Hati-hati membuat tagline sebuah program berita. Dari situlah publik akan menilai apakah tayangan berita itu layak ditonton atau tidak.
“Selamat Pagi… Selama satu jam ke depan saya akan menemani Anda dalam May Be News, Berita Mungkin, karena berita kita belum tentu pasti terjadi!”
‘Kejutan’ pertama datang dari opening program berita garapan 2015 Temmy Siantar, Dennis Tumiwa, Petrus Tommy, dan Patricius Dewo sebagai materi Ujian Akhir Semester (UAS) mata kuliah Jurnalistik Televisi Universitas Multimedia Nusantara (UMN). Tampil sebagai anchor alias pembawa berita bergaya funky, Petrus Tommy membuka siarannya dengan kalimat yang langsung membelalakkan mata.
Hah? Bagaimana mungkin sebuah program berita bisa punya tagline atau semboyan, motto, filosofi seperti itu? SCTV sebagai pelopor siaran berita lewat Liputan 6 nya punya tagline ‘Aktual, Tajam, dan Terpercaya’, TV One punya semboyan, ‘Terdepan Mengabarkan’, RCTI dengan ‘Pertama dan Tetap Yang Terbaik’, Metro TV punya slogan ‘Knowledge to Elevate’ sementara program berita Kompas TV mengusung tagline ‘Cerdas, Terarah, dan Menumbuhkan Harapan’ dan Berita Satu mengusung ‘The Channel for Decision Makers’. Lha, bagaimana mau ditonton dan menjadi referensi terpercaya kalau taglinenya berita yang disampaikan belum pasti terjadi? Semacam gosip begitukah?
Masukan lain, bedakan antara materi live dan package. Di sela-sela Temmy live dari konser Super Junior di Indonesia Convention Centre ia menyatakan tentang banyaknya ELF –sebutan penggemar Suju- memakai aksesoris bertema ELF. Nah, di menit 1 detik 1, live itu langsung disambut suara package (narator/VO/dubbing) yang menyatakan “Jangan khawatir kalau Anda belum membawa aksesoris Suju, bisa beli di lokasi…” Berilah jembatan antara materi live dan paket pendukungnya. Misalnya, “Kita ikuti liputan berikut ini..” atau beri jeda sebentar, sebelum masuk paket terkait.
Di luar tak adanya CG di layar yang memadai, penampilan penggemar Suju yang berdandan ala Frozen, harusnya bisa dieksplorasi lebih jauh. Berterus-terang mereka menyatakan, tujuan berbusana beda, agar dilirik personel Suju dan bisa berfoto bareng. Kupas habis dua orang ELF asal Jawa Timur ini, minta mereka menyanyi atau bergaya apa saja, yang membuat liputan live menjadi lebih ‘hidup’.
Kesan, Hambatan & Proses Peliputan
Mereka berkisah, tepat pukul sepuluh pagi kelompok merekai sampai di ICE BSD. “Kami mulai menelusuri gedung yang ada di ICE, dari gedung satu hingga sepuluh, demi menemukan spot yang cocok untuk take gambar” papar Dewo.
Harga tiket konser yang lumayan mahal, membuat mereka tidak jadi mengambil angle dari dalam. “Kami pun memutuskan mengambil angle dari luar konser, sehingga tidak perlu untuk masuk ke dalam dan mengikuti jalannya konser. Memilih angle yang menarik, menjadi salah satu tantangan yang dihadapi oleh kelompok kami,” papar Dennis.
Beruntung mereka menemukan angle unik, yakni dua penggemar Suju berpakaian ala animasi Frozen. Tak jauh dari situ, ada pula fanbase yang membuat sebuah video untuk Choi Siwon, karena kata mereka ini pertama kalinya Choi Siwon datang ke Indonesia.
Hal lain yang patut diapresiasi yakni niat besar mereka membawa peralatan khusus, seperti eksternal microphone untuk kejernihan suara dan kepercayaan diri reporter. Selain mike Takstar, dalam peliputan ini mereka menggunakan dua unit kamera DSLR 60 D, Lensa 11-15 Tokina wide, Lensa Tamron 18-200 tele, Tripod, LED dan sebuah slider.
Jadi, kalau peralatannya begitu niat, keren dan bermodal, masak sih beritanya masih diberi nama May Be News?