Pesannya tegas: “Katakan kepada koruptor, Taufiq is comeback!”
Di antara silang-sengkarut perselisihan segitiga antara Presiden, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Polisi –bermula dari gagalnya Komjen Budi Gunawan menjadi Kapolri sampai kriminalisasi pimpinan KPK- sebuah cuitan menarik menghiasi lini masa saya, 3 Februari silam. Bunyinya: Jokowi is either very smart or very dumb. Let’s see which one is true.
Dan, saat Rabu (18/2) sore lalu Presiden Joko Widodo akhirnya mengumumkan keputusannya, sebuah langkah yang dikira akan diambil pada Senin, setidaknya pertanyaan apakah Jokowi very smart atau very dumb terjawab di pilihan pertama. Jokowi menyatakan bahwa Wakapolri Komjen Badrodin Haiti akan menjadi Kapolri menggantikan pencalonan Budi Gunawan.
Sementara itu, tiga orang diangkat sebagai pelaksana tugas pimpinan KPK: Taufiequrachman Ruki, Johan Budi Sapto Prabowo, dan Indriyanto Seno Adji, menggantikan posisi Abraham Samad, Bambang Widjojanto dan Busyro Muqodas. Khusus mengenai calon Kapolri baru, DPR tak bisa berbuat apa-apa –setidaknya untuk sementara ini, karena pilihan Jokowi itu disampaikan beberapa jam usai rapat paripurna DPR menutup masa sidang kedua DPR hingga akhir Maret nanti.
Pemilihan Taufiequrachman Ruki menyentak banyak pihak. Siapalah yang menduga pria Banten itu yang mendapat kepercayaan kembali menjadi Ketua KPK, di saat lembaga anti rasuah tengah menghadapi prahara. Ruki, yang mengaku ditelepon Wakil Presiden Jusuf Kalla pada Rabu siang, bukan orang baru di lembaga yang dibentuk sebagai amanat Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002. Menempatkan polisi senior sebagai pimpinan KPK, Jokowi seperti menemukan ramuan yang cocok di tengah konflik dua lembaga negara. Di sini pula, Jokowi seperti mengingatkan, bahwa pada periode inilah pimpinan KPK zonder wakil kepolisian.
Ruki, lulusan terbaik Akademi Kepolisian angkatan 1971, terpilih sebagai Ketua KPK jilid pertama (2003-2007). Ia punya empat wakil, yakni Amien Sunaryadi mantan BPKP/Masyarakat Transparansi Indonesia, Sjahruddin Rasul mantan Deputi BPKP, Tumpak Hatorangan Panggabean mantan jaksa, dan Erry Riyana Hardjapamekas akuntan profesional yang terakhir menjabat Dirut PT Timah.
Di periode kedua empat tahun berikutnya (2007-2011), KPK masih memiliki wakil dari kepolisian. Masa jabatan 2003-2007 ini awalnya dipimpin Antasari Azhar –sosok jaksa, Bibit Samad Rianto –polisi, Chandra M. Hamzah –pengacara, Haryono Umar –BPKP dan Mochamad Jasin –mantan Kabiro KPKPN dan Direktur Penelitian dan Pengembangan KPK. Pada perjalanannya, Antasari, Bibit dan Chandra terkena kasus, lalu KPK diisi tiga PLT yakni Waluyo –mantan Deputi Pencegahan KPK, Mas Achmad Santosa –ahli ekonomi lingkungan dan aktivis LSM serta Tumpak Panggabean. Menyusul Busyro Muqodas –eks Ketua Komisi Yudisial yang menjadi Ketua KPK menggantikan posisi Antasari.
Di masa kepemimpinannya, Ruki langsung mengungkap kasus penyuapan anggota KPU, (alm) Mulyana W Kusumah terhadap tim audit BPK pada 2005. Mulyana saat itu disebut terlibat dalam kasus korupsi pengadaan kotak suara Pemilihan Umum 2004.
Sejumlah kasus besar lain yang ditangani Ruki saat menjadi Ketua KPK, yakni kasus korupsi pengadaan Helikopter jenis MI-2 Merk Ple Rostov Rusia milik Pemda NAD pada 2004. Kasus ini melibatkan Gubernur Aceh Abdullah Puteh. Bahkan, KPK juga sempat membongkar upaya penyuapan terhadap hakim Pengadilan Tinggi yang dilakukan kuasa hukum Puteh setahun setelahnya.
KPK periode Ruki juga mengungkap kasus penyuapan Hakim Agung MA dalam perkara Probosutedjo serta membongkar kasus korupsi di KBRI Malaysia pada 2005 yang melibatkan Konsul Jenderal RI di Johor Baru, Malaysia, Eda Makmur. Eda diduga terlibat kasus korupsi pungutan liar atau memungut tarif pengurusan dokumen keimigrasian di luar ketentuan yang merugikan negara sebesar RM 5,54 juta atau sekitar Rp 3,85 miliar. Pada 2006, KPK era Ruki menahan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri –salah seorang menteri kesayangan Megawati- karena diduga terlibat korupsi dana nonbujeter di departemennya.
Ruki –yang langsung mundur dari jabatannya sebagai Komisaris Utama Bank Jabar Banten- telah mengisyaratkan pesan tegas kepada koruptor: ia kembali. Semoga ia kembali mengakhiri jabatannya dengan khusnul khatimah, safe landing hingga Desember nanti. Sekaligus membuktikan, langkah Jokowi memilihnya, menunjukkan kecerdasan berpolitik tingkat tinggi dari sang presiden.