Meski diluncurkan delapan tahun lalu, ilustrasi yang disampaikan Bank Dunia untuk menggambarkan ketimpangan di Indonesia masih terasa relevansinya. Dalam laporan berjudul ‘Dewi and Putri: How Inequality Separates Two Girls from Indonesia’, disebutkan ada dua anak perempuan lahir pada saat yang sama. Seorang bernama Dewi, satunya lagi Putri.
Bedanya, keluarga Dewi termasuk dalam kelompok 10 persen teratas warga dengan pendapatan tertinggi di Indonesia. Sebaliknya, orangtua Putri berada di golongan 10 persen pendapatan terendah, bagian dari 26 juta orang Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan. Ketimpangan di antara dua perempuan itu terjadi bahkan sebelum mereka dilahirkan, dan selanjutnya menentukan masa depan mereka.
Ibu Putri masuk dalam kategori 40 persen orangtua miskin yang melahirkan tanpa bantuan tenaga medis profesional, dan tak mampu mendapatkan nutrisi cukup saat saat hamil, sehingga Putri lahir dengan kondisi berat badan tak ideal (underweight). Sementara itu, Ibu Dewi rajin memeriksakan kehamilannya ke dokter dan mendapat asupan gizi cukup sehingga Dewi lahir dengan berat badan yang layak.
Hal itu berlanjut pada masa pertumbuhannya, Pada dua tahun pertama kehidupan, Dewi masuk di antara 80 persen perempuan berkecukupan yang mendapatkan imunusasi lengkap, sedangkan Putri tak dapat melengkapi imunisasinya. Dalam kesehariannya, Dewi hidup dengan keluarga yang memiliki toilet dan air bersih. Sementara Putri, karena tak mendapatkan akses sanitasi cukup, kerap mengalami diare, yang membuatnya kerap dirawat di rumah sakit dan mengalami stunting.
Perkembangan linear terus terjadi. Dewi mampu mengikuti pendidikan taman kanak-kanak, sampai kemudian menempuh sekolah dasar, sekolah menengah dan pendidikan tinggi berkualitas. Ujungnya, Dewi mendapatkan pekerjaan yang memberinya gaji sangat layak.
Di sisi lain, tingginya biaya pendidikan membuat Putri hanya mampu menamatkan sekolah dasar dan kemudian membantu orangtuanya bekerja. Akhirnya, Putri dewasa bekerja di sektor informal yang tentu saja memberinya gaji kecil dan minimnya jaminan sosial. Siklus hidup itu terus berlangsung saat Dewi dan Putri berumahtangga dan melahirkan anak-anak mereka dalam kondisi yang sangat kontras.
Selengkapnya di