Boaz, Tipa, Persipura: Buruknya Komunikasi Sepak Bola Kita

Dua pemain senior Persipura Jayapura tersingkir secara menyakitkan dari skuad Tim ‘Mutiara Hitam’ jelang Liga 1 2021 digelar.

Boaz Theofilus Erwin Solossa, 35 tahun, striker yang namanya dikenal sejak memperkuat Timnas Garuda di Piala AFF 2004, tercatat mempersembahkan begitu banyak kenangan manis bersama Persipura:Juara Liga Indonesia 2005, 2009, 2011, 2013 dan 2016.

Secara individu, Boci -sapaan akrabnya- pernah menjadi pencetak gol terbanyak Indonesia Super League tiga kali, masing-masing pada 2008-2009 (29 gol), 2010/2011 (22 gol) dan 2013 (25 gol). Adik Ortizan dan kakak Nehemia Solossa ini pun empat kali jadi pemain terbaik strata tertinggi liga sepak bola kita, masing-masing pada 2010, 2011, 2013 dan 2016.

Sementara itu, Tipa alias Yustinus Pae, bek kanan yang usianya tiga tahun lebih tua dari Boaz, juga ada dalam skuad juara Persipura 2009, 2011, dan 2016. Kakak Victor Pae ini sepaket dengan Boaz, dipecat usai Persipura menjalani pemusatan latihan di Pulau Jawa. Tak lama setelah pertandingan ujicoba yang berakhir ricuh melawan tuan rumah Persita Tangerang, 13 Juni 2021. Sebuah kerusuhan yang terjadi justru setelah kedua pemain ini sudah ditarik pelatih Jacksen Tiago dari lapangan.

Boci dan Tipa memang jujur. Kepada Jacksen, mereka mengaku ‘minum’, dua hari sebelum laga melawan Persita itu. Sang coach tetap memainkan dua pemain ini, tapi tak sampai sepenuh waktu laga. Begitu mereka keluar, terjadi keributan di lapangan. Celakanya, dua pemain senior itu dianggap membawa pengaruh kurang baik, dipulangkan ke Jayapura, dan mendapat pemberhentian pada 5 Juli 2021, setelah nasibnya terkatung-katung tiga pekan.

Pada wawancara dengan pengamat sepak bola Andreas Marbun melalui zoom Pandit Football, Marbun menyayangkan cara Persipura ‘melepas’ legendanya.

“Saya membayangkan ada pertandingan penghormatan sebagai perpisahan atau tribute bagi keduanya, yang sudah memberikan banyak jasa kepada klub,” kata Marbun.

Boci dan Tipa pun tak habis pikir. Terutama dengan kalimat-kalimat yang disampaikan manajemen kepada media saat pengumuman melepas mereka. Ada ‘insiden’ di kamar gantilah, dan juga bahkan ada perilaku yang dianggap membahayakan urusan nyawa. Sebuah pengumuman yang tidak disampaikan langsung kepada pemain, tapi dari manajemen kepada media. Tak salah, jika Boci dan Tipa pun kemudian membuat berbagai ‘forum’ untuk membela diri.

Dari sini kita belajar betapa lemahnya komunikasi dan kehumasan dunia persepakbolaan nasional kita saat menghadapi krisis komunikasi. Pendekatan manusiawi sebaiknya dilakukan dengan berpikir jangka panjang, bukan atas dasar ‘menang-menangan’.

Bagaimanapun, sebagaimana sebuah perusahaan menghargai karyawannya, selayaknya klub menghargai pemain, mantan pemain, pelatih, mantan pelatih dan seluruh keluarga besarnya sebagai sebuah aset. Bukan sebagai elemen yang ‘habis manis sepah dibuang’.

Menghargai aset dengan baik tentu akan memberikan respek. Baik dari pemain lain, suporter setia, hingga dunia industri yang berimbas pada kepercayaan sponsor di masa mendatang.

Boci dan Tipa memang tak lagi muda. Tapi, dengan insiden seperti ini, di mana mereka secara skill masih punya kemampuan dan secara pencitraan menjadi yang ‘tertindas’, banyak klub melirik dua sekawan ini. Ada nama Persija, PSM, Borneo FC, sampai RANS FC dan Persis Solo.

Untuk satu dua musim ke depan, Boci dan Tipa masih bisa berkiprah di Liga 1 atau Liga 2 di berbagai klub di Indonesia. Sebaliknya bagi Persipura, perlu waktu dan kepercayaan lebih untuk kembali membangun sebuah reputasi.

Seperti ditayangkan di

Boaz, Tipa, Persipura: Buruknya Komunikasi Sepak Bola Kita

Leave a Reply

Your email address will not be published.