiba. Kembali, saya menutup hari dengan doa bersama keluarga, dan saya mengimani ayat lanjutan dari Mazmur 91.

Mazmur 91:8

Engkau hanya menontonnya dengan matamu sendiri dan melihat pembalasan terhadap orang-orang fasik.

Leave a Reply

Your email address will not be published.