Jerusalem, Gereja Pater Noster: Dhuh, Rama Kawula Ingkang Wonten Swarga

Inilah Yerusalem. Kota Suci bagi tiga agama.

Di salah satu tempat kudus yang kami singgahi. ada sebuah stiker bertuliskan,

“If you enter here as a tourist, you would exit as a pilgrim.
If you enter here as a pilgrim, you would exit as a holier one.”

Tahu kan bedanya antara turis dan peziarah?

Wisatawan sibuk foto-foto, makan, beli souvenir.

Peziarah sibuk berdoa. Termasuk mendoakan titipan intensi dan ujub doa dari Anda semua.

Doa lebih penting daripada mikirin beli oleh-oleh. Magnet kulkas ini buat teman kantor, gantungan kunci itu buat relasi bisnis, kafiyeh ini untuk bulik, dompet itu buat pakde, tas kulit onta itu jatah mertua, dan gunting kuku ini buat mantan.

Karena engkau telah menggunting dan mengiris-iris hatiku…. Eaaa…

Kalau kata Kirana, si bungsu yang bulan ini masuk kelas 5 SD, “Canda ayah kriuuuk, deh.”

Apa tuh, artinya kriuk?

“Garing!” katanya di sebuah toko buah di Israel.

Saat itu saya bilang, “Ini buah ceri. Nama lengkapnya Agriceri.” Hehehehehe…

Beneran, lho. Seorang kawan seperjalanan berkata, wisatawan Barat selalu ingin bergegas ingin ditunjukkan tempat bersejarah berikutnya, sementara tamu dari Indonesia selalu lama berada di toko souvenir atau tempat makan.

Memang sih, jatah bagasi kami untuk penerbangan internasional jarak jauh sebanyak 2 koper @23 kg serta 1 koper kabin @7 kg. Tapi, masak sih mau kulakan barang di sini?

Intinya, jangan terlalu berharap oleh-oleh souvenir ya. Kecuali doa dan cerita. Setidaknya ada dua alasan.

Alasan pertama mengapa belanja secukupnya saja, lazimnya orang yang jarang ke luar negeri, kalau mau beli sesuatu selalu mikir kurs mata uang setempat ke rupiah. Di sini kami ketemu Dirham UEA, Jordan Dinar, Shekel Israel dan Egyptian Pound. Catatan aja: di semua negara itu berlaku Dolar AS.

Alasan kedua, yuk belajar jadi modern. Kayaknya di luar negeri gak ada deh tradisi minta oleh-oleh dari seseorang yang travelling ke negara lain. Sementara breaking news di tanah air, sekarang ada penemuan istilah baru pengganti oleh-oleh: JASTIP.

Okeh, kembali ke laptop. Sampai mana tadi? Yerusalem. Kota Suci bagi tiga agama.

Kristen karena di sini Yesus mati, bangkit, dan naik.

Bagi pemeluk Islam di sinilah sejarah Isra Miraj terjadi. Isra Mi’raj merupakan hari untuk memperingati perjalanan Nabi Muhammad SAW dari Masjid Agung di Mekkah menuju Masjid Al-Aqsa di Yerusalem, yang ditempuh hanya dalam waktu semalam.

Sering kali masyarakat menggabungkan Isra Mi’raj menjadi satu peristiwa yang sama. Padahal sebenarnya Isra dan Mi’raj merupakan dua peristiwa yang berbeda.

Dalam Isra, Muhammad “diberangkatkan” oleh Allah. dari Masjidilharam hingga Masjidilaqsa. Lalu dalam Mikraj Nabi Muhammad dinaikkan ke langit sampai ke Sidratulmuntaha yang merupakan tempat tertinggi.

Di sana, dia mendapat perintah langsung dari Allah. untuk menunaikan salat lima waktu.

Dalam perjalanan itu, Muhammad mendapat kendaraan yang turun dari langit. Namanya ‘bouraq’, hewan tunggangan yang berwarna putih lebih besar dari keledai tapi lebih kecil dari bighal (perkawinan silang antara kuda betina dan keledai jantan) yang satu tanduknya terdapat di pucuk kepala.

Dan bagi umat Yahudi, Anda sudah baca tulisan tentang Bait Suci dan Wailing Wall alias Tembok Ratapan kan? Bait Suci ada di Yerusalem, meski kini hancur dan menyisakan 60 meter Tembok Ratapan.

Peziarahan kami ke kota ini diawali usai makan siang di Restoran China di Betlehem yang menyuguhkan salah satu keajaiban dunia bidang kuliner: bakwan jagung. Sebuah penganan yang punya banyak panggilan. ‘Ote-ote’ di Surabaya. ‘Weci’ di Semarang.

Lewat border Palestina, bus Mercedes Irizar menuju Yerusalem Timur atau Old Jerusalem. Lokasi awal kami siang itu adalah rumah tempat Perjamuan Kudus atau Last Supper pada beberapa malam sebelum Yesus ditangkap. Anda pasti sudah sering kan lihat lukisan Gusti Yesus dikelilingi 12 muridnya pada perjamuan itu.

Disebut juga ‘Senakel’, artinya ‘Aku Makan’, juga dikenal sebagai ‘Upper Room’. Ruang atas. Tempat ini menjadi semacam ‘markas besar’ dari hari-hari terakhir Yesus hingga perjalanan gereja pertama murid-muridNya.

Senakel, Ruangan Perjamuan Terakhir, sangat dihormati oleh seluruh umat Kristen, sebab di situlah Yesus mengadakan Perjamuan Terakhir menjelang wafatNya sambil mengadakan Sakramen Ekaristi dan Imamat. Menjelang Perjamuan Terakhir, Yesus membasuh kaki para rasulNya.

Di situ pula Yesus yang telah bangkit menampakkan dirinya kepada para rasulNya. Dengan dan tanpa Thomas.

Di sini jugalah Roh Kudus turun atas para rasul dan sejumlah anggota gereja masa awal. Peristiwa Pentakosta. Hari kelimapuluh setelah kebangkitan Yesus.

Rumah itu kemudian seperti jadi markas para murid. Beberapa event penting berlangsung di bangunan itu. Juga tatkala berlangsung reshuffle murid ke-12 menggantikan Yudas Iskariot sang pengkhianat yang kemudian mati bundir. Pada waktu itu, Petrus untuk pertama kalinya tampil sebagai pemimpin gereja.

Senakel boleh dipandang sebagai tempat pertama ibadah umat Kristen. Misa diadakan di sini tanpa henti-hentinya sejak zaman para rasul sampai pertengahan abad XVI.

Rumah ini secara ajaib ditunjuk Yesus pada muridNya, sebagaimana Ia memberitahukan akan ada keledai yang bisa dipinjam untuk Perayaan Minggu Palem.

Itulah kerennya jadi Tuhan. Tinggal bertitah, “Pergilah ke kota kepada si Anu dan katakan kepadanya: Pesan Guru: waktu-Ku hampir tiba; di dalam rumahmulah Aku mau merayakan Paskah bersama-sama dengan murid-murid-Ku.”

Atau saat bersabda ke para murid, “Pergilah ke kampung yang di depanmu itu, dan di situ kamu akan segera menemukan seekor keledai betina tertambat dan anaknya ada dekatnya. Lepaskanlah keledai itu dan bawalah keduanya kepada-Ku.

Dan jikalau ada orang menegor kamu, katakanlah: Tuhan memerlukannya. Ia akan segera mengembalikannya.”

Semua terjadi persis sesuai prentahNya.

Ada lambang burung pelikan di situ. Kenapa Pelikan?

“Kalau melihat anaknya lapar dan tak ada makanan, ibu pelikan akan memotong tubuhnya sendiri untuk jadi makanan anaknya. Itu melambangkan Yesus,” kata Jeries Farah, guide kami.

Burung pelikan telah lama menjadi simbol pengurbanan diri karena ujung paruh mereka yang berwarna merah. Menurut legenda, bila ibu pelikan tidak dapat mencari makanan untuk anaknya, ia akan menusukkan paruhnya ke dalam dadanya dan memberikan darahnya sendiri untuk anaknya. Konon, hal ini dilakukan tidak jarang sampai si induk mati.

Dalam tradisi Kekristenan, simbol ini sangat jelas menggambarkan pengorbanan Kristus demi umat manusia. Karenanya, simbol pelikan menjadi simbol kasih Allah yang tak terhingga.

Pujangga Italia dari Abad Pertengahan, Dante Alighieri, dalam karyanya “Paradiso” (bagian dari trilogi “Divine Comedy”), menyebut Kristus sebagai “our Pelican” (Sang Pelikan kami).

Tak jauh di samping rumah itu ada ritus suci lain. Makam Raja Daud. Di beberapa gereja kami harus lepas topi. Tapi untuk masuk King David’s Tomb justru harus pakai tutup kepala. Banyak pemeluk agama Yahudi dari berbagai usia berdoa di sini. Membaca kitab dengan berirama berkali-kali menundukkan kepala hampir 45 derajat.

“Di era kekuasaan Turki, tempat ini jadi masjid. Kemudian sekarang oleh Ministry of Interior dan Ministry of Religious Service Israel ditetapkan sebagai lokasi sejarah,” kata Jeries.

Kembali naik bus, kami mengarah ke sisi beda Yerusalem Kota Tua. Kali ini menuju Church of Saint Peter in Gallicantu. Gereja Petrus Menyangkal Yesus. Gallicantu artinya kukuryuk ayam berkokok.

Sebagaimana Petrus menyangkal Yesus tiga kali dan ayam berkokok dua kali, maka seekor ayam jadi pertanda di pucuk atap gereja. Mirip GPIB Pniel di Jalan Gereja Ayam, Pasar Baru, Jakarta Pusat.

“Saya orang Galilea. Kami punya logat khas. Ketika saya pertama kali ke Yerusalem 40 tahun lalu, orang sini langsung bilang, ‘Kamu orang Galilea ya’” cerita Jeries.

Demikian pula yang terjadi pada Pete alias Petrus kala ia menghangatkan diri di api unggun saat Yesus hendak diadili. Orang mengenalnya sebagai murid Yesus beraksen Galilea. Petrus membantah.

Di lokasi yang sama terdapat spot pengadilan Yesus oleh Imam Besar Kayafas dan Sanhedrin. Seharusnya, karena dianggap melanggar hukum agama dan mengaku sebagai Allah, Yesus dibawa ke luar dan dirajam. Dilempar batu hingga mati.

Mengapa Yesus tidak dirajam? Karena pengikutnya banyak. Roma tak mau ada pemberontakan dari para pengikut Yesus.

“Kalau dihukum mati secara agama pasti ada pemberontakan. Penguasa Roma tak mau ada pemberontakan. Mereka cuma mau ambil pajak dari rakyatnya,” kata Jeries.

Karena itulah, Imam Kayafas kemudian mendorong Petrus ke Pontius Pilatus. Jeratannya berubah dari melawan hukum agama menjadi melawan negara. Dari mengaku Allah menjadi mengaku ‘Inilah Raja Orang Yahudi’. Kata orang Bandung: Subpersib. Subversif.

Selanjutnya, Anda sudah tahu jalan ceritanya. Yesus divonis bersalah. Oleh siapa? Oleh orang banyak yang sepekan lalu mengagungkanNya naik keledai diiringi sorak, “Hosana!”

Di gereja ini kami melihat beberapa mozaik Petrus. Satu lukisan berbeda. Yakni saat Simon Petrus digambarkan tanpa “halo” atau lingkaran kudus di atas kepalanya.

“Halonya lagi disita, karena ia sedang berdosa akibat menyangkal Yesus. Tapi di gambar-gambar selanjutnya sudah ada lagi. Itulah makna pengampunan,” urai Jeries.

Di lokasi ini pula kami menyaksikan lokasi Tuhan Yesus diturunkan pakai tali dari sebuah lubang kecil, lalu dicambuki di penjara gelap bawah tanah. Joppy Taroreh, tur leader kami dari Holy Global Bintaro, memeragakan adegan itu dengan mencopot ikat panggungnya. Sabuk itu dipukulkan ke tembok batu beberapa kali. Cetar! Cetar!

Di situ kami berdoa. Bersedih dan merinding mengenang deraan, kesakitan, dan pengorbanan itu.

Sore sekitar jam tiga kami tinggalkan Gereja Petrus Menyangkal yang kini dikelola oleh ‘Bapa-Bapa Agustinus’, sebuah Ordo Prancis yang didirikan pada tahun 1887 dan dinamakan untuk Maria yang terangkat ke surga.

Kami lanjut ke Gereja Pater Noster tempat Yesus mengajar Doa Bapa Kami. Lokasinya di Yerusalem, lho. Mount of Olive. Bukit Zaitun. Bukan di Bukit Ucapan Bahagia atau Mount of Beautitudes di Galilea. Meski di Kitab Matius letak ayatnya berdekatan dan awalnya saya kira doa itu diajarkan di lokasi yang sama dengan Delapan Ucapan Bahagia.

Inilah doa paling sempurna. Selain diajarkan langsung oleh Allah yang menjadi manusia, Doa Bapa Kami memiliki menu komplet: penyembahan kepada Tuhan, permohonan, dan pengampunan dosa.

Tamannya indah sekali di sini. Ada seorang pelukis tampak menggambar pepohonan di kanvasnya. Masuk ke dalam, tampak ratusan doa Bapa Kami dalam berbagai bahasa. Ratusan. Dari tanah air terlihat Bapa Kami terpatri dalam prasasti Bahasa Indonesia, Jawa, Sunda, Toraja. Biak, Papua Paniai, juga dari Batak Toba.

Saya berpose di depan doa dalam bahasa Jawa.

“Atas petunjuk Penyelamat kita, dan menurut ajaran ilahi… maka beranilah kita berdoa…

Dhuh, Rama kawula ingkang wonten swarga.

Asma Tuwan mugi kasucekna.

Kraton Tuwan mugi rawuha.

Karsa Tuwan mugi kalampahana,
kadosdene wonten ing swarga,
inggih mekatena ugi wonten ing bumi.

Mugi kawula sami Tuwan paringi
rejeki kawula sacekapipun ing dinten punika.

Saha Tuwan mugi ngapunten
sakathahipun kalepatan kawula,
kadosdene kawula sami ngapunten ing tetiyang
ingkang kalepatan dhateng kawula.

Punapa malih kawula mugi sampun ngantos sami
katandukaken dhateng panggodha,

mugi sami Tuwan uwalaken saking pangawak dursila.

Awitdene Tuwan ingkang kagungan kraton
saha wisesa tuwin kamulyan
langgeng salaminipun.
Amin.”

Salam doa paling sempurna Bapa Kami.

Leave a Reply

Your email address will not be published.