Memasuki tahun 2023, Program Kartu Prakerja menjalankan ‘Skema Normal’, artinya program ini tak lagi bersifat semi-bansos seperti yang sudah dilaksanakan sebelumnya sekak 2020 hingga 2022. Pada tahun ini, Program Kartu Prakerja fokus sebagai beasiswa pelatihan untuk pengembangan keterampilan angkatan kerja. Beasiswa pelatihan dinaikkan, sementara insentif diturunkan. Secara total, jumlah nilai manfaat yang diterima peserta lebih tinggi dari sebelumnya, yakni dari Rp 3,5 juta menjadi Rp 4,2 juta.
Penjelasan itu disampaikan Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja Denni Puspa Purbasari dalam dialog Kominfo Newsroom GPR TV, baru-baru ini.
“Karena program ini tidak lagi bersifat semi bansos, maka semua penerima bantuan sosial sebelumnya, apakah itu PKH, BPUM, BSU dan lain-lain sudah boleh mengikuti Program Kartu Prakerja,” kata Denni.
Dengan prioritas Program Kartu Prakerja pada peningkatan keterampilan angkatan kerja, maka standar pelatihan ditingkatkan secara signifikan, dengan bidang pelatihan akan difokuskan sesuai kebutuhan lapangan kerjaan ini.
Denni menegaskan, pasar tenaga kerja memiliki dua sisi, yakni sisi permintaan dan penawaran. Program Kartu Prakerja membekali angkatan kerja pada sisi penawaran (supply), sedangkan sisi permintaan (demand) atau lowongan kerja, bukan berada pada kontrol Program Kartu Prakerja. Hal seperti itu dilakukan dengan program-program yang mendorong investasi, sehingga bisa menciptakan lapangan kerja lebih besar. “Meskipun Program Kartu Prakerja juga mendorong kewirausahaan yang artinya menciptakan lowongan kerja dan entrepreneur-entrepreneur muda,” urainya.
Doktor ekonomi lulusan University of Colorado at Boulder Amerika Serikat ini mengingatkan, ketika berbicara resesi atau stagnasi ekonomi, jangan hanya berpikir kekinian. Yang namanya disrupsi dalam dunia kerja adalah keniscayaan dan karenanya akan terjadi semakin cepat dan sering. “Disrupsi bisa terjadi karena Covid-19 kemarin. Banyak pekerjaan tiba-tiba hilang, tapi banyak juga pekerjaan baru muncul, misalnya terkait kesehatan maupun dunia digital. Juga disrupsi akibat teknologi, yang terjadi sebelum pandemi,” paparnya.
Untuk itulah, terkait resesi yang akan merundung dunia, kita harus bersiap. Denni menekankan, Program Kartu Prakerja memberikan akses kepada angkatan kerja untuk mampu membekali dirinya dengan skill-skill baru agar lebih adaptif dan ‘resiliance’. “Misalnya ada unit-unit dalam perusahaan tiba-tiba ditiadakan dan unit lain muncul, atau tantangan perusahaan berubah, maka seharusnya angkatan kerja siap dan memiliki daya lenting kuat sehingga fleksibel mengambil kesempatan yang terbuka,” ujarnya.
Selain itu, Program Kartu Prakerja juga memberikan bekal kewirausahaan, serta pengembangan skill bukan hanya bagi pencari kerja, tapi juga bagi pekerja eksisting. Tujuannya agar angkatan kerja senantiasa relevan dan siap dengan tantangan kerja ke depan.
Terkait upaya mengantisipasi resesi dengan peningkatan kompetensi diri, Denni mengingatkan bagi para pekerja di pabrik-pabrik, ada juga program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), pelatihan-pelatihan di Balai Latihan Kerja, Balai Diklat, dan lain sebagainya. “Pemerintah punya banyak program, silakan cari dan ambil kesempatan untuk membekali diri,” jelasnya.
Denni menyatakan, Indonesia merupakan negara besar, yang memproduksi banyak hal, dari pertanian, manufaktur, dan jasa. Karena itu, pelatihan-pelatihan di Program Kartu Prakerja dipertajam kepada pekerjaan-pekerjaan yang dibutukan di masa depan. “Bidang-bidang ini telah dikaji lembaga-lembaga internasional dan Kemenko Perekonomian serta Bappenas,” ungkapnya.
Spesifikasi bidang yang dibutuhkan itu ada di Laporan Indonesia’s Occupational Tasks and Skills (Bank Dunia dan Bappenas), Critical Occupation List (Bank Dunia dan Kemenko Perekonomian), Indonesia’s Online Vacancy Outlook (Bank Dunia dan Pemerintah Australia), serta The Future of Jobs Report (World Economic Forum). “Kami juga melibatkan dunia usaha dan dunia industri untuk memastikan relevansi pelatihan-pelatihan yang diberikan,” tambahnya.
Sektor-sektor yang menjadi perhatian dalam pelatihan Kartu Prakerja antara lain terkait manajemen bisnis dari hulu ke hilir. Misalnya sejak riset pasar, pengadaan barang jasa, hingga pengelolaan SDM dan penjualan produk. Selain itu, juga pelatihan terkait data, general office, operasi mesin, engineering, housekeeping, kerajinan tenun, batik, anyam-anyaman, jasa perorangan, pertanian, dan lain-lain.
“Terkait TKI, ternyata lebih dari tujuh persen penerima Kartu Prakerja adalah orang-orang yang tertarik bekerja ke luar negeri, serta mereka yang pernah bekerja di luar negeri. Kami siapkan pelatihan yang relevan bagi mereka yang ingin bekerja di luar negeri, misalnya sektor hospitality, perhotelan, dan bahasa asing,” urai Denni.
Anggaran Kartu Prakerja pada 2023 sudah ada Rp 2,67 triliun yang dipersiapkan untuk 595 ribu penerima manfaat. Padahal, Komite Cipta Kerja mentargetkan tahun ini ada 1 juta peserta program. “Sehingga masih akan dianggarkan untuk 400-an ribu calon peserta lagi senilai Rp 1,67 triliun melalui anggaran di Kementerian Keuangan,” terangnya.
Sesuai Keputusan Menko Perekonomian, pada 2023 ini setiap peserta Kartu Prakerja mendapat Rp 600 ribu insentif untuk biaya transportasi atau internet, Rp 3,5 juta untuk beasiswa pelatihan, serta insentif survei dengan total Rp 100 ribu. Dengan demikian, setiap peserta mendapat alokasi Rp 4,2 juta.
“Harapannya, setiap peserta bisa memanfaatkan pelatihan seoptimal mungkin sehingga saldo pelatihannya habis. Jika tidak, maka saldo pelatihan tersisa akan ditarik kembali ke Rekening Kas Umum Negara,” ungkapnya.
Denni menerangkan, baik Survei Evaluasi Program Kartu Prakerja maupun survei-survei yang dilakukan lembaga independen seperti Cyrus Network menunjukkan bahwa sepertiga penerima Kartu Prakerja yang sebelum menjadi peserta program belum bekerja kini sudah mendapatkan pekerjaan, baik sebagai wirausahawan, freelancer maupun sebagai karyawan perusahaan.
Selain itu, riset Impact Evaluation dari J-PAL South East Asia dan Rumah Presisi Indonesia menunjukkan bukti bahwa peserta Kartu Prakerja memiliki 18 persen peluang mendapatkan pekerjaan, serta 30 persen peluang kebekerjaan bagi pelaku wirausaha.
Selengkapnya di