Akhir-akhir ini demen menggunakan bis pengumpan TransJakarta. Mengingatkan pada keseharian di Belanda 12 tahun silam.
Rutinitas saya keseharian ke kantor di kawasan Kebon Sirih biasanya menggunakan dua moda transportasi. Bus Trans Jakarta atau Kereta Rel Listrik. Sudah jarang sekali bawa kendaraan pribadi kecuali kepepet.
Pilihan pakai TJ karena lokasi halte cukup dari rumah. Halte awal Puri Beta. Jaminan dapat tempat duduk. Tapi, perjalanannya lumayan muter-muter Jakarta.
Sementara itu, opsi menggunakan KRL lebih karena saat sudah jalan, tak butuh lama untuk sampai stasiun tujuan. Meski jarak dari rumah menuju Stasiun Jurangmangu alias stasiun pemberangkatan bisa dikatakan dua kalinya jarak dari rumah ke Halte Trans Jakarta Puri Beta.
Semua ada plus dan minusnya.
Nah, baik turun dari TJ di Halte Bank Indonesia maupun perhentian akhir KRL di Stasiun Tanah Abang, masih butuh effort lagi untuk sampai ke kantor saya.
Dulu sih, pilihan gampangnya adalah pesen GoJek motor. Atau kadang jalan kaki dari Kebon Sirih BI ke Kebon Sirih MNC.
Nah, beberapa saat terakhir saya terhenyak. Ternyata ada opsi lain nih. Bus feeder Trans Jakarta. Jurusan 1 H. Dari Tanah Abang lewat Bank Indonesia menuju MNC Center kawasan Stasiun Gondangdia. Harganya sama. Rp 3.500 dibayar pakai uang elektronik.
Nyaman, tanpa pengamen pencopet, ber-AC, dan sampai tujuan tak terlalu lama. Murah, sudah pasti.
Perjalanan bus menuju tempat kerja ini mengingatkan saat travelling dari Hotel Bussum, menuju lokasi kursus selama hampir tiga pekan di Radio Nederland, Hilversum, 2010 lalu.
Saatnya memang, kota besar punya transportasi publik yang bisa diandalkan dan memudahkan warganya.
Dankjewel, Jakarta…