“Dengar lagu lama ini katanya
Izinkan aku pulang ke kotamu
Ku percaya selalu ada sesuatu di Jogja…”
Tembang karya “musisi kamar” -berjuluk demikian karena seluruh lagu dalam albumnya direkam secara independen di dalam kamarnya sendiri- Adhitia Sofyan ini memang tak salah. Selalu ada sesuatu di Jogja, seberapapun sering Anda mengunjungi kota ini.
Kali ini, kami berangkringan di depan Balai Bahasa kawasan Kotabaru, Yogya. Semata karena antrean pengunjung ‘House of Raminten’ begitu mengular dan kebagian nomor 10 dalam daftar tinggu. Justru di atas Kali Code itulah terasa orisinalitas sate keong, nasi goreng magelangan, dan tape hangat, es milo dan tusuk-tusukan lain.
Malamnya, saya terdampar di sebuah penginapan ala backpacker. RedDoorz kawasan Jalan Kaliurang. Suasana adventure, dengan hiasan kayak di mana-mana. Tak sampai Rp 250 ribu tarifnya semalam. Sudah ada tv kabel, internet kencang dan kamar mandi dalam.
“Kalau tidak weekend, ratenya malah Cuma Rp 170-an ribu,” kata Yatino, Redseler RedDoorz, yang menjadi operator penginapan itu. Nampak pemilik hotel di pigura foto. Duduk santai bersama Raja Jogja, Sultan Hamengkubuwono X. Kalau tidak salah, namanya Mulhendro, asal Lempuyangan.
Pagi itu, berbelanja koran saat jalan pagi di sekitar ring road utara Jalan Kaliurang hingga Seminari St. Paulus Kentungan, nampak Pak Adnan, seorang pengasong koran dengan kaki palsu. Telaten ia menjajakan Kompas, Kedaulatan Rakyat, Tribun, dan Jawa Pos.
“Kakinya dulu patah terlindas kereta,” kata Samsu, penjaja koran lain di seberang jalan, di area lampu merah yang sama.
Di situ pula, saya menyapa Tantowi, anak muda asal Palembang yang mengamen dengan gitar dan pengeras suara elektronik. “Sudah delapan bulan saya bekerja begini,” katanya.
Duh, nikmat mana yang kamu dustakan melihat para pekerja keras ini?
Sudah waktunya check-out, kerjaan belum beres, saya pun bergeser ke ‘Internet Learning Cafe” yang lagi menjamur. Selain di Jaksel (Jalan Kaliurang Selatan), café ini ada di kawasan Jogja lain seperti Timoho, Ambarukmo dan Godean. Kafe asyik, internet kencang, dengan santapan menyertai seperti rice chicken karage, sausage dannish, dan chocolate croissant. Mottonya: working, learning, meeting.
“Pemiliknya Pak Rasda, beliau sering memberikan coaching bisnis,” kata Ilham Hernanda, penjaga café asal Kebumen. Kuliah di Universitas Ahmad Dahlan, Ilham rajin menjalankan shift 9 jam jaga, termasuk 1 jam di antaranya untuk istirahat.
Cek punya cek, nama lengkap ownernya H. Rasda Tajuddin. Pria 47 tahun asal Tana Toraja yang menjadi Ketua Komunitas Masyarakat Tanpa Riba (MTR). “Musuh terakhir kita adalah pencapaian kita. Apa yang terakhir kita dapat, itulah yang harus kita taklukkan. Musuh kita bukan teman kita, atau bukan tak punya modal untuk berbisnis, tapi pencapaian terakhir kita, itu adalah musuh terbesar kita,” kata Rasda di sebuah video.
Tarif voucher ngafe internet di sini dimulai Rp 12.000 untuk dua jam, Rp 18.000 untuk tiga jam, dan seterusnya. Bisa pakai laptop sendiri, bisa juga sewa personal computer dari sini. Selalu ada peluang kalau kita mau jeli. Kejayaan warnet belum usai, Bung!