Banaran Sky View

Memandang Kabupaten Semarang dari atas. Berteman sate taichan, onion ring, nasi rawa wader.

Selalu ada hal positif dari segala sesuatu. Dalam perjalanan ke Yogyajarta, Sabtu, 15 Juli 2023. Berawal dari hampir habisnya bahan bakar di jalan tol Semarang-Solo, akhirnya kemudi saya belokkan keluar tol Bawen.

Agak jauh juga ternyata mencari Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum di daerah tetirah di Kabupaten Semarang. Sepanjang jalan melihat banner-benner sahabat baik saya dari PKB, Fauqi Hapidekso, dan kemudian mengirimkan sapaan soal pemandangan itu.

Akhirnya, mungkin dua kilometer kemudian, menemukan SPBU cukup besar. Usai isi Pertamax full, kami kembali kea rah semula. Nanti pilihannya, kembali ke tol menuju Yogya via Solo, atau menyusuri Bawen-Secang-Magelang.

Saatnya, makan siang. Membuka intermittent fasting Sabtu itu. Mampirlah ke Kampung Kopi Banaran. Ternyata, ada spot menarik di sini, yakni Banaran Sky View. Mesti menanjak sedikit, dan membayar biaya masuk Rp 5 ribu per kepala.

Tapi, itulah, di atas kesusahan, selalu ada kesenangan. Setelah jalanan naik itu, kami tak rugi untuk duduk melihat pemandangan indah. Sesuai namanya, pemandangan langit. Kam makan siang kemarin bermenu nasi wader, nasi goreng seafood, dan sate taichan. Plus onion rong dan ‘rondo royal’. Pernah dengar nama penganan ini? Rondo royal merupakan cemilan khas Jawa Tengah dari tape singkong terasa legit manis lelehan gula merah.

“Di sana itu Gunung Telomoyo, yang paling dekat. Kalau di belakangnya Gunung Merbabu. Nah, di bawah itulah Danau Rawa Pening,” kata seorang pelayan di Banaran Sky View.

Rawa Pening terletak di empat kecamatan di Kabupaten Semarang, yakni Bawen, Tuntang, Ambarawa, dan Banyubiru. Terletak di cekungan antara Gunung Telomoyo, Merbabu, dan Ungaran.

Kompas.com menulis egenda Rawa Pening berawal dari sebuah desa yang bernama Desa Ngasem, terletak di kaki Gunung Telomoyo. Desa tersebut dipimpin oleh kepala desa yang arif dan bijaksana yang bernama Ki Sela Gondang. Ia memiliki seorang putri berparas cantik yang bernama Endang Sawitri. Pada suatu hari, desa membutuhkan tolak bala berupa pusaka sakti sebagai syarat agar penyelenggaraan acara merti desa dapat berjalan lancar.

Lalu, Endang Sawitri diutus untuk meminjam pusaka sakti milik Ki Hajar Salokantara, sahabat Ki Sela Gondang. Ki Hajar Salokantara memberikan pesan kepada Endang Sawitri supaya ia tidak meletakkan pusaka di atas pangkuannya.  Namun di tengah perjalanan, Endang Sawitri melanggar pesan sahabat ayahnya itu. Akibatnya, Endang Sawitri hamil. Ki Sela Gondang memohon supaya Ki Hajar Salokantara mau menikahi putrinya untuk menutup aib keluarga. Dengan berat hati, Ki Hajar Salokantara menerima Endang Sawitri sebagai istrinya.

Saat melahirkan, ternyata anak yang dilahirkan berupa naga yang diberi nama Baro Klinting. Untuk melepas kutukan pusaka, Baro harus menemui Ki Hajar Salokantara yang sedang bertapa di Gunung Telomoyo. Baro Klinting Bertapa Di Gunung Telomoyo, Baro Klinting harus bertapa melilitkan tubuhnya sampai ke puncak Gunung Telomoyo.

Saat itu, ada sekumpulan warga Desa Pathok yang tengah berburu tidak melihat wujud keseluruhan Baro Klinting. Mereka melihat ekor Baro Klinting dan memotong-motong daging ekornya.

Setelah selesai bertapa, Baro mendatangi warga Pathok untuk meminta makanan dan minuman. Namun, keadaan tubuhnya lusuh penuh luka, sehingga ia ditolak warga. Hanya, seorang janda tua bernama Nyai Latung yang memberinya makanan dan minuman.

Setelah itu, Baro Klinting menancapkan lidi. Ia mengadakan sayembara, siapa yang berhasil mencabut lidi maka ia adalah orang hebat. Tidak ada satu pun penduduk desa yang sanggup mencabut lidi. Hanya, Baro Klinting yang berhasil mencabut. Saat lidi dicabut, air menyembur sangat deras seperi air bah, penduduk memukul kentongan tanda bahaya.

Mendengar kentongan, Nyai Latung naik ke atas lesung sesuai pesan Baro Klinting. Lama-kelamaan, air bah menjadi genangan luas berbentuk rawa-rawa dengan air yang bening. Nyai Latung menamakan desa yang tenggelam tersebut dengan Rawa Pening. Genangan air bening yang membentuk rawa.

Saatnya kembali jalan, meninggalkan legenda Rawa Pening dan pemandangan atap langit dari Banaran Sky View. Terima kasih untuk refreshment sejenak di jam makan siang…

 
 

Leave a Reply

Your email address will not be published.