Jerusalem: Merasakan Via Dolorosa di Jalur Sebenarnya

Begitu banyak obyek spiritual di Yerusalem, tapi tak semua bisa kami injak. Yang penting bisa menjalani ‘Via Dolorosa’ di lokasi tempat Gusti Yesus tersesah sengsara.

Tak semua lokasi kami sambangi. Ada gereja ‘Dominus Flavit’, tempat Yesus menangisi Yerusalem sebagaimana tertulis di Maitus 23.

Alkitab menyebut, hanya dua kali Yesus menangis. Yakni saat meratapi Yerusalem, serta kala mendengar kabar Lazarus meninggal.

“Itu bukit tempat Yesus menangisi Yerusalem. Sekarang jadi gereja. Bentuknya mirip air mata, kan,” tunjuk Jeries Farah, guide lokal kami, Warga Negara Israel keturunan Arab., pemeluk Katolik Roma Di tengah padatnya obyek yang mesti dikunjungi, kami hanya melihat dari dalam bus.

Untuk yang kedua pun kami hanya melihat dari jauh. Jeries menunjuk kampung Betania, lokasi asal tiga bersaudara, keluarga yang sangat dikasihi Yesus: Maria, Marta, dan Lazarus.

“Itu adalah Bethany. ‘Bet’ artinya rumah. ‘Thany’ miskin. Jadi, kota itu bermakna rumah bagi orang-orang miskin,” jelas Jeries.

Kota Betania atau Bethany dalam bahasa Inggrisnya berada di kawasan Palestina, tepatnya di wilayah Tepi Barat. Orang lokal menyebutnya sebagai ‘Al Eizariya’ atau ‘al-Azariya’, merujuk pada ‘Lazarus dari Betania’, warga papa yang dibangkitkan Yesus dari kematian.

Kini, makam Lazarus, tentu saja ia kemudian mati lagi, menjadi tempat suci dan jadi lokasi peziarahan di kota berpenduduk 17 ribu orang itu,

Kembali ke Via Dolorosa di area yang dulu dikenal sebagai Golgota. Bukit Tengkorak.

Kami berdoa sejenak dipimpin Romo Windy, lalu mengawali rute Jalan Salib. Melewati kawasan menanjak. Dulu bukit, kini jadi area semacam kota tua. Toko-toko ada di kiri kanan. Di setiap tempat perhentian kami berdoa, sembari mengestafetkan kayu salib itu. Untuk merasakan seperti apa derita Tuhan saat itu.

“Via Dolorosa artinya jalan sengsara. Jalan penderitaan. Bukan jalan salib. Karena penderitaan Yesus bukan hanya di jalan salib, tapi dimulai sejak di pengadilan Kayafas,” urai Jeries.

Via Dolorosa berakhir di Gereja Pemakaman Yesus. Kami berdoa dan menyentuh lokasi tempat Tuhan pernah dibaringkan dan dimakamkan oleh Yusuf Arimatea.

Tentu saja, karena Yesus sudah bangkit di hari ketiga dan kemudian naik ke surga di hari keempatpuluh, jangan bayangkan ada jenazah Yesus di sini. Kami menyentuh titik itu sebagai penghormatan, bahwa misiNya menemui akhir. Mati demi dosa manusia.

“Kalian sungguh diberkati. Bisa lancar sekali masuk sini. Dulu, sebelum Covid, orang harus antre dua hingga tiga jam sebelum bisa sampai ke lokasi makam Yesus ini,” kenang Jeries.

Memang, nyaris tak ada antrean, sebagaimana kami mengalami di Gereja Kelahiran Yesus.

Setelah berziarah di Kubur Yesus, kami berjalan menuju Tembok Ratapan. Di rute ini, kami kembali dibelokkan ke sebuah toko souvenir.

Pemiliknya muslim, lokasinya rapat di antara banyak toko yang sepertinya sudah bikin consensus agar tak berjualan barang yang sama. Ada cinderatama untuk peziarah, tapi ada juga yang jualan karpet, sampai es krim dan kebab.

Hebat sekali memang pemilik toko ini. Ia membagi roti berukuran raksana. Disebut sesame bread, tentu saja artinya roti wijen, hampir seukuran roti buaya Betawi, yang bisa dipotong-potong. Masih ditambah jus jeruk.

Setelah itu, tentu sungkan bila kami tak belanja barang magnet atau gantungan kunci, yang katanya sudah dilabelin diskon khusus.

Selamat hayati makna roti hidup, dari Sang Penebus!

One Reply to “Jerusalem: Merasakan Via Dolorosa di Jalur Sebenarnya”

  1. Mr.Jojo…trims infonya, yg sangat bermanfaat….mengingatkan kisah kasih 2 minggu lalu..di Tanah Terjanji

Leave a Reply

Your email address will not be published.