Menjadi dekat dalam masa senang itu sudah biasa.

Di balik segala drama tentang Anas Urbaningrum, ada hikmah tentang kentalnya makna persahabatan di sana. Ini bukan kisah tentang mantan ketua umum partai melenggang sendirian ke gedung pemeriksaan KPK, bak seekor domba yang dengan percaya diri menuju tempat penyembelihan. Ini adalah cerita, tentang seorang yang begitu kuat, karena ia punya banyak bayangan pendukung di belakangnya.
Sehari sebelum Anas hadir di KPK pada “Jum’at keramat” (10/1), Gede Pasek Suardika, anggota DPR Fraksi Demokrat yang juga Sekjen Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) menyambangi kantor redaksi Tribun News di Palmerah.
Ada kalimat menarik terucap dari mulut orang dekat Anas Urbaningrum ini. “Dekat dengan teman saat sukses, itu biasa. Tapi dekat dengan teman saat susah, itu tak biasa,” kata pria yang baru kehilangan jabatan sebagai sekretaris fraksi, ketua komisi dan Ketua Divisi Komunikasi Publik Partai Demokrat ini. Semua kehilangan itu, gara-gara kedekatannya dengan Anas, yang sedang tak disukai penguasa.
Gede Pasek mengaku, kedekatannya dengan Anas baru terjalin saat sang ketua umum partai (saat itu) terjerat masalah. “Saat Kongres Bandung 2010, saya tidak berada di pihaknya. Tapi, ketika Anas dihajar terus, saya minta izin untuk ikut bicara di media,” ungkap mantan wartawan koran Surya ini.
Berita di laman Viva pagi tadi, menunjukkan bukti kedekatan kedua sahabat ini.
Tersangka kasus gratifikasi Hambalang, Anas Urbaningrum, memenuhi panggilan pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi, Jumat siang 10 Januari 2014. Ia terlihat tiba di gedung KPK seorang diri. Anas yang mengenakan baju putih dan sepatu kets mengatakan datang ke KPK ditemani sahabatnya, politisi Demokrat dan Sekjen PPI Gede Pasek Suardika, dan tiga rekan lain. Ada pula pengacara.
Di depan lobi KPK, Anas sempat menyapa wartawan yang telah lama menunggunya. Anas tersenyum-senyum sambil dikerubuti wartawan dari berbagai penjuru. “Maaf lama menunggu. Saya sudah sampaikan, saya tidak lupa alamat KPK di Rasuna Said,” kata Anas. Mantan Ketua Umum Demokrat itu sempat berseloroh, mengatakan tidak mau dipanggil KPK. “Kalau ada yang bilang Anas tidak mau dipanggil KPK, memang tidak mau. Nama saya Anas, jangan dipanggil KPK. Ada yang panggi Mas, Cak,” ujar Anas.
Anas lantas masuk ke lobi KPK. Di dalam, sudah menanti Gede Pasek Suardika. Dia datang lebih dulu dari Anas. Ketika Anas duduk di kursi menunggu waktunya diperiksa penyidik, Pasek menghampiri Anas dan keduanya saling bercium pipi. Begitu juga tiga rekan Anas lainnya. Pasek juga terlihat berada di rumah Anas semalam dan tadi pagi. Ia selalu mendampingi Anas sejak kemarin bersama kader-kader ormas bentukan Anas, Perhimpunan Pergerakan Indonesia.
Di lobby KPK, saya ada di antara ratusan orang yang menjadi saksi detik-detik keluarnya Anas Urbaningrum dari gedung KPK. Termasuk insiden “lempar telur”, yang langsung direspon keras oleh sahabat-sahabat Anas. Gede Pasek termasuk yang bajunya belepotan terkena lemparan telur itu.
Tak lama usai Anas masuk mobil, seorang pendukungnya berteriak penuh kegeraman, “Anas bukan binatang, Anas bukan teroris, kenapa diperlakukan seperti ini?” katanya. Pengamanan KPK yang melibatkan 560 anggota polisi terdiri dari satuan Brimob, Sabhara Polda Metro Jaya, Polres Jakarta Selatan, dan Polsek Setiabudi membuat KPK benar-benar meriah. Sepertinya, tak ada tersangka yang mampu membetot kehadiran massa dan petugas sebanyak ini. Tidak Andi Mallarangeng, tidak Akil Mochtar, dan tidak juga Atut Chosiyah.
Sahabat Anas

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) memiliki kader yang mengakar. Dari pejabat, sampai yang masih menempuh bangku kuliah, seperti memiliki ikatan kimia satu sama lain. Maka, begitu Anas Urbaningrum, Ketua Umum HMI 1997-1999 yang terpilih pada kongres ke-21 di Yogyakarta, dinyatakan ditahan, berbagai bentuk solidaritas pun bermunculan.
Satu yang paling instan yakni profil telepon pintar kawan-kawan pergerakan. Ada sahabat yang menulis, “Mencari kejujuran di negeri yang tak jujur”. Mereka juga berlomba menampilkan foto Anas Urbaningrum, terutama dalam kostum korps “hijau-hitam”-nya.
Sejak dinyatakan sebagai tersangka oleh KPK pada 22 Februari 2013, Anas seperti membangun perlawanan di rumahnya, kawasan Perumahan TNI AL, Duren Sawit. Silih berganti orang berdatangan. Dari mahasiswa sampai mantan Ketua DPR. Pun saat Anas menggelar nonton bareng final Liga Champions Eropa antara Bayern Munich melawan Borussia Dortmund, orang tak anti menghampirinya sebagai tersangka. Ia tak dianggap bak penyandang kusta yang harus dihindari. Unik, bahkan saat dinyatakan ditahan, paling lama sampai 120 hari ke depan, sahabat-sahabatnya menggelar nonton bareng juga di pendopo yang sama di Jl. Teluk Langsa-Teluk Semangka, Jakarta Timur.
Cerita tentang Anas Urbaningrum adalah cerita tentang pertemanan sejati. Cerita tentang orang-orang yang tak akan membiarkannya berjalan sendiri.