Seorang pemain sepak bola menuntut haknya. Media sosial menjadi corong kegundahan.
Sampai Rabu (25/2) petang, akun @Munhar_53 memiliki 20 ribu pengikut. Lebih dari 21 ribu cuitan disampaikan pemilik profil bernama ‘Allah Tujuanku’ dengan keterangan bio ‘Menuju Hidup kekal bahagia untuk selamanya dalam pelukan kasih & sayangnya bersama (ALLAH)’. Tapi, jangan salah sangka, dia bukan seorang ustad atau penceramah agama. Dukungan terus mengalir, karena pria ini berada pada posisi sebagai pemain sepakbola yang ‘tertindas’.
Bernama singkat, hanya satu kata, Munhar biasa menempati posisi sebagai pemain belakang: libero, stopper, atau bek kanan. Kelahiran Sidoarjo, 5 November, 28 tahun silam, Munhar tiga musim terakhir berkostum Arema Malang. Kini, saat Liga Super Indonesia ditunda karena –antara lain- belum beresnya profesionalisme klub peserta liga, Munhar angkat bicara melalui media sosial.
Diawali pada 13 Februari, pemain bertubuh gempal yang dijuluki ‘Pohon Asem’ ini mencuit “Bnyak status pemain,semua ud lunas trs aku kpn bos….” Lima hari absen bermedia sosial, ia lalu menulis lagi, “Pintar omong semua,apa nunggu dihukum sama ALLAH kalian semua(semoga sadar) amin.”
Sehari kemudian, pemain yang direkrut Arema dari Persema U-23 juara kompetisi nasional U-23 2007 ini berkirim twit beda, ”Buat AREMA AREMA NIA.saya minta maaf,saya nggak bermaksud apa-apa saya hanya meminta hak saya yang nggak jelas kepastianya.kalian luar biasa.”
Tapi, esoknya pemilik medali emas PON XVII/2008 di Kaltim saat memperkuat tim Jawa Timur itu pun memposting bukti bahwa manajemen Arema masih memiliki hutang padanya. Total lebih dari Rp 205 juta kewajiban Arema Cronus belum tertransfer pada rekening Munhar.
Dukungan dan cercaan
Meski singkat, setiap pertanyaan via twitter dijawabnya. Ada yang mendukung dan memberinya tagar #supportMunhar, seperti seniornya para pemain profesional: Bambang Pamungkas, Kurniawan Dwi Yulianto, Firman Utina, Ponaryo Astaman, dan Bima Sakti. Bepe –legenda sepakbola Indonesia yang kini kembali ke Persija setelah sempat pergi juga karena masalah gaji, menulis melalui @bepe20 “Apa yang dilakukan @Munhar_53 adalah benar, memperjuangkan apa yang menjadi haknya #Respect”. Sementara akun @KDY_10 milik Kurniawan menegaskan, “Hak tetaplah hak… maju terus sobat…”
Tapi, bukan hanya panen pujian karena keberanian dan keterbukaannya, Munhar juga mendapat cercaan. Termasuk dari CEO Arema Cronus Iwan Budianto. Seperti dikutip Bolanet, Iwan menilai Munhar memiliki itikad kurang baik.
“Sebenarnya, kami punya niatan melunasi gajinya setelah pertandingan perdana ISL dan sudah disampaikan kepada yang bersangkutan. Kami hanya minta dia sabar. Tapi, kami berpikir ulang setelah dia bertingkah seperti itu. Kita juga buka-bukaan,” tutur Iwan.
“Seharusnya kalau profesional, jangan bicara gaji saja. Lihat dulu kontribusinya kepada tim. Berapa banyak dia main untuk Arema. Musim lalu, dari sekian banyak pertandingan Arema, dia hanya menjadi startersatu kali. Itu pun melakukan blunder yang membuat satu-satunya kekalahan di kandang dari Semen Padang,” tegasnya.
Menurut Iwan, siang sebelum berkicau di twitter Munhar datang ke kantor Arema dan mengambil Rp10 juta karena anaknya sakit. “Seharusnya dibicarakan baik-baik, tidak perlu melalui dunia maya,” kata Iwan.
Persoalan menjadi pelik, karena sejak akhir tahun lalu Munhar hengkang ke Persebaya Surabaya, tim yang dianggap sebagai musuh besar dalam sejarah Arema. Munhar beralasan sudah jenuh dengan manajemen Arema, sementara Iwan menganggap tak etis saat kontrak mestinya berakhir Februari 2015, Munhar pergi sepihak tiga bulan lebih awal. Sejak bergabung dengan Persebaya, twit Munhar pun berbelok sebagai loyalis klub barunya, seperti me-retweet kicauan @Persebaya ID “SALAM 1 NYALI,,,WANI !!! Persebaya Surabaya”.
Kemarin, 24 Februari 2015, sang ‘Pohon Asem’ berkicau singkat, “Alhamdulillah”. Berbagai pertanyaan kemudian muncul ditujukan padanya, apakah itu pertanda gajinya sudah dibayar Arema? Tak ada jawaban dari pemain yang di Arema memakai nomor punggung 53 ini.
Apapun, keberanian Munhar di media sosial menjadi tonggak perjuangan pemain yang memperjuangkan haknya, di saat yang lain memilih diam demi ‘keamanan diri’. Ia memilih bertarung, sebagaimana kicauannya akhir November tahun lalu: Hidup adalah peperangan.