Pindah state, pindah kota, pindah hotel. Satu lagi: pindah kondisi cuaca.
Berbeda dengan perjalanan saya sebelumnya, dua setengah jam penerbangan dari Bandara Ronald Reagan Washington DC menempuh US Airways diwarnai sedikit kegelisahan. Mungkin bagi para frequent flyer insiden pesawat menghantam mega tergolong biasa, tapi bagi saya, goncangan-goncangan keras seperti itu tetap saja butuh doa dan ketabahan tersendiri. “Jojo, we are in the happening now,” kata Leung, kawan seperjuangan saya sesama peserta International Visitor Leadership Program (IVLP) dari Hongkong.
“Pesawat akan menabrak awan, please remained be seated, tetap kenakan sabuk pengaman, tetap matikan semua alat elektronik,” begitu kira-kira seruan pilot Boeing 737-400 kami. Dan, dus.. dus.. dus… tepat seperti peringatannya, burung besi kami seperti menerjang sesuatu. Naik, goyang, turun, goyang, naik, turun, sampai semua terasa tenang saat captain berucap, “Welcome to Orlando…” Pendaratan disiapkan, dengan bujuran pantai terlihat di bawah.
Sampailah kami di McCoy Orlando Airport, terletak di Orange County, di negara bagian Florida. Meski Florida beribukotakan Tallahassee, dan kota terbesarnya Jacksonville, yang kami kunjungi justru Orlando. Begitulah Amerika Serikat, yang menonjol dari sebuah “provinsi” tak harus ibukota atau pusat pemerintahannya. Bahkan, di ujung selatan negara bagian ini, beberapa jam perjalanan dari Orlando, ada kota lain yang mungkin lebih akrab dengan telinga anda: Miami.
Mendarat di Orlando, terasa sekali suasana jualan kota ini: matahari. “Welcome to the Sun City”, begtu ucapan selamat datang di terminal bandara. Florida sendiri terkenal sebagai negara bagian dengan sebutan ‘The Sunshine State’. Ya, mungkin karena cuaca rata-rata sejuk seperti ini amat jarang di seantero Amerika. Mengecek ke situs temperatur dunia, Orlando saat ini berada di kisaran 67 derajat Fahrenheit, atau sekitar 20-an derajat Celcius. Di Amerika memang harus biasa: suhu dalam Fahrenheit, berat dalam pounds, dan ukuran jarak dalam mil.
Keliru hotel
Membereskan urusan bagasi, mobil jemputan kami tiba. Lain saat kami dilayani mobil Limo Award selama di Washington, kali ini pengemudinya, Alex, seorang pria berusia muda. O ya, saya lupa belum bercerita tentang Joe, pengemudi Limo kami di DC, kakek tua yang tetap perkasa di usia lebih dari 60 tahun. Mengemudi mobil besar, serta membuka dan menutup pintu, yang bagi saya amat berat, dengan biasa. Seorang kawan Indonesia di Washington DC berkisah, masa kerja di AS tak bisa dibatasi usia pensiun tertentu. “Nanti serikat pekerjanya bisa marah, karena dianggap pelecehan fisik semacam SARA. Seolah-olah kalau sudah umur tertentu tak kuat lagi bekerja,” katanya.
Sempat ada kesalahan kecil bersama Alex. Mobil Ford E-350 Super Duty yang dikemudikannya menurunkan kami di Embassy Suites Hotel North. Padahal setelah dicek ke resepsionis, harusnya kami tak check-in di situ. Rupanya di kota ini ada lima hotel bernama sama, dan reservasi kami ada di Embassy Suites Hotel Downtown. Ibarat nginap di Ibis Tamarin, diturunkan di Ibis Slipi. Setelah menelpon dan menunggu Alex datang lagi, kami pun diantar ke hotel sebenarnya, menyusuri jalan tol dalam kota, kembali melewati Amway Centre, indoor stadion markas klub NBA, Orlando Magic.
Pagi ini, saya memulai hari bersamaan dengan diawalinya Daylight Savings Time (DST) 2012 di sebagian besar AS, kecuali Arizona dan Hawaii. Seiring dengan berpindahnya musim dari Dingin ke Semi, maka mulai jam 2 pagi tadi, waktu lokal dicepatkan satu jam. Jadi, mari memutar jam lebih cepat, dengan alasan untuk menyimpan cahaya siang hari di musim panas. Kesepakatan menyesuaikan jam ketika hari sudah terang dengan jam kegiatan kerja dan sekolah, juga dikarenakan saat ini waktu siangnya jauh lebih lama dibandingkan malam hari. Maka, kalau sebelumnya beda waktu Orlando dengan Jakarta 12 jam, mulai hari ini selisihnya menjadi 11 jam. Kegiatan DST ini akan berakhir kala Musim Dingin datang 4 November 2012, saat itu jam akan kembali dimundurkan satu jam.
Salam Minggu pagi dari kamar hotel Embassy Suites, Orlando.