Bontang termasuk kota yang berada di tepi laut. Batas sebelah timur yakni Selat Makassar, yang menghubungkan Pulau Kalimantan dan Sulawesi. Tak salah, ikan jadi santapan utama.
Malam itu, dari Hotel Bintang Sintuk di kawasan Pupuk Kaltim kami mencari makanan khas. Pilihan jatuh mencari ikan segar. Awalnya singgah ke rumah makan Kenari. Tapi tutup. Padahal, konsepnya menarik. Ada outdoornya.
Kami pun direkomendasikan pengemudi mobil sewaan ke Rawa Indah. Ya, sekilas mirip Muara Angke di Jakarta.
“Bedanya, kalau di tempat-tempat lain makan ikannya dihitung berdasar kiloan, di sini Anda tunjuk langsung tahu harganya,” kata Amirudin, salah satu driver kami.
Saya sengaja memisahkan diri dari rombongan. Malam itu, saya masih harus mengulik draft siaran pers kegiatan siang harinya di GOR PKT. Duduk menyendiri, mencari meja yang dekat colokan listrik, saya merasakan benar ucapan Pak Amir.
Yang unik, dalam kealienasian saya bekerja sementara yang lain makan, saya sangat membutuhkan akses internet. Padahal, iphone lawas saya kerap tak bisa memberikan layanan tethering dengan baik.
Cling, luar biasa, di saat seperti itu, saya bisa mendapat fasilitas internet gratis dari wifi Bontang yang kecepatannya sat set sat set… Luar biasa benar kota industri dan perdagangan ini.
“Sudah, Bu, saya pesan yang sederhana, saja. Yang penting jangan terlalu lama dan panas bikinnya,” kata saya di depan pemilik warung Haji Farel. Tunjuk satu ikan, saya sudah dapat info, harganya Rp 40 ribu, termasuk nasi. Tambah krupuk dan kelapa muda satu batok, total hanya Rp 65 ribu.
Kalau ke Bontang, jangan lupa ke Rawa Indah. Raskan langsung ikan segar dengan harga bersahabat.