Dengan terbukanya kanal industri kreatif secara demokratis, seseorang bisa disebut sebagai filmmaker meski karyanya tak harus tayang di bioskop atau televisi.
Di era digital seperti saat ini, saat karyanya muncul di Youtube pun, ia bisa disebut sebagai seorang filmmaker. Bahkan, dengan pendapatan yang tak kalah dibandingkan jika filmnya tayang di layar perak.
Pesan itu disampaikan sutradara senior Hanung Bramantyo dalam sharing session bersama 20 finalis Kompetisi Film Pendek Kartu Prakerja.
Hanung mencontohkan, film pendek seperti ‘Tilik’ yang penontonnya tembus 26 juta viewers, hak atas kekayaan intelektualnya bisa mencapai ratusan juta rupiah. Begitupula ide orisinil cerita ‘Ayat-Ayat Cinta’ dan ‘KKN di Desa Penari’ yang dibeli hingga Rp 1 milar rupiah.
“Saya tidak pernah mengkategorikan seorang filmmaker itu amatir atau profesional. Semua lebih kepada konten yang dihasilkan, apakah menarik atau tidak. Karena itu, keep challenge yourself day by day lakukan yang terbaik. Manfaatkan setiap kesempatan berharga,” urai sineas dengan catatan nominasi kategori ‘Sutradara Terbaik’ paling banyak pada ajang Festival Film Indonesia ini. Dari sebelas kali nominasi FFI, Hanung memenangkan dua Piala Citra di antaranya yakni 2005 (Brownies) dan 2007 (Get Married).
Hanung menekankan, untuk membuat sebuah konten jadi menarik, salah satu kuncinya harus unik dan berbeda daripada yang lain.
“Unik itu tidak perlu dicari. Unik itu jujur dan tidak berusaha untuk menjadi orang lain. Jadilah dirimu sendiri. Ini hal yang susah, karena sejak kecil kita selalu dididik untuk mencontoh orang lain,” tegas Hanung.
Tahap berikutnya, menurut Hanung adalah bekerja dengan efisien. “Kerja keras itu tidak cukup kalau tidak dilengkapi dengan kerja secara efisien,” ungkapnya.
Dalam konteks membuat film, Hanung menjelaskan bahwa produksi secara efisien diawali dengan menentukan berapa durasi yang akan dibuat. Panjang pendeknya durasi mempengaruhi penulisan skenario, besarnya anggaran, dan hal-hal lain.
“Contoh, dengan durasi film 15 menit maka kita perlu 15 halaman ‘finaldraft’ software. Dari situ kita pikirkan, dalam sehari bisa mengerjakan berapa halaman skenario, yang diimplementasikan dalam berapa hari syuting.” urainya.
Hanung melanjutkan, dalam membuat film, ide saja tidak cukup. Kerja efisien membutuhkan keterampilan, yang harus dikomunikasikan dengan baik kepada tim produksi film kita.
“Dalam tim pembuatan film, hanya ada empat elemen utama yakni produser, sutradara, penulis skenario, dan editor. Empat orang ini harus kompak dan terus berdiskusi mengefisienkan ide agar terjabarkan sesuai durasi film,” jelasnya.
Motivasi kepada para sineas muda finalis Kompetisi Film Pendek juga disampaikan Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja Denni Puspa Purbasari.
“Kompetisi film pendek bertema ‘Kartu Prakerja, Dari Tidak Tahu menjadi Tahu, Dari Tidak Bisa menjadi Bisa’ merefleksikan visi Program Prakerja. Kalau mau maju, ya harus ‘tahu’ dulu. Setelah itu, menempa diri terus-menerus untuk ‘bisa’,” ungkapnya.
Denni Purbasari menekankan substansi spirit Prakerja adalah kolaborasi dan pelatihan.
“Esensi Program Prakerja adalah membukakan pintu kesempatan. Termasuk bagi para sineas muda se-Indonesia untuk menelurkan ide-idenya terkait visi Program Prakerja,” kata Denni.
Dalam kompetisi ini, sebanyak 635 peserta mengirimkan ide cerita dalam bentuk sinopsis, untuk kemudian dipilih 20 finalis terbaik yang mempresentasikan rencana karyanya kepada tiga dewan juri pada 12-13 Maret 2022.
Selanjutnya, 10 peserta terpilih dengan ide cerita terbaik berkesempatan mengikuti workshop pembuatan film di Jakarta dan mendapatkan pendanaan untuk produksi film masing-masing senilai 30 juta rupiah.
Dua puluh finalis berasal dari berbagai daerah di Indonesia antara lain Bireuen, Way Kanan, Jakarta, Surakarta, Wonosobo, Yogyakarta, Trenggalek, Mataram, Parepare hingga Kapuas Hulu.
Tiga juri Kompetisi Film Pendek Prakerja yakni Riza Pahlevi, Adhyatmika, dan Rein Maychaelson, merupakan sineas muda Indonesia yang telah meraih berbagai penghargaan baik nasional maupun internasional.
“Salut dengan antusias masyarakat Indonesia terhadap kompetisi ini. Dari ratusan sinopsis yang masuk, banyak ragam cerita kami temui, unik dan beda. Pesertanya mayoritas anak muda, bahkan ada yang masih kelas 2 SMK. Kami yakin ini awal yang baik untuk masa depan perfilman nasional,” kata salah seorang anggota dewan juri, Riza Pahlevi.
Panitia Kompetisi Film Pendek Kartu Prakerja mengumumkan sepuluh pemenang kompetisi film pendek yakni Agit Kurniawan (Kangen Masakan Bapak), Agung Aksara Putra (After the Funeral), Bertrand Valentino (Sangkar Baru), Ginanjar Teguh Iman (Kepulangan Rena), Irfan Rahaswin Sholihin (Bertahan untuk Tak Pulang), Novia Anggi Tri Sulistyowati (Warisan Ayah), Raka Ardian Pamungkas (Sop Ayam), Rehal Lahir Prias Supuntari (First Night), Rio Akbar Jalu Pandita (Saraswati), dan Yosua Putra Wisena (Laku).