Direktur Juru Kampanye Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo – Mahfud MD Mohammad Choirul Anam mengingatkan agar negara berhat-hati saat para guru besar dan mahasiswa bergandeng tangan memprotes kekuasaan yang dinilai melenceng dari nilai-nilai demokrasi.
“Pengalaman sudah terjadi di Amerika Latin, misalnya kejatuhan rezim otoriter Rafael Trujillo di Dominika. Begitupula runtuhnya diktator militer di Portugal,” kata Choirul Anam saat menjadi narasumber dalam diskusi media di Media Center Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo – Mahfud MD di Cemara, Jakarta, 5 Februari 2024 bertema ‘Gerakan Intelektual Kampus dan Netralitas Presiden beserta Aparatur Negara dalam Pemilu 2024’.
Dalam diskusi ini, Anam hadir bersama profesor riset LIPI Ikrar Nusa Bhakti dan pengamat kebijakan publik Yanuar Nugroho, dipandu Direktur Eksekutif Kominfo dan Jubir TPN Tomi Aryanto.
“Kita harus menggalang upaya inisiasi penyelamatan agar negara ini tak jadi demokrasi yang gagal. Karena itu, kita harus selamatkan Indonesia dari kekuasaan yang pongah,” tegas komisioner Komnas HAM 2017-2022 ini.
Sebagai aktivis Gerakan 1998, Anam mengungkapkan ada kesamaan menarik dari peristiwa politik 1998 dan 2024 ini. “Yang terjadi, suara dan fenomena di masyarakat ditangkap oleh kampus. Bedanya mahasiswa masa kini tak lagi bergerak di jalan, tetapi ditambah dengan postingan dan sosial media mereka,” urainya.
Menurut Anam, dengan rasa muak pada kepongahan yang terus berlanjut, saat ini sampai muncul gerakan ‘Yang Penting Bukan 02’. Ini bukan hanya karena sosok di 02, tetapi juga akibat proses politiknya, dimulai dari istilah ‘Mahkamah Keluarga’ yang menjungkirbalikkan tatanan hukum. Proses itu kemudian dilanjutkan dengan gaya yang pongah, lewat bansos-bansos hingga ada aksi pembagian di depan istana.
Anam mengkritik pembagian bansos besar-besaran sebagai penerapan praktik ‘pork barrel politics’ atau ‘politik gentong babi’ sebagai upaya calon pemimpin memberikan uang atau barang kepada masyarakat untuk memikat pemilih sekaligus mendulang suara.
“Ini bukan soal pembagian bansosnya, tapi bagaimana menjadikan birokrasi yang rusak. Birokrat yang kritis diancam untuk netral, tapi kemudian dia sendirilah yang tidak netral,” tegasnya.
Konkretnya, Anam mengajak masyarakat untuk menggunakan hak pilih dengan memilih calon pemimpin yang benar pada Pemilu 14 Februari 2024 nanti.
“Hanya hati nurani yang jernih, yang bisa menghayati pernyataan sikap para guru-guru yang sudah memberikan nasihat pada kita semua ini,” pungkas Anam, sembari mengapresiasi sikap para pendidik dan guru besar dengan menyanyikan lagu ‘Terima Kasih Guruku’.
“Terima kasihku ku ucapkan
pada guruku yang tulus
Ilmu yang berguna selalu dilimpahkan
untuk bekalku nanti
Setiap hari ku dibimbingnya
Agar tumbuhlah bakatku
Kan ku ingat selalu nasehat guruku
Terima kasihku guruku…”