Di Mesir, kami mencheck list tujuan ziarah: Gunung Sinai. Tapi tak jadi hiking.
Menjelang perjalanan Holyland Trip ke lima negara ini (UEA, Yordania, Israel, Palestina, dan Mesir), kami sudah mendapat wejangan. Terutama terkait destinasi Gunung Sinai di Mesir.
“Yang mau naik ke Gunung Sinai, siapkan senter,” demikian yang disampaikan Joppy Taroreh, tur leader dari Holy Global Tour.
Kami pun disarankan mempersiapkan fisik. Baik karena perjalanan ‘loncat-loncat’ dari hotel dan bus di pagi hari, dan juga terutama bayangan akan mendaki Gunung Sinai.
Mount Sinai, atau dalam Bahasa Arab disebut ‘Jabal Musa’ merupakan gunung setinggi 2.285 meter di kawasan Peninsula Sinai, Mesir. Di gunung inilah, Nabi Musa menerima Hukum Taurat atau Sepuluh Perintah Allah.
Di Sinai pula, dalam perjalanan keluar dari Mesir menuju Tanah Terjanji, umat Israel kehilangan kesabaran karena menunggu Musa yang 40 hari 40 malam bertemu Allah di puncak gunung. Saat itu, hanya Musa dan asistennya, Yosua, yang boleh mendekat ke ‘gunung Allah’. Sementara kakaknya, Harun, bersama Nadab, Abihu, dan 70 pemuka Israel lain menunggu di bawah.
Lebih sebulan tak turun, bangsa Israel hilang sabar. Kitab Keluaran 32 menulis,
Ketika bangsa itu melihat, bahwa Musa mengundur-undurkan turun dari gunung itu, maka berkumpullah mereka mengerumuni Harun dan berkata kepadanya: “Mari, buatlah untuk kami allah, yang akan berjalan di depan kami sebab Musa ini, orang yang telah memimpin kami keluar dari tanah Mesir–kami tidak tahu apa yang telah terjadi dengan dia.”
Lalu berkatalah Harun kepada mereka: “Tanggalkanlah anting-anting emas yang ada pada telinga isterimu, anakmu laki-laki dan perempuan, dan bawalah semuanya kepadaku.”
Lalu seluruh bangsa itu menanggalkan anting-anting emas yang ada pada telinga mereka dan membawanya kepada Harun. Maka mereka melepaskan anting-anting emas masing-masing dan membawanya kepada Harun.
Mereka mengumpulkan semua anting-anting emasnya dan membawanya kepada Harun. Diterimanyalah itu dari tangan mereka, dibentuknya dengan pahat, dan dibuatnyalah dari padanya anak lembu tuangan. Kemudian berkatalah mereka: “Hai Israel, inilah Allahmu, yang telah menuntun engkau keluar dari tanah Mesir!”
Saat Musa turun dari atas membawa dua loh batu yang ditulis oleh tangan Allah sendiri, ia kaget bukan kepalang melihat yang terjadi.
Ketika Yosua mendengar suara bangsa itu bersorak, berkatalah ia kepada Musa: “Ada bunyi sorak peperangan kedengaran di perkemahan.”
Tetapi jawab Musa: “Bukan bunyi nyanyian kemenangan, bukan bunyi nyanyian kekalahan–bunyi orang menyanyi berbalas-balasan, itulah yang kudengar.”
Dan ketika ia dekat ke perkemahan itu dan melihat anak lembu dan melihat orang menari-nari, maka bangkitlah amarah Musa; dilemparkannyalah kedua loh itu dari tangannya dan dipecahkannya pada kaki gunung itu.
Sesudah itu diambilnyalah anak lembu yang dibuat mereka itu, dibakarnya dengan api dan digilingnya sampai halus, kemudian ditaburkannya ke atas air dan disuruhnya diminum oleh orang Israel.
Pemandu wisata kami, Atef Nafea menunjuk sebuah bukit di Sinai yang diyakini mirip rupa lembu.
“Itulah patung lembu emas yang dilempar Musa dalam murkanya,” kata Atef.
Sayang, karena waktu mepet, kami tak jadi naik ke puncak Sinai. Voting di bus membuat kami hanya berfoto di lereng Sinai. Dua jam kami tempuh dari Taba, dan masih dua jam lagi menuju kota selanjutnya: Sharm El Sheikh.
Di antara Taba menuju Sinai, kami makan siang di restoran Korea di tengah gurun pasir itu. Daerahnya namanya Nuweiba. Lalu kami lewat Midian, kota asal Yitro, mertua Musa, yang anaknya, Zipora, dinikahi Musa. Di Midianlah Musa melarikan diri selama 40 tahun setelah membunuh seorang pria berkewarganegaraan Mesir.
Jelang jam dua siang, sampailah di kaki Sinai. Kami menuju lereng menggunakan sedan tua. Rombongan lain naik mobil serupa angkot. Pikiran saya melayang kepada kendaraan-kendaraan perang.
Di Sinai kami berpose di area Biara Santa Katharina.
Inilah keuskupan terkecil dan biara Yunani Ortodox tertua di dunia, di mana tersimpan banyak koleksi ikon dan karya tulisan. Sejarah tempat ini berawal ketika tahun 330, Helena, ibu dari Kaisar Constantine, memerintahkan untuk membuat kapel kecil di tempat di mana semak menyala tapi tidak terbakar, pada waktu Musa dipanggil Allah.
Kapel itu didedikasikan untuk Perawan Maria. Tahun-tahun selanjutnya, di satu sisi ada banyak perkembangan kekristenan di biara termasuk banyaknya sumbangan berharga.
Namun, di sisi lain, hal itu memicu timbulnya penyerangan dan pembunuhan yang dilakukan oleh suku-suku nomaden gurun pasir dan puncaknya di Abad 5-6, hingga Kaisar Justinian tahun 530 memerintahkan pembangunan basilica yang lebih besar dan kuat, dilengkapi benteng yang mengelilingi gereja, yang masih dapat dilihat sampai kini, dan dinamakan The Church of Transfiguration.
Catharina atau Katarina terlahir dari keluarga kaya dan terhormat sebagai Dorothy di akhir tahun 200. Puteri ketiga dari Raja Costus di Mesir Alexandria. Dibaptis sebagai Katolik, dan walaupun beberapa kali mengalami aniaya, ia tidak pernah menyangkal imannya, hingga kepalanya dipenggal pada 25 November 305.
Menurut legenda, ketika Katarina mati sebagai martir, yang keluar dari lukanya adalah susu, bukan darah.
Konon, dia memprotes penganiayaan terhadap orang-orang Kristen di bawah Kaisar Romawi Maxentius —yang istri dan beberapa tentaranya dia pertobatkan saat dipenjara.
Santa Katarina dari Alexandria mengalahkan para sarjana paling terkemuka yang dipanggil olehMaxentius untuk menentangnya dalam perdebatan mempertahankan kebenaran iman.
Merasa terdesak, Mexentius menangkap dan memenjarakan dia.Namun, Santa Katarina tak pernah mau takluk pada Manxetius yang diam-diam mengincar kemolekan tubuhnya.
Merasa tak ada jalan lain untuk menaklukkan Santa Katarina, Kaisar Mazentius menjatuhi hukuman mati atasnya.
Mula-mula , Katarina hendak disika menggunakan roda berduri. Tapi, roda berduri di mana dia akan dibunuh pecah ketika dia menyentuhnya. Peristiwa ini menimbulkan istilah roda Katarina. Akhirnya, para serdadu mengambil pedang lalu memenggal lehernya.
Tidak diketahui dengan pasti, bagaima jasad Santa Katarina dari Alexandria iperlakukan. Namun, menurut legenda pula, setelah kematiannya, para malaikat diduga membawa tubuhnya nan harum ke Gunung Sinai.
Kawasan Santa Katarina ditetapkan UNESCO sebagai situs warisan dunia sejak 2002, Sebagai kota modern kecil berpenduduk tak sampai 10 ribu orang, Saint Catharine City punya sekolah tinggi, rumah sakit, polisi, dinas pemadam kebakaran, dan juga beberapa hotel kecil.