Aduh, banyak sekali lokasi yang kami check point kunjungi. Gimana ya nulisnya?
Selama bertahun-tahun menekuni dunia jurnalisme, salah satu ajaran yang terngiang adalah: jangan terlalu banyak pesan dalam satu tulisan.
Fokuslah ke satu atau maksimal dua ide besar. Otherwise, tulisanmu akan northern southern (baca: ngalor-ngidul). Overflood information. Gak jelas message apa yang hendak disampaikan.
Tapi, gimana saya mau berbagi berlimpahnya kisah ini? Kami mengunjungi beberapa tempat dalam waktu amat singkat. Masuk, dapat penjelasan, foto, kadang ada doa di dalam, pipis, masuk bus. Begitu seterusnya. Sayang kali kalau terlewatkan untuk ditulis.
Di beberapa tulisan kemarin sudah mencoba fokus ambil tempat atau pesan tertentu. Tapi selanjutnya, kalau tiap judul tulisan ditampillan satu atau dua, bisa sebulan kelar serialnya. Keburu lupa dan tenggelam kesibukan kerja di Jakarta.
Pelan-pelan lanjut ya.
Hari pertama keluar dari Nazareth jelang check in di Betlehem, kami ngebus ke utara.
Oh ya, Hotel Nazareth Plaza tempat kami menginap ada di depan Lembah Harmagedon, lokasi yang ditulis di Alkitab sebagai tempat perang akhir zaman.
“Kalau nanti malam akhir zaman terjadi, Bapak Ibu akan lihat Perang Harmagedon dari jendela hotel,” kata Jeris Farah, tour leader Israel yang selain fasih bahasa Indonesia juga hapal isi Alkitab dalam bahasa kita.
Siang itu, usai berkunjung ke Rumah Keluarga Kudus di Nazareth kami hanya lihat Gunung Tabor dari jauh. Tempat Yesus dimuliakan bersama Musa dan Elia. Transfigurasi Kristus.
“Maaf sekali karena proses imigrasi di Border Allenby sangat panjang, kita tak mungkin mendekat ke Gunung Tabor. Waktunya tak cukup. Maaf, ini bukan salah siapa-siapa,” ungkap Jeries.
Kami lanjut perjalanan. Stop pose dari atas Baha’i Garden, disebut sebagai salah satu taman terindah di dunia. Anda pernah dengar ajaran Agama Baha’i? Saya punya teman baik dari Sumatera Utara yang memeluk kepercayaan ini.
Baha’i merupakan agama monoteistik yang menekankan pada kesatuan spiritual bagi seluruh umat manusia. Agama ini lahir di Persia, sekarang Iran, pada 1863. Pendirinya adalah Mirza Husayn-Ali Nuri yang bergelar Baha’ullah, yang berarti kemuliaan Tuhan.
Pada 1844, Sayyid Ali Muhammad dari Shiraz, Iran atau yang lebih dikenal sebagai Sang Bab mengumumkan bahwa ia merupakan pembawa amanat baru dari Tuhan dan menyebarkan agama Bab di wilayah Iran.
Namun, pada 1850, Sang Bab dihukum mati di kota Tabriz. Jenazahnya diambil oleh pengikutnya ke Bukit Karmel di untuk dikuburkan. Makam Sang Bab tersebut menjadi tempat berziarah yang penting bagi umat Baha’i. Kami melihat lokasi makam itu dari atas.
Di Karmel pula kami berkunjung ke ordo tertua di dunia ini. Karmelite. Anda sudah tahu, gunung ini jadi saksi “pertempuran” antara Nabi Elia melawan 400 nabi penyembah Baal di bawah asuhan Raja Ahab dan Permaisuri Izebel.
Kami berdoa di sini. Gereja Stella Maris. Artinya, bintang samudera. Awal nama itu dari kemunculan awan kecil di laut saat Elia memohon hujan bagi Israel. Selanjutnya, Stella Maris menjadi perlambang Bunda Maria.
Maria dianggap sebagai pembimbing dan pelindung mereka yang bekerja atau berlayar di laut, membuatnya menerima julukan ‘Ratu Kami Sang Bintang Samudera’.
Sang Bunda pun diangkat sebagai pelindung misi-misi Katolik bagi para pelaut, kerasulan di laut, dan membuat banyak gereja-gereja di tepi/dekat pantai diberi nama Stella Maris atau Maria Sang Bintang Samudera.
Anda pasti sudah tahu ada Rumah Sakit Stella Maris di Makassar, salah satu kota bahari terdepan di Indonesia. Ada pula Gereja Stella Maris Paroki Pluit, Jakarta Utara.
Di Surabaya, juga kota pelabuhan, ada pula SMA Stella Maris di kawasan Indrapura, tak jauh dari Tanjung Perak. Cantik-cantik muridnya.
Tempat ini juga didirikan untuk menghormati Santo Yohanes Salib, Pastor Karmel asal Spanyol.
Ia terkenal dengan paradoks “melalui tanpa apa-apa orang sampai pada memiliki segala-galanya”, Yohanes menunjukkan radikalisme “nada” – jalan kelepasan untuk mencapai kesempurnaan.
Yohanes berkata : “Nada, nada, nada… segalanya harus dilepas demi cinta kepada Tuhan “.
Perjalanan sore itu berakhir setelah kami muter di kota Kaisarea. Mampir foto di ‘aquaduct’, mahakarya Infrastruktur berusia dua ribu tahun lebih.
Letaknya di tepi Laut Tengah. Fungsinya, jadi aliran air di atas jembatan batu sepanjang 11 kilometer, dari Gunung Karmel ke Kota Kaisarea. Kota tempat Petrus bertemu Kornelius dan mendapat penglihatan kantong berisi hewan-hewan haram tergantung di atas langit.
Bangsa Romawi membangun banyak aquaduct atau akuaduk untuk membawa air bersih yang sering kali bersumber dari tempat yang jauh dari kota, yang digunakan untuk mensuplai pemandian umum, toilet, air mancur dan rumah-rumah pribadi. Akuaduk juga menyediakan air bagi operasional tambang, penggilingan, pertanian dan taman-taman.
Saluran air memindahkan air melalui gravitasi saja, dengan sedikit kemiringan ke bawah di dalam saluran dari batu, batu bata atau beton. Sebagian besar saluran terkubur di bawah tanah, dan mengikuti medan kontur tanah; puncak perbukitan yang menghalangi dielakkan atau, lebih sering, dialihkan melalui terowongan.
Bekas reruntuhan akuadukmemberikan tampilan sangat eksotis berupa hamparan tembok di tepi pantai dengan lubang-lubang berbentuk kubah setengah lingkaran di sisi bagian bawahnya.
Infrastruktur ini dibuat saat Pelabuhan Yudea di Kaisarea sangat kekurangan air bersih sehingga Kaisar Herodes memerintahkan membangun akuaduk agar dapat mengalirkan air bersih dari daerah Shuni. Pada akhirnya, pembangun anakuaduk diperluas karena semakin tingginya kebutuhan akan air bersih pada saat itu.
Tiba di Siant Joseph Hotel Betlehem, kami disambut tarian khas Israel di ruang makan.
Menu makan selama tiga malam di sini tak beda jauh dengan sebelumnya. Roti yang kayak pancake itu, nasi, ikan, ayam, dan kadang ada turkey. Kalkun. Sisi lain meja buffet tersaji salad-saladan. Ada sayur macam terong, juga tomat dan paprika.
Esoknya, kami ngegas ke lokasi-lokasi suci kota ini. Inilah kota asal Daud. Kota asal cerita Boas dan Rut. Dan kota kelahiran juru selamat. Yesus Kristus. Sang Isa Al Mesias.
“Disebut Betlehem. Bet artinya rumah. Lekhem artinya roti. Rumah roti,” urai Jeris.
Makna nama ini langsung mengingatkan kita akan begitu banyaknya ladang gandum seperti dikisahkan dalam Kitab Rut.
Dimulai dari Gereja Padang Gembala. Tempat para gembala mendapat kabar sukacita kelahiran juru selamat dari malaikat.
Walaupun Injil tidak melukiskan dengan tepat, tempat di mana para gembala mendengarkan sabda tentang kelahiran Kristus (Lukas 2 : 9-18), tetapi secara tradisi sebuah padang berjarak 3 mil sebelah timur Bethlehem, di sebuah desa bernama Beit Sahur, dianggap sebagai tempat di mana para malaikat menampakkan diri kepada para gembala dan memberitakan kelahiran Tuhan Yesus.
Daerah ini juga dipercaya terletak Ladang Boaz yang akhirnya menikahi Ruth dan mereka menjadi nenek moyang Raja Daud, yang juga menjadi nenek moyang Yesus saat menjadi manusia dan hidup di dunia ini.
Situs suci yang dikenal juga dengan nama The Shepherds’ Field Chapel dan The Sanctuary of the Gloria in excelsis Deo dedicated to Our Lady of Fatima and St. Theresia Lisieux ini punya ciri khas.
Keunikan dari gereja yakni interior bagian dalam kubahnya sangatlah unik, dengan dihiasi patung-patung para malaikat mengitari sepanjang kubah. Sorak sorai nyanyian para malaikat mengabarkan berita gembira akan kelahiran Yesus Kristus, menjadikan desain interior sangat mendukung suara dan nyanyian yang dikumandangkan dari dalam gereja,
Beberapa gua tempat berlindung kawanan domba dan gembala juga nampak di lokasi ini dengan beberapa bagiannya sudah didirikan gereja berbentuk kubah di bagian atas yang dikenal dengan nama Gereja Gloria In Excelsis Deo (Kemuliaan Bagi Allah di Surga).
Usai misa di The Shepherds’ Field Chapel yang di gerbangnya tertera ‘Gloria in excelsis Deo’, kami pun beranjak menuju Gereja Kelahiran Kristus.
Inilah lokasi di mana saat itu Yusuf dan Maria tak dapat hotel saat harus pulang kampung karena panggilan sensus. Belum ada Oyo, Red Door, Bobobox, Traveloka, Agoda, Booking dot com atau Hotel dot com.
Jadilah, bayi mungil penyelamat dunia lahir di kandang domba. Sebagaimana lokasi suci lain, spot itu kini jadi gereja. Sangat megah.
Church of Nativity dibangun Konstantinus Agung tak lama setelah ibunya, Helena,’ berkunjung ke Yerusalem dan Betlehem pada 325 Masehi.
Selesai dibangun pada 339, Basilika ini dihancurkan pemberontak Samaria pada abad keenam.
Sekitar 527 hingga 565, Kaisar Yustinus dari Bizantium membangunnya kembali dengan lebih luas.
Pada 614, Pasukan Persia di bawah Raja Khosrau II menginvasi Palestina dan menaklukkan daerah-daerah sekitar Yerusalem.
Herannya, mereka sama sekali tak merusak struktur bangunan Gereja Kelahiran Yesus.
“Tentara Persia tidak menghancurkan tempat ini karena melihat gambar tiga orang Majus dari Timur. Mereka kaget dan merasa terhormat ada figur kaumnya dipasang di gerbang gereja,” jelas Jeris.
Gereja ini berbentuk salib. Tangan kanan menggambarkan Orthodox Yunani, tangan kiriinya Orthodox Siria.
“Gereja Katolik tak ada hak di sini. Haknya ada di gua di bawah tanah,” urai Jeries lagi,
Melewati antrean panjang ke bawah, kami turun ke gua tempat lahir bayi Yesus sepanjang 15 meter dan lebar 3,5 meter.
Di sini kami antre lagi memegang Bintang Daud. Cakra warna perak ini diyakini sebagai tempat bayi Yesus diletakkan sebelum diangkat ditaruh di palungan.
Palungan, bahasa Inggrisnya ‘’manger’, adalah sebuah wadah yang terbuat dari konstruksi logam, kayu, atau batu berukir, dan digunakan untuk menampung makanan bagi hewan. Di situlah tempat bayi penebus dosa manusia saat lahir. Tempat rumput makanan embek.
Sodaraku, ada cerita bintang laut penuntun hidup di samudera lepas. Ada pula bintang perak Anak Daud yang begitu rendah hati, Raja Dunia Akhirat tapi tak kebagian penginapan layak.
So, apa bintang yang jadi “north star” atau kompas penuntun hidupmu?
Salam dari Sharm El Sheikh, kota Mesir sisi Asia di tepi Laut Merah. Jumat malam waktu Egypt atau Sabtu dini hari Waktu Indonesia Barat.