Salah satu hal yang memudahkan kita saat melakukan hal yang terbayangkan susah adalah: melakukan riset dan observasi.
Mendapat bantuan dari Angelicha Adonia sebagai presenter di studio, Eunike Olivia Ambarita tampil di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, mengabarkan long march buruh menuju Istana Merdeka dan Stadion Gelora Bung Karno.
[youtube=http://www.youtube.com/watch?v=eu0ChwNUuv0]
Tak beda dengan saat liputan kampanye pemilu, Eunike tampil penuh percaya diri. Dengan microhopne khusus yang membantu kejernihan audionya, Eunike mantap menatap kamera, diseling insert visual nan memadai. Ada sedikit masukan, ketika ia masih sering menyebut, “e… e..” dalam laporannya. Tapi, persoalan nervous seperti itu sebenarnya hanya masalah ‘jam terbang’.
Di luar masalah closingnya yang terpotong, laporan ini akan lebih bagus kalau dipasang Chargen/CG yang konsisten, menyatakan apa saja poin-poin apa yang tengah disuarakan reporter/narasumber, misalnya, ‘Buruh Tolak Sistem Outsourcing’, ‘Guru Honorer Menuntut Pengangkatan Dipermudah’, ‘Ratusan Buruh Bentuk Pagar Betis di Bundaran HI’, ‘Kerja Tak Dibayar, Karyawan Indofoo Berteater sebagai Zombie’, dan lain-lain.
Catatan pengalaman
Menurut Eunike, meliput demo buruh adalah liputan demo pertama baginya. “Jangankan untuk liputan, turun ke jalan dan berbaur dengan massa yang sedang melakukan aksi unjuk rasa, merupakan pengalaman pertama saya,” ungkapnya. Tak kurang akal, sebelum liputan ia mencoba mencari referensi dengan melihat-lihat aksi unjuk rasa melalui youtube. Sebuah usaha yang patut diacungi jempol sebagai upaya riset atau observasi sebelum turun ke lapangan.
“Awalnya saya ragu untuk meliput demo ini dan tidak dapat membayangkan suasananya sama sekali. Tetapi ternyata saya menikmati liputan ini. Saya menikmati mengikuti para buruh berjalan sambil membawa spanduk beserta tuntutan mereka,” paparnya. Eunike menikmati merekam buruh yang berorasi dan menyuarakan ketidakadilan yang mereka terima. Ia pun menikmati wawancara dengan beberapa buruh. “Namun, saat stand-up saya merasa sedikit grogi karena dilihat banyak orang dan tidak sedikit yang diam dan melihat saya selama stand-up,” Alhasil, saya terpaksa mengulang hingga beberapa kali take karena salah di pertengahan stand up. Not bad, Eunike.
Kendala kecil terjadi saat ia tidak membawa baterai kamera cadangan, sehingga tidak dapat mengikuti para buruh melakukan longmarch hingga ke tujuan mereka. “Liputan kali ini memang cukup melelahkan tapi semua rasa lelah itu tidak sebanding dengan kenikmatan dan pengalaman yang saya dapatkan,” tukas Eunike yang berangkat ‘perang’ bersenjatakan kamera Canon EOS 600D serta microphone pinjaman.