RUBRIK: PERJALANAN
Israel-Palestina: Kami Saling Membutuhkan, Konflik Ini Tak Ada Artinya’
Maret 2023, situasi Tepi Barat kembali memanas. Konflik Israel-Palestina kembali jadi berita. Juga terkait rencana kedatangan tim sepakbola Israel U-20 dalam Piala Dunia U-20 yang bulan depan digelar di Indonesia. Saya teringat perjalanan ke dua tempat itu. Sama sekali bukan konflik agama.
Satu pertanyaan sebelum dan saat menginjak ‘Holyland’ adalah bagaimana situasi konflik dan keamanan di sana.
Pada pertemuan zoom dua pekan sebelum berangkat, saya bertanya kepada seseorang yang kemudian kami kenal sebagai tour leader kami. “Bagaimana keamanan di sana, mengingat tensi Israel dan Palestina meningkat terutama sejak serangan tentara Israel ke Masjidil Aqsa 15 April lalu?”
Saat itu, ketegangan makin tinggi dengan tewasnya jurnalis Palestina Aljazeera berkebangsaan Palestina, Shireen Abu Akleh.
Dalam pertemuan itu, pemimpin tur kami Joppy Taroreh menjawab, bahwa situasinya sangat safe. Konflik tidak terjadi setiap hari. Dan rombongan peziarah pun tidak lewat daerah rawan pecah perang.
Benar. Di sana, tiga malam kami menginap di Betlehem, masuk wilayah Palestina, dan semua baik-baik saja.
Wilayah Palestina terbagi menjadi dua entitas politik, yaitu Wilayah Pendudukan Israel dan Otoritas Nasional Palestina. Daerah itu meliputi Tepi Barat, Jalur Gaza, Dataran Tinggi Golan dan, hingga tahun 1982, Semenanjung Sinai. Bangsa Kan’an membangun kurang lebih 200 kota dan desa di Palestina seperti Pisan, Alqolan, Aka, Haifa, Bi’ru Al Shaba, dan Betlehem. Kota besar Kan’an saat itu adalah Shekeem dan diikuti wilayah yang masih bisa ditemui sekarang adalah Asdod, Acco, Gaza, Al-Majdal. Jagga, Askelan, Ariha, Yerikho, dan Bisan.
Adapun status Yerusalem masih menjadi sengketa kedua pihak. Palestina menyatakan beribukota di Yerusalem Timur, dengan pusat pemerintahan di Ramallah, Tepi Barat. Sementara Amerika Serikat mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan era Donald Trump memindahkan kedubesnya dari Tel Aviv ke ‘Kota Daud’.
Selama empat hari tiga malam di Saint Joseph Hotel, Betlehem, bus Mercedez Irizar kami selalu melewati pos lintas batas Betlehem ke dan dari arah Yerusalem. Semua fine fine saja. Tak ada pemeriksaan macam-macam. Bak lewat portal kampung Anda itu lho….
Anda bisa lihat di foto bergrafiti Nelson Mandela, Grafiti Mandela itu terletak di tembok yang membatasi Palestina dan Israel. Mirip Jokteng, pojok beteng di Jogja.
Pagi pertama di Betlehem, guide lokal Jeries Farah dari EO lokal Eternity Tour mengajak kami mampir di toko souvenir milik keluarga Katolik di kota itu. “Kasihan sekali mereka. Selama dua tahun tak ada turis akibat pandemi, tak ada penghasilan, tak ada tunjangan. Kalau kami di Israel, masih dapat tunjangan dari pemerintah. Israel negara yang sangat makmur, Bapak, Ibu,” kata Jeries.
Jeries berterusterang, ia punya kerabat yang punya toko souvenir di Nazaret, Israel. Tapi ia tak mengarahkan rombongan tur ke sana. Baginya, lebih baik peserta tur “mensubsidi” hidup saudara seiman di wilayah Palestina.
Memang sih, setiap mau naik bus dari depan Hotel Betlehem, kami selalu dikepung pria-pria Arab warga lokal Palestina. Mereka menawarkan aneka cinderamata seperti kafiyeh atau syal khas Timur Tengah, magnet kulkas, gantungan kunci, dompet, tas dari kulit onta, dan lain lain.
Di sini saya harus bisa membedakan cara berterima kasih. Kalau lihat orang itu berperawakan Arab, saya ucapkan, “Syukran.”
Dijawab, “Afwan”.
Arti Syukran atau Syukron adalah terima kasih, sedangkan afwan adalah maaf. Meski tak berarti “sama-sama” secara harfiah, afwan bisa digunakan sebagai jawaban dari ucapan syukran dalam hubungan sosial.
Sementara kalau saya lihat lawan bicara kayaknya Yahudi, maka bilangnya, “Toda.” Aksennya seperti kita bilang. “Sudah.”
Jika seseorang mengucapkan terima kasih kepada Anda dalam bahasa Ibrani, Anda bisa membalasnya dengan mengucapkan “bevakasha” (בבקשה), yang berarti terima kasih kembali, atau “you’re welcome” dalam bahasa Inggris. Kata ini dilafalkan sebagai ‘bev-uh-kuh-shah’.
Pernah di sebuah toko saya salah ucap bilang, “Toda.” Langsung diralat oleh sang penjual cinderamata, “No, not Toda. Syukran…”
Jeries menekankan, konflik Israel dan Palestina ini murni ‘hanya’ masalah ideologi. Tak ada emas atau minyak bumi yang diperebutkan.
“Pada dasarnya Palestina dan Israel saling membutuhkan. Konflik ini tak ada artinya,” tegas Jeries.