Krisis Komunikasi: Antara OVO dan OFI

Jangan panik saat korporasi Anda mendapat ‘bencana’ krisis komunikasi. Keriuhan dunia maya lawanlah dengan keriuhan pula. Klarifikasi dan kerahkan pasukan organik menjadi amunisi terbaik.

Rabu, 10 November 2021, pagi-pagi benar, dunia Whats App Group riuh dengan berita terkait pesan viral: Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencabut izin usaha perusahaan pembiayaan PT OVO Finance Indonesia (OFI)..

Berita dari tangkapan layar berita di media online JPNN.com ini cepat sekali menyebar. Pun di Grup Percakapan yang tak ada hubungannya dengan urusan keuangan dan investasi. Saya sendiri sepagi itu menikmati keriuhannya di grup para penggemar Liverpool.

Repotnya, sebaran screen capture berita itu diikuti opini seperti, “Sebaiknya saldo OVO segera dihabiskan atau dialihkan…”

Beruntunglah kita ada di dunia netizen yang beragam. Sesaat, ada yang langsung memberitahu dalam timpalan di grup, bahwa ini OVO yang berbeda. Bukan OVO Dompet Digital yang selama ini banyak dipegang sebagai model pembayaran digital kekinian, sebagaimana GoPay, DANA dan lain-lain.

“Beda perusahaan, Mas,” sapa warga WAG yang sama. Tanpa tendensi. Murni edukasi.

Pun masih disahut,

“Pilihan saya sederhana.

Amankan saldo/ uang saya.”

Ada juga yang memberi punchline keren, “Saya hampir mau kosongin saldo OVO, ternyata emang udah gak ada saldonya #misqueen”.

Ada pula yang cerdas mempertanyakan, mengapa putusan OJK pada 19 Oktober baru ramai pada 10 November, alias sehari menjelang ‘Hari Belanja Online Nasional’. Harbolnas merupakan ‘hari raya’ para produsen, pelanggan dan juga mitra pembayaran dalam jaringan (dalam jaringan).

Beruntung pula di grup bola ini ternyata ada orang dalam, yang ternyata memegang jabatan penting di platform pembayaran digital itu. Kini, OVO dompet digital dimiliki mayoritas oleh Grab yang resmi menguasai kepemilikan saham OVO sebesar 90 persen dari sebelumnya 39 persen. Grab menjadi pemilik mayoritas saham OVO setelah mengakuisisinya dari Tokopedia dan Lippo Group.

OVO memiliki pangsa pasar 38 persen di Indonesia dengan lebih dari 1 juta merchant QRIS di lebih dari 430 kota dan kabupaten. Aplikasi OVO dapat digunakan untuk mengakses pembayaran, transfer, top up dan tarik dana, serta layanan asuransi, investasi dan pinjaman di seluruh Indonesia.

Selain adanya karyawan atau orang dalam yang memberi klarifikasi di percakapan WAG, salah satu langkah cepat OVO membereskan masalah ini yakni membalas keriuhan itu dengan penyebaran klarifikasi secara massif pula.

KLARIFIKASI

Harumi Supit

Head of Public Relations, OVO

OFI (OVO Finance Indonesia) adalah perusahaan multi finance yang tidak ada kaitan sama sekali dan tidak pernah menjadi bagian dari kelompok perusahaan uang elektronik OVO (PT Visionet Internasional) yang mendapatkan izin resmi dari Bank Indonesia. Hanya saja, sejak awal pendiriannya OFI juga menggunakan nama “OVO”.

Jadi, pencabutan izin OFI oleh OJK tersebut tidak ada kaitannya sama sekali dengan semua lini bisnis di kelompok usaha uang elektronik OVO. Semua operasional dan layanan uang elektronik OVO dan perusahaan-perusahaan di bawah OVO Group berlangsung seperti biasa, normal, dan tidak ada masalah sama sekali.

Terima kasih.

 

Cepat sekali. Dunia percakapan online memang hitungannya detik.

“OJK mencabut Izin Usaha PT OVO Finance Indonesia (OFI) yang merupakan perusahaan pembiayaan. Entitas yang berbeda dengan platform OVO (PT. Visionet Internasional) yang merupakan penyelenggara uang elektronik di bawah pengawasan Bank Indonesia,” jelas juru bicara OJK Sekar Putih Djarot.

PT OVO Finance Indonesia adalah perusahaan pembiayaan yang beralamat di Gedung Lippo Kuningan Lantai 17 Unit D, Jalan HR Rasuna Said Kav B-12 RT 017 RW 07, Karet Kuningan, Setiabudi, Jakarta Selatan, 12940.

Pencabutan izin usaha OFI dilakukan karena perusahaan mengembalikan izin usaha atas dasar keputusan pemilik perusahaan karena pertimbangan faktor eksternal dan internal PT OVO Finance Indonesia.

Setelah izin OVO Finance dicabut OJK, maka PT OVO Finance Indonesia dilarang menggunakan kata finance”, “pembiayaan”, dan/atau kata yang mencirikan kegiatan pembiayaan atau kelembagaan syariah dalam nama perusahaan. OJK juga mengatakan bahwa perusahaan yang izin usahanya dicabut dilarang menggunakan kata “finance”, “pembiayaan”, dan/atau kata yang mencirikan kegiatan pembiayaan atau kelembagaan syariah dalam nama perusahaan.

Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 112 POJK Nomor 47/POJK.05/2020 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Pembiayaan dan Perusahaan Pembiayaan Syariah. Sebagaimana diketahui, izin OVO dicabut OJK melalui Keputusan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Nomor KEP-110/D.05/2021 tanggal 19 Oktober 2021 lalu. Dengan dicabutnya izin usaha itu, OVO Finance Indonesia dilarang melakukan kegiatan usaha di bidang perusahaan pembiayaan.

Terlepas persoalan ini lahir dari persaingan bisnis atau tidak, kesenjangan literasi digital menunjukkan masalah besar bangsa kita. Bijaklah menyebar berita, jangan mudah percaya informasi sepotong-potong, serta disiplin verifikasi, check dan recheck adalah kunci kedewasan dalam kehidupan di dunia nan penuh disrupsi.

Mari kita belajar jangan ‘grusa-grusu’, jangan asal bertindak, sebelum mempunyai informasi secara utuh. Karena kita bukan cleaning service yang ‘mendadak pilot’.

Leave a Reply

Your email address will not be published.