Titik Nol IKN

Dua jam perjalanan dari Balikpapan. Dua jam di Titik Nol di IKN. Dua jam balik lagi ke Balikpapan.

Serba dua jam Itulah cerita perjalanan saya ke Titik Nol Ibu Kota Negara (IKN) ‘Nusantara’, bulan lalu. Lokasinya di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.

Perjalanan menuju IKN dimulai dengan menuju arah keluar Balikpapan menuju ibu kota Provinsi Kaltim, Samarinda. Sebelumnya, perjalanan Balikpapan-Samarinda bisa ditempuh sampai 4 jam, untuk jarak sekitar 100 km. Dengan Tol Balsam karya Presiden Jokowi ini, durasi tempuh bisa dipangkas separuhnya.

Namun, setelah Jokowi memutuskan lokasi IKN ada di sebagian Kabupaten Kutai Kartanegara dan sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, ada yang memlesetkan akan ada tol baru.

Nama Tolnya ‘Bonus Sambal Terong Pedas’. Bontang-Nusantara-Samarinda-Balikpapan-Tenggarong-Penajam dan Sepaku. Hahahaha…

Dari tol Balsam, sejam kemudian kami keluar di Kilometer 33, Samboja. Melewati Kawasan Wisata Bukit Bangkirai. Pulangnya kami lewat Gerbang Tol Karang Joang.

Jarak Kota Balikpapan dan Penajam Paser Utara, sejauh 76,6 km. Kedua kota inidipisahkan oleh Teluk Balikpapan, sehingga seringkali perjalanan darat tidak dapat sepenuhnya dilakukan karena perjalanan harus menyeberangi Teluk Kalimantan yang terhubung dengan laut lepas. Jadi opsinya, naik speedboat, kapal klotok, feri, atau memutar lewat jalan darat begini.

Mengubah Ibu Kota Negara bukan hal mudah. Sejak era Presiden pertama Soekarno sudah pernah ada rencana memindahkan ibu kota dari Jakarta. Keputusan diambil dengan cara yang unik.

Pada suatu malam dalam sebuah pertemuan, Soekarno mengambil mangkuk putih di depan peta besar Kalimantan. Kemudian menaruh mangkuk itu ke tengah-tengah peta. Soekarno lalu berkata di hadapan semua orang, ”Itu Ibu Kota RI”, sambil menunjuk satu peta di tepi Sungai Kahayan.

Tata Kota Palangkaraya dirancang dengan memadukan transportasi darat dan sungai serta menjadikan Sungai Kahayan sebagai urat nadi kota. Soekarno juga ingin Kahayan secantik sungai-sungai di Eropa.

Proses pembangunan jalan dilakukan dengan mengeruk tanah gambut kemudian dilakukan pengerasan. Namun, proyek jalan baru dibangun 40 km dari rencana awal 174 km berhenti akibat pergolakan politik di Jakarta pada Oktober 1965.

Lain lagi kisah penerusnya. Presiden daripada Soeharto telah merilis sebuah Keputusan Presiden Nomor 1/1997 tertanggal 15 Januari 1997 tentang Koordinasi Pengembangan Kawasan Jonggol sebagai Kota Mandiri.

Ketika proyek itu mulai berjalan, pada akhir tahun 1997, krisis moneter menjangkiti Indonesia. Gerakan anti Soeharto, yang lalu disebut Gerakan Reformasi, menguat menjelang Mei 1998. Rencana menjadikan Jonggol sebagai kota mandiri dan ibukota negara pun tinggal mimpi.

Kini, upaya menggeser ibu kota negara dari Jakarta menemukan keseriusannya di era presiden ketujuh, Jokowi. Lokasinya sudah ditetapkan: di sebagian Kabupaten Kutai Kartanegara dan sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Undang-undangnya pun sudah disahkan: UU No 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara.

Ada sejumlah alasan yang mendasari pemerintah memindahkan ibu kota dari Jakarta ke Kaltim, mulai dari pemerataan ekonomi hingga populasi.

“Memang butuh keberanian, ada risikonya dari situ, tapi kita tahu kita ingin pemerataan bukan Jawa-sentris, tapi Indonesia-sentris,” kata Jokowi.

Jokowi mengungkap, saat ini, 58 persen produk domestik bruto (PDB) ekonomi atau perputaran uang ada di Pulau Jawa. Padahal, Indonesia memiliki lebih dari 17.000 pulau. Masyarakat berbondong-bondong ingin tinggal di Pulau Jawa, khususnya Jakarta, karena daya tarik ekonominya tinggi.

Harapannya, memindahkan ibu kota negara ke Kalimantan Timur dapat menjadi magnet baru ekonomi, sehingga perputaran uang tidak hanya berpusat di Jakarta atau Pulau Jawa saja.

“Bukan sekadar pindahkan gedung dari Jakarta, bukan itu, visi besarnya bukan di situ. Kalau magnetnya tidak hanya Jakarta, ada Nusantara, magnetnya ada dua bisa ke sana, bisa ke sini. Artinya perputaran ekonomi tidak hanya di Jawa,” kata Jokowi.

Berbicara pada Perayaan Puncak Dies Natalis ke-60 GAMKI di Balikpapan, Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan membantah rumor bahwa proyek pemindahan ibu kota kesulitan dana.

“Saya sudah bertemu Mohammed Bin Salman, putera mahkota Kerajaan Arab Saudi, yang menyatakan akan berinvestasi sangat besar. Selain itu, Uni Emirat Arab melalui Indonesian Investment Fund juga menyiapkan investasi 20 miliar Dolar AS,” kata Luhut.

Ia menggarisbawahi, ibu kota baru Nusantara diperuntukkan bagi generasi muda yang menikmatinya di masa mendatang. Bentuknya tak akan kalah dengan pembangunan kota modern Neom di Arab Saudi, Dubai di Uni Emirat Arab, serta Shenzhen di Tiongkok.

“IKN will be ‘world-class city for all’. Sudah banyak pihak memberi hormat atas konsep kita membangun ibu kota baru,” kata Luhut.

Ibu Kota baru adalah visi besar pemimpin negara ini dari masa ke masa. Saatnya, kita dukung dan kawal bersama. Kalau Nigeria, Malaysia, Myanmar, Pakistan, Kazakhstan, Brasil, Australia, hingga Amerika Serikat bisa, mengapa kita tidak?

Selayaknya, gereja dan umat Tuhan mendukung visi besar pemindahan ibu kota ini.

  • Dimuat di Majalah Gaharu edisi Juli 2022

Leave a Reply

Your email address will not be published.