Hari Keenam Tertempel Om Ikron: How Long Lord, How Long?

Dalam kondisi karantina atau isolasi mandiri, kesabaran adalah kunci penting.

Renungan Harian hari ini mengangkat bacaan Mazmur 6, tampaknya tepat sekali bagi orang-orang yang menjalani karantina atau isolasi mandiri seperti saya.

“tetapi Engkau, TUHAN, berapa lama lagi?
How long, LORD, how long?”

Demikian doa Nabi Daud dalam Mazmur 6:3.

Saya sih pernah mengalami hal seperti ini, saat didera Covid-19 kali pertama, Juli 2021. Hari demi hari menanti masa tes ulang PCR, berharap hasil negatif, menunggu kebebasan dari lokasi karantina untuk kembali ke rumah. Alhasil, saat itu 12 hari akhirnya dapat hasil negatif dari dua kali tes PCR di lokasi isolasi. Masuk berbekal PCR dari rumah 9 Juli, tes pertama di lokasi isolasi 16 Juli masih positif dan 21 Juli 2021 dapat hasil menggembirakan untuk bisa pulang.

Kini pun demikian. Bedanya kali ini di rumah saja. PCR pertama 25 Januari, kemudian antigen lagi 29 Januari. Moga-moga sih, tidak sampai 12 hari bisa dinyatakan negatif. Secara kondisi fisik juga aman. Tanpa gejala dan tidak ada tanda-tanda kesakitan. Semoga saja, Om Ikron ini memang menjadi antiklimaks dari pandemi. Sebagaimana menjadi Poin Konferensi Pers Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin terkait Persiapan Menghadapi Gelombang Ketiga Covid-19, Kamis, 27 Januari 2022

1. Perbedaan utama Omicron dengan varian lain adalah penularan lebih cepat dan banyak. Jadi dalam waktu singkat akan terjadi kenaikan jumlah kasus yang signifikan

2. Hospitalisasi dan tingkat keparahan kasus varian Omicron lebih rendah. Lebih banyak orang yang terpapar Omicron dirawat di rumah atau Isoman

3. Pemerintah melakukan strategi berbeda antara menghadapi Omicron dengan Delta. Varian Delta membutuhkan kapasitas RS yang tinggi

4. Omicron cenderung bisa sembuh tanpa harus dirawat di RS

5. Per 26 Januari 2022 yang dirawat di seluruh Indonesia ada 7.688 pasien, yang di rawat di ICU sekitar 400.

6. Total tempat tidur isolasi yang sudah siap pakai ada sekitar 80.000

7. Kapasitas nasional ruang isolasi 120.000-130.000

8. Di Jakarta sudah terisi 45% yakni dari angka 3.900. Sebenarnya tempat tidur isolasi di Jakarta ada 11.000, namun memang saat ini belum dikonversikan kembali.

9. Pemerintah telah melakukan riset kecil terhadap pasien Omicron yang dirawat.

10. Total pasien yang kena Omicron ada 1.988, sebanyak 765 di antaranya sudah sembuh. Total pasien Omicron yang dirawat di RS ada 854 orang

11. Dari 854 pasien yang dirawat, sebanyak 461 asimtomatik, bergejala ringan 334, bergejala sedang 54 orang dan hanya 5 orang bergejala berat.

12. Terapi oksigen yang diberikan terhadap pasien yang dirawat yakni sebanyak 54 pasien mendapatkan nasal kanul, 1 simple mask, HFNC 1, ventilator 3, dan selebihnya tanpa terapi oksigen sebanyak 795.

13. Hasil riset ini memperkuat anggapan bahwa varian Omicron lebih ringan dari varian lain

14. Pasien terkait Omicron yang meninggal dunia total hingga hari ini berjumlah 3 orang, pasien tersebut dirawat di RS Sari Asih Ciputat, RSPI Sulianto Saroso, dan RSJPD Harapan Kita

15. Ketiga pasien yang meninggal dunia berusia 54 tahun (sudah 2x vaksin), 64 tahun (belum divaksin sama sekali), dan 78 tahun (sudah mendapatkan booster).

16. Menkes mengingatkan bahwa transmisi lokal Omicron pasti terjadi

17. Menkes menekankan bahwa sebagian pasien yang masuk RS sejauh ini seharusnya bisa dirawat secara mandiri/di rumah.

18. Terkait vaksinasi lansia, setiap daerah capaiannya bervariasi.

19. Menkes belum bisa memprediksi puncak kasus gelombang ketiga di Indonesia hingga berapa kasus per hari. Berdasarkan data dari negara lain, puncak kasus antara 1x hingga 5x dibandingkan varian Delta.

20. Peak untuk gelombang terkait varian Omicron antara 37 hingga 60 hari sejak temuan kasus pertama.

Declare or not?

Bagi mereka (atau keluarga dan ‘perusahaan’nya) yang terkena Covid-19, persoalan keterbukaan atau tidak adalah hak. Pada saat kali pertama Covid-19 di Juli 2021 lalu, saya cenderung menutup diri.

Pertama, saya tak mau terlalu dikasihani. Karena meski harus mengungsi ke lokasi karantina di Jakarta Barat, tapi kondisi saya baik-baik saja. Secara fisik, Ok. Senang tapi capek juga menjawab sapaan penuh atensi dari kawan dan kerabat, “Gimana kondisi hari ini? Berapa nilai saturasi?” dan lain-lain.

Kedua, banyak keluarga dan rekan yang lebih parah. Kala itu, saya berpendapat, pada merekalah seharusnya doa-doa itu tertuju.

Untuk kali ini, saya lebih selow. Saya terbuka. Menceritakan kondisi. Juga berbagi tautan tulisan-tulisan di blog ini. Saya yakin, kondisi saya baik-baik dan akan keluar sebagai pemenang. Sebagaimana tahun lalu membuktikannya.

Nah, menarik mencermati klub-klub sepak bola Indonesia dalam masa Covid-19 ini. Arema, Persib, Persija, PSM Makassar, dan Persebaya menyatakan para pemainnya terpapar Covid-19 sehingga susunan pemain mereka mengalami ketimpangan dalam lanjutan seri kelima Liga 1. Kecuali Adam Mitter, legiun asing PSM dari Inggris, klub-klub lain tidak mengumumkan nama-nama pemain yang mendapat hasil positif pada tes Covid-19 setiap beberapa hari sekali itu. Meski demikian, toh para penggemar sepak bola bisa menebak, siapa-siapa pemain inti yang tak ada di line-up.

Bebas-bebas saja mau declare atau tidak. Ini tentu berbeda dengan di Liga Inggris. Saat ada tim yang pemainnya kedapatan Covid-19, mereka menyebut dengan jelas. Liverpool FC, misalnya, pernah mengumumkan Alisson Becker, Virgil van Dijk, Fabinho, Roberto Firmino, Joel Matip, dan Trent Alexander-Arnold dinyatakan terpapar Corona. Termasuk juga pelatih utama Jurgen Klopp dan sang sekondan, Pep Lijnders. Toh, mereka semua akhirnya pulih dengan cepat.

Jadi, mari kita nikmati dan syukuri kondisi ini. Kita percaya, semua akan berlalu. Virus ini akan makin melemah, dihajar dengan prokes, vitamin, serta vaksinasi yang sudah teruji.

Tetap saja kalimat utamanya adalah, “Kyrie Eleison, Lord, have mercy, Tuhan, kasihanilah kami…”

Leave a Reply

Your email address will not be published.