Jersey Arseto

Klub legendaris di era Galatama. Bubar setelah datangnya gelombang reformasi.

Di masa Sekolah Dasar, saya mengikuti perkembangan sepak bola Indonesia, termasuk geliat Liga Sepak Bola Utama (Galatama). Saya tinggal di Surabaya, penggemar fanatik klub Niac Mitra. Sangat tangguh dan disegani, tapi juga pernah terlilit kasus suap.

Namun, ketika beberapa saat lalu jurnalis senior sahabat saya Sidiq Prasetyo dari Jawa Pos menawarkan order jersey Arseto -termasuk buku yang sedang dalam proses sentuhan akhir- saya mengiyakan.

Arseto sangat melegenda. Disebut sebagai kependekan dua anak Sigit Harjoyudanto, anak kedua mantan Presiden Soeharto. Dua anaknya itu Ari Sigit dan Aryo Sigit. Satu anaknya lagi perempuan: Eno Sigit. Tapi ada juga yang menyebut sebagai kependekan tokoh pewayangan Aryo Seto.

Arseto merupakan peserta pertama Galatama yang totalnya diikuti 14 tim. Termasuk Niac Mitra, Pardetex, Jayakarta, Jaka Utama, Indonesia Muda, Cahaya Kita, Buana Putra, Tidar Sakti, BBSA Tama, Tunas Inti, Warna Agung, Sari Bumi Raya, dan Perkesa 78. Dari Jakarta, markasnya kemudian pindah ke Solo, berkandang di Stadion Sriwedari.

Hadirnya reformasi dan gelombang anti Suharto membuat Arseto bubar. Kerusuhan terjadi saat laga melawan Pelita Jaya menjadi perpisahannya.

Kostum tim Juara Galatama 1992 dan Juara Antarklub ASEAN 1992 ini biru langit dengan bintang-bintang seperti Ricky Yacob, kiper Eddy Harto, Nasrul Koto, Eduard Tjong, Yunus Mochtar, Tonggo Tambunan, sampai era Rochy Putiray, Miro Baldo Bento, Sudirman, dan Agung Setyabudi.

Sepak bola Indonesia masa itu memang beda… Tanpa medsos, tapi tak kalah greget. Termasuk kedahsyatan tim ‘Laskar Kadipolo’ ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published.