Sebuah protes sekaligus inspirasi dari seorang pria berdarah Perancis.
Dua Jempol untuk Pendakwah Anti Rokok
Buku kedua dari kumpulan status Facebook seorang Fuad Baradja. Seleb yang berani menantang arus.

Sebagaimana pernah saya tulis di sini mengenai buku pertama Fuad, kali ini pria yang ngetop lewat sinetron ‘Jin dan Jun’ ini kembali berbagi kumpulan kegelisahannya. Diberi judul ‘Two Thumbs Up’, buku ini menjadi semacam motivasi dan apresiasi positif bagi mereka yang bertahan untuk tidak merokok, serta dua jempol –duplikasi simbol yang biasa digunakan di Facebook sebagai tanda suka atas sebuah posting- bagi perokok yang berusaha keras berhenti merokok.
Dalam beberapa posting FB (bisa sama ya inisialnya, Facebook dan Fuad Baradja) Fuad membandingkan kondisi merokok di negara kita dengan di luar negeri. Di Singapura, dikisahkannya, pemerintah mengumumkan larangan merokok di tempat umum akan diperluas untuk meningkatkan perlindungan kepada masyarakat dari bahaya menjadi perokok pasif. Dendanya mencapai 1.000 dolar Singapura atau sekitart Rp 8 juta rupiah bagi mereka yang tak mengindahkan larangan itu dan telah mendapat peringatan. Sementara itu, Selandia Baru, bersiap menjadi negara pertama bebas rokok di dunia dengan meningkatkan cukai rokok secara bertahap tapi signifikan. Kebijakan itu membuat harga rokok meningkat tajam hingga 100 dolar NZ (hampir Rp 1 juta) per bungkusnya.
Hari Gini Masih Ngerokok…
Fuad Baradja menemukan jalan baru di hidupnya. Dari artis sinetron menjadi “pendakwah” sekaligus aktivis antirokok.

Hanya butuh dua hari setelah saya menulis blog tentang gencarnya kampanye industri rokok, datang kiriman buku dari Fuad Baradja. Judulnya, “Hari Gini Masih Ngerokok, Apa Kata Dunia?!” berisi kilasan 250 update status facebooknya, yang semuanya tentang “dakwah” antirokok.
Buku 316 halaman ini terasa ringan, karena isinya nukilan status FB, dengan ditambah ulasan seperlunya. Tengoklah isi statusnya pada 22 Desember 2010, “Serang teman wanita yang kebetulan perokok dan punya hobi menulis mengirim sms: Kadang ketika menulis, otak saya blank, nggak ada inspirasi, ide, atau gagasan yang bisa saya tuangkan ke dalam tulisan. Kadang dengan merokok segalanya cair kembali.” Fuad menentang anggapan bahwa merokok merupakan dasar sumber inspirasi dalam proses kreatif. “Buktinya, banyak penulis besar dunia nggak merokok tuh,” kata aktor yang melejit lewat sinetron ‘Jin dan Jun’ dan sempat sebelas tahun menjadi perokok ini.
Invasi Industri Rokok Kian Menonjok
Berbagai kampanye kian kreatif digencarkan, sebagai antitesa anggapan merokok membahayakan kesehatan dan kehidupan.

Banyak cara dilakukan perusahaan rokok, sebagai kampanye agar produknya kian laris. Juga untuk mematahkan anggapan bahwa kebiasaan merokok merupakan gaya hidup tak sehat bisa menyusutkan usia hidup seseorang.
Baru-baru ini saya membaca buku “Mereka yang Melampaui Waktu”, dengan sub judul “Konsep panjang umur, bahagia, sehat, dan tetap produktif”. Tak banyak yang menyangka, buku terbitan Pustaka Sempu & Layar Nusa, Sleman, ini merupakan sebuah kedok dari kampanye industri rokok.
Bertebal 196 halaman, dilengkapi CD film dokumenter besutan sutradara Darwin Nugraha, buku ini memotret 22 buku penuh inspiratif. Laki-laki dan perempuan, berusia senja, seniman, pedagang, filosof, petani, penggembala sapi, tukang cuci, pawing air, dan profesi-profesi lain. Satu yang menjadi persamaan, mereka hidup bersahabat dengan rokok, namun dicitrakan berusia panjang, serta berguna bagi sesama. Tak beda dengan penggambaran rokok yang kerap diidentikkan dengan sportivitas, kejantanan, dan semangat petualangan, kali ini rokok coba dikaitkan dengan sosok-sosok panjang umur nan menginspirasi.
Earth Hour Kembali Digelar

Jakarta kembali jadi bagian upaya serentak dunia dalam kampanye hemat energi.
Kampanye “Earth Hour” merupakan aksi serentak individu, komunitas, korporasi, dan pemerintah di seluruh dunia dalam mengurangi laju pemanasan global dan dampak perubahan iklim. Tahun 2009 dan 2010, kampanye ini menjadi kampanye lingkungan hidup terbesar dalam sejarah karena berhasil meraih 1,5 milyar pendukung dari
4616 kota di 128 negara.
Masyarakat belum paham perubahan iklim

Masih banyak masyarakat, terutama di kalangan bawah, belum paham ancaman perubahan iklim dan pemanasan global yang kini menjadi pembicaraan dunia. “Para petani di Jawa hanya mengaitkan keadaan saat ini dengan kosmologi Jawa. Bahwa tiap sepuluh tahun selalu ada musim yang kacau,” kata Raja Siregar, seorang pegiat perubahan Iklim dan pakar Adaptasi perubahan iklim dalam serial diskusi “Climate Change” dengan jurnalis di Jakarta, baru-baru ini.