Beberapa situs suci masih menanti untuk dikunjungi di Yerusalem.
Jerusalem, bahasa Inggrisnya. Terdengar lebih ‘keren’ dari Yerusalem. Salah satu situs suci yang membuat kami kembali melompat dari bus yakni Taman Getsemani. Masih berlokasi di seberang Lembah Kidron, tepatnya di kaki Bukit Zaitun atau Mount of Olives. Getsemani sendiri berarti ‘tempat pemerasan minyak’ atau ‘kilang zaitun’.
Di situlah, Yesus mengeluarkan kalimat yang sangat terkenal.
”Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari pada-Ku;
tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi.”
Ia Allah seratus persen. Tapi juga manusia seratus persen. Yang jeri pada maut.
Adapun lokasi Taman Getsemani, tempat Yesus berdoa dan mencucurkan keringat darah membayangkan kematian keesokan hari, telah berubah menjadi gereja. Namanya ‘Church of All Nations’. Gereja Segala Bangsa.
Gereja Segala Bangsa, atau juga dikenal sebagai Gereja atau Basilika Agony adalah sebuah Gereja Katolik Roma yang terletak di Bukit Zaitun di Yerusalem, tepatnya di samping Taman Getsemani.
Gereja Segala Bangsa dibangun oleh arsitek Italia yang bernama Antonio Barluzzi pada tahun 1919-1924. Gereja ini dibangun di atas gereja pertama yang bergaya Byzantium yang dibangun pada abad ke 4 masehi dan kemudian dihancurkan oleh Bangsa Persia pada tahun 614 dan kemudian dibangun kembali oleh Serdadu Perang Salib tetapi kemudian dihancurkan kembali.
“Di dalam gereja ini terdapat sebuah batu yang diyakini sebagai tempat di mana dahulu Yesus pernah berdoa di Taman Getsemani pada malam sebelum Dia dikhianati oleh Yudas Iskariot,” kata Jeries Farah, pemandu wisata kami.
Diberi nama Gereja Segala Bangsa karena pembangunan gereja ini dibiayai oleh 12 bangsa (negara) di dunia yang kemudian ditandai dengan lambang-lambang dan kubah gereja. Selain memiliki nama sebagai gereja segala bangsa, gereja ini juga dikenal sebagai Gereja Agony yang artinya rasa sakit atau derita Yesus dialami di sana. Oleh karena itu interior gereja ini berkesan agak gelap guna disesuaikan dengan arti nama gereja tersebut.
Anakan Pohon Zaitun Sang Penyaksi
Yang menarik, di samping gereja ini ada sekumpulan pohon zaitun. Termasuk di antaranya satu pohon yang mendapat perlakuan atau perawatan khusus. Diberi kawat dan tampilan istimewa. National Geographic Kompas Gramedia menulis, pohon zaitun ini dipercaya merupakan anakan dari pohon zaitun yang hidup di Taman Getsemani, Jerusalem, Israel, saat Yesus berdoa sebelum disalib tetap kokoh berdiri meski sudah berusia 900 tahun.
Untuk mempelajari asal-muasalnya, studi dilakukan tim dari National Research Council Italia bersama berbagai perguruan tinggi Italia selama tiga tahun. Tim menyelidiki delapan pohon zaitun yang berlekuk-lekuk kasar di Taman Getsemani, yang salah satunya menjadi situs suci bagi umat Kristen.
Dari delapan pohon zaitun, tiga di antaranya diperkirakan ada sejak pertengahan abad ke-12. Akar yang di dalam tanah tentunya diperkirakan berusia lebih tua lagi.
“Zaitun ini menjadi salah satu pohon berdaun yang tertua di dunia. Tanaman dengan usia yang lebih tua belum pernah dilaporkan dalam literatur ilmiah,” kata ketua tim penelitian, Antonio Cimato, dari CNR Tree and Timber Institute di Florence.
Berdasarkan penanggalan karbon, pohon-pohon ini berasal dari tahun 1092, 1166, dan 1198. Periode saat Tentara Salib terlibat dalam rekonstruksi gereja secara besar-besaran di Tanah Suci yang kemudian dibangun kembali menjadi Basilica of Gethsemane di Jerusalem.
Tim peneliti juga mengungkapkan adanya kemungkinan taman zaitun pernah mengalami penyusunan ulang dan direnovasi selama rekonstruksi gereja dilakukan. Bukannya tidak mungkin hal ini dapat terjadi karena pohon zaitun dapat tumbuh kembali meskipun telah ditebang, bahkan dibakar sekalipun.
DNA dari delapan pohon mengungkapkan bahwa semuanya saling berkaitan ke satu pohon yang usianya lebih tua.
“Dari delapan pohon zaitun, semuanya memiliki profil genetik yang serupa. Ini artinya mereka merupakan zaitun kembar. Semua anak-anak mereka dari satu spesimen,” kata Cimato.
Fakta tersebut memunculkan pertanyaan, apakah parental dari delapan pohon zaitun tersebut adalah pohon yang menjadi tempat Yesus berdoa di Taman Getsemani hingga berkeringat darah sebelum disalib seperti yang dideskripsikan dalam Injil Lukas?
“Menemukan pohon aslinya (parental) tidak mungkin,” kata Climato. Satu hal lain yang mengagumkan, meskipun telah mencapai 900 tahun, pohon zaitun ini tetap sehat dan berkembang tanpa terkontaminasi polusi dan bakteri. Tanaman ini juga mampu menghalau serangga dan proliferasi bakteri.
“Saya menyebut fenomena ini sebagai sebuah keajaiban kecil,” ungkap Cimato.
Nah, kan… sains aja menyebut bahwa kisah Yesus itu bukan fiksi. Saksinya, meski anakan, masih ada di lokasi yang sama!