Masa-masa keluar pesawat kerap jadi saat kritis memuncaknya emosi. Capek dan rasa psikologis ingin cepat sampai di rumah penyebabnya.
Mereka yang keluar dari pesawat saat landing ini kerap bertindak ‘brutal’. Pun di era pandemi, saat para penumpang diminta keluar sesuai urutan lima nomor kursi terdepan dan selanjutnya. Karena itu, saya punya tradisi, begitu pesawat mendarat, tak mau buru-buru berebut turun.
Kerap saya duduk dulu di kursi sampai hampir semua penumpang selesai menuju pintu keluar. Tak hanya saat saya kebagian seat di sisi jendela, tapi juga kala ada di tengah atau ‘aisle’ alias lorong. Di dua sisi itu saya kerap ‘melompat’ ke kursi seberang yang sudah kosong. Duduk tenang mempersilakan yang lain turun dulu. Sampai pramugari menegur saya dan meminta segera pergi meninggalkan pesawat yang segera disiapkan untuk kembali terbang.
Minggu malam, 21 November 2021, mendarat dari Pontianak, Kalimantan Barat bersama JT 715 Lion Air, tradisi itu pun kembali saya terapkan. Tergolong terakhir menginjak garbarata Bandara Soekarno-Hatta, lanjut ke bus jemputan Lion.
Ternyata, jarak dari titik parkir pesawat menuju terminal kedatangan cukup jauh. Sampai di Terminal 2, lama juga menanti bagasi datang. Seorang kawan berbisik, mungkin saja ini karena Lion Air mengurangi jumlah pegawainya, jadi handling bagasi beberapa pesawat yang datang dalam waktu bersamaan jadi kewalahan. Sekilas sih, permakluman ada karena jarak antara parkir pesawat dan conveyor belt bagasi yang amat jauh.
Saat itulah, saya yang sedang berbincang asyik dengan Ketua Umum DPP Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (DPP GAMKI) Willem Wandik bergerak mendengar suara keributan.
Ya, itulah peristiwa yang kemudian viral.
Anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan dan ibundanya terlibat ribut-ribut dengan wanita yang mengaku anak jenderal TNI. Arteria mengungkapkan kronologi ribut-ributnya hingga tasnya disepak.
“Pas landing di bandara, staf saya itu nurunin barang,” kata Arteria dikutip detikcom.
Politisi PDI Perjuangan ini mengaku duduk di kursi ekonomi dalam penerbangan tersebut, tepat di belakang kursi kelas bisnis. Arteria menyebut rombongannya kemudian dianggap menghalangi jalan.
“Kita kan sama-sama di ekonomi, pas di belakang bisnis. Entah kenapa kami dianggap menghambat jalan, (tapi) pintunya belum dibuka,” kata Arteria.
Saat ribut-ribut, Arteria Dahlan yang mengenakan kaos berwarna hitam dimaki oleh seorang wanita berpakaian warna krem. Wanita tersebut menyebut Arteria dan ibunya menghalangi jalan. Di sisi lain, Arteria menekankan dirinya dan keluarga tidak menghalangi jalan, apalagi ibunya berusia 80 tahun.
“Gimana nggak dihalangin lo di depan gue, sama barang-barang lo segitu banyaknya,” kata wanita tersebut seperti dalam video.
Kemudian terdengar suara seorang wanita lainnya yang diduga ibu Arteria Dahlan. Wanita berbaju krem itu masih terus memaki ibu Arteria Dahlan. Ada makian ‘gila’ dalam ribut-ribut tersebut.
Lalu kemudian terdengar dari video itu Arteria mempertanyakan siapa ayah dari wanita berbaju krem tersebut. Pasalnya, wanita itu mengaku anak seorang Jenderal TNI bintang 3.
“Kalau mau diperpanjang kita perpanjang nggak apa-apa, bintang 3 yang mana nggak apa, kita kan cuma rakyat biasa,” kata Arteria.
“Nggak masalah, kenapa rupanya?” kata wanita berbaju krem itu.
“Bintang 3 siapa? Bintang 3 kamu siapa?” ujar Arteria bertanya.
“Apa sih, Bapak gue, ya tunggu aja,” kata wanita tersebut menjawab.
Lalu tampak seorang petugas sekuriti bandara menghampiri kedua belah pihak. Petugas bandara itu meminta agar persoalan diselesaikan di Pospol pengamanan.
“Mohon maaf kita selesaikan,” ujar petugas pengamanan bandara.
Demikianlah peristiwa yang hadir di depan mata saya ini merebak viral. Teri -saapaan akrab Arteria Dahlan- memang selalu membawa staf dokumentasi ke manapun dia pergi. Maka, video itu pun viral. Baik pertengkaran mulut mereka, sampai saat perempuan itu dijemput mobil berwarna hijau yang sekilas mobil tentara. Mereka pun saling lapor ke Polresta Bandara Soekarno Hatta. Sampai detik itu, tampaknya sang perempuan tak tahu kalau lawannya anggota Komisi Hukum di Senayan.
Dari video Instagram yang disebar Ahmad Sahroni -kawan Teri di Komisi III DPR RI, tayang di media online, peristiwa ini naik ke talk show televisi. Endingnya, setelah empat hari, perempuan yang diketahui bernama Anggita Pasaribu alias Rindu meminta maaf dan mencabut laporannya di Polresta Bandara.
Anggita pun bukan anak jenderal bintang tiga. Penjelasan kemudian muncul bahwa suaminya berpangkat letnan satu TNI. Saat itu ia juga bersama kerabatnya, perwira berpangkat Brigadir Jenderal (Brigjen) TNI bernama Zamroni, mantan Dandim 0501/BS, Jakarta Pusat.
Apa pelajaran dari peristiwa itu?
Tak ada tendensi berpihak di sini.
Bagi si Anggita, sebaiknya lebih mengerem diri. Aksinya ‘menendang’ barang milik orang tua dan beradu kata dengan ibunda Teri menempatkannya sebagai yang tidak disukai publik pada kasus ini.
Berikutnya, jangan asal ajak berkelahi. Kadang, kita tak tahu siapa ‘musuh’ kita saat terlanjur emosi.
Dari sisi Arteria, dia mendapat keuntungan karena selalu membawa tim dokumentasi yang sigap. Tentu saja sesuai Standar Operasi Prosedur pekerjaannya. Legislator daerah pemilihan Jawa Timur VI ini diuntungkan karena dia mengaku sebagai ‘warga negara biasa’. Selanjutnya, peristiwa meledak -tepatnya sengaja diledakkan- dan posisinya ada di pihak yang diuntungkan.