Hari kesepuluh bersama Covid-19
“Terkadang Apa Yang Kubayangkan, Tak Seperti Kenyataan, Kekecewaan dan keputusasaan. Membayangi hidupku. Inginku berlari, namun ku tak mampu.…” (Kusadari, Voice Of Generation, 1992)
Lagu yang dinyanyikan Franky Sihombing, Sidney Mohede, Sari Simorangkir, Amos Cahyadi dan kawan-kawan itu cukup mewakili perasaan saya hari ini, Sabtu, 17 Juli 2021.
Jumat malam kemarin, sampai ngantuk tak juga muncul Whats App maupun email mengabarkan hasil Tes Usap PCR yang saya laksanakan pagi harinya.
Dasar penasaran, Sabtu dinihari, sekitar pukul 1.30 saya terbangun. Saya cek ponsel, ada pesan dari sebuah nomor tak dikenal sekitar tiga jam sebelumnya. Untuk memperjelas informasi, saya buka laptop, mengunduh dokumen itu dari email.
Jedaaar… ternyata hasilnya saya masih dinyatakan positif. CT Valuenya sih naik, dari semula 19, kini menjadi 29,53 untuk GenE Open Reading Frame (ORF, ambang normalnya 36) dan 32,35 untuk Gen RNA-dependent RNA polymerase (RdRp, ambang normalnya 40).
Intinya, saya harus memperpanjang isolasi saya di sini. Rencana untuk berkemas pada Sabtu siang kembali ke rumah pun tertunda. Hari ketujuh di lokasi isolasi kawasan Jakarta Barat harus berlanjut sampai Tes Usap berikutnya boleh dilakukan, minimal lima hari dari kemarin.
Saya sebenarnya ingin membantah. Saya tidak merasa bergejala parah. Tes saturasi oksigen selalu bagus: 97, 98, 99, bahkan di alat miliki dokter di ruang pemeriksaan bawah kerap mentok ke angka positif. Tekanan jantung atau nadi pagi ini sudah turun di angka 88. Tensi naik turun, tapi pemeriksaan Sabtu pagi, saat saya mengambil hasil cetak Tes PCR ada di 112/74. Tapi, baiknya usahlah tak protes. Karema berkeliaran dengan CT Value seperti ini sama saja membahayakan orang lain, rawan menular pada orang lain yang tingkat imunitasnya rendah. Apalagi kembali berkumpul dengan keluarga.
Dalam kondisi seperti ini, kadar emosional kejiwaan saya pun menjadi amat rentan. Saya marah pada seorang senior di gereja yang menyapa saya, menanyakan kondisi kesehatan dan kemudian saya mengasumsikan ia menghakimi dengan menganggap bahwa saya meremehkan kewaspadaan pada Covid-19. Tentu tidak. Begitu pula pada adik saya, yang sebenarnya bermaksud menanyakan perkembangan kesehatan saya di lokasi isolasi tapi saya merasa kurang berkenan dengan intronya di telepon. Begitu pula dengan Mbak Aries, yang selama ini rajin mendoakan saya.
Saya risih saat terus ditanya kabar bukan karena tak berempati. Saya merasa sehat, oke, tapi memang belum bisa check-out karena secara resmi belum dinyatakan negatif. Terlepas ada teori-teori lain bahwa mereka yang terpapar Covid-19 tapi tak bergejala bisa bebas setelah menjalani isolasi 10 hari lebih sedikit. Bahkan, tak perlu tes lagi.
Kadang saya merasa tak perlu deklarasi di Grup-Grup WA bahwa saya tengah menjalani isolasi. Saya tak mau merasa dikasihani atau semacam memiliki ‘victim mentality’. Tapi, pada beberapa percakapan maupun meeting video -seperti pada Rapat Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) sore ini- saya menyampaikan salam dari sebuah lokasi isolasi. Tak lupa dengan penjelasan, “Saya baik-baik saja. Tak bergejala.”
By the way, PPKM Darurat sampai pada hari ke-15, dengan tambahan 51.952 angka positif dan 1.092 meninggal dalam sehari terakhir. Di antara itu, ah.. ada senior saya. Zed Abidien. Beliaulah pintu saya masuk Tempo sebagai contributor di Surabaya. Saya ingat, wawancara dilakukan di sebuah café di Plaza Surabaya, Februari 2004. Beliau juga yang menugaskan saya meliput dampak tsunami di Aceh, awal 2005. Sangat kaget mengetahui kabar jurnalis idealis ini berpulang di Mojokerto. Diberkatilah keluarga Mas Zed dan tiga anaknya. Tuhan memelihara mereka…
Dalam kebosanan dan ‘marah’ ini, untunglah ada Netflix, bisa memuaskan saya pada film-film bernuansa tegang, model serial detektif seperti ‘John Wick’-nya Keanu Reeves. Selebihnya, dalam ‘kekecewaan’ ini, saya menenggelamkan diri dalam doa. Mendengarkan kotbah, lagu rohani dan terus mengimani Mazmur 91.
Sudah sampai ayat ke-11 hari ini…
sebab malaikat-malaikat-Nya akan diperintahkan-Nya kepadamu untuk menjaga engkau di segala jalanmu.