Liverpool, Juara dan Keajaiban Keajaiban Berpuasa Sekian Lama

“If I sit here in four years, I am pretty confident we will have one title.”

Kalimat itu keluar dari mulut Jurgen Klopp, saat pria Jerman ini menandatangani kontrak pertama tiga tahunnya untuk Liverpool, Oktober 2015.

Klopp berniat menjalani semacam ‘sabbatical leave’ atau satu musim tanpa melatih, setelah mundur dari Borussia Dortmund dengan meninggalkan rekor 179 kali menang, 69 imbang dan 70 kalah bersama pasukan ‘Kuning Hitam’. Namun, baru empat bulan menyepi, ia tak kuasa menolak panggilan manajemen Liverpool, yang tengah kelimpungan mencari arsitek baru pasca labilnya penampilan tim di bawah arahan Brendan Rodgers.

“I’m not here only because LFC was calling, I believe in the potential of this team,” kata Klopp yang tak mau menyamakan dirinya dengan para manajer legendaris ‘Si Merah’.

Pada saat menyampaikan pidato perkenalannya itu, Klopp sadar, pendukung Liverpool sudah lama berpuasa. 25 tahun lamanya tak merasakan gelar juara liga.

“Twenty-five years ago since the last league title is a long time. History is only the base for us, we shouldn’t keep the history in our backpack all day.

I want to see the first step next week and not always compare with other times. This is a great club with big potential. Everything is there. Let’s try to start a new way.
Everything is different – I don’t know it all but I’m a pretty good listener.”

Empat tahun. Itu janji Pak JK bahwa setidaknya Liverpool akan punya satu gelar. Tentu, konotasi yang diharapkan adalah gelar juara liga.

Tak tanggung-tanggung, di musim pertama, Klopp yang menangani tim di pertengahan putaran pertama menggantikan sang pesakitan Rodgers, membawa Liverpool ke dua final.

Dua-duanya gagal angkat piala. Final Piala Liga Eropa di Swiss, LFC keok dari Sevilla 1-3.

Sebelumnya, di final Piala Liga Inggris, Phil Coutinho dkk kalah adu penalti dari Manchester City di Stadion Wembley. Liverpool FC mengakhiri musim tanpa gelar, dan tanpa tiket ke kompetisi internasional pada musim berikutnya. Di Liga Inggris, Jordan Hendo dkk ada di posisi ke-8, bahkan di bawah Soton dan West Ham United.

Di musim kedua, Liverpool lagi-lagi mengakhiri perjalanan panjangnya tanpa gelar. Tapi, ada kemajuan berarti. Adam Lallana dkk ada di posisi ke-4, mendapat ‘wild card’ masuk ke Liga Champions musim berikutnya, dengan melalui babak kualifikasi.

Pada musim ketiganya mengasuh LFC, Klopp membawa Mo Salah dkk menempuh perjuangan panjang UEFA Champions League. Dari kualifikasi ronde ketiga, mereka melaju hingga final di Kiev. Sayang, di partai puncak, minpi meraih piala dikandaskan Real Madrid 1-3. Klopp kembali puas dengan ledekan sebagai ‘Mr. Runner-up’.

Kembali gugur di dua turnamen domestik, Liverpool musim ini kembali mengakhiri kompetisi liga di urutan keempat. Bedanya, mereka berhak menuju Liga Champions 2018/2019 tanpa lagi melalui babak kualifikasi. Aturan berubah, tim empat besar dari Inggris boleh langsung ke fase grup.

Dan, 2018/2019, inilah musim keempat Klopp! FA Cup dan Piala Liga Inggris kembali menghujamkan tim kelas dua Liverpool rontok di babak awal. Liga Champions membuka pintu Virgil Van Dijk dkk setidaknya hingga fase empat besar.

Liga Primer? Nah, di sinilah kecemerlangan besar itu terjadi. Sampai Liga Inggris menyisakan satu pertandingan, Klopp sukses membawa timnya hanya sekali kalah, yakni 1-2 di kandang Manchester City. Sejauh ini, dari 37 kali tanding, Liverpool sudah mengumpulkan 94 angka hasil 29 menang dan tujuh imbang. Inilah poin tertinggi yang diraih Liverpool dalam sepanjang sejarah keikutsertaannya di kasta tertinggi Liga Inggris.

Tapi, Liverpool tak berlari sendirian. Manchester City adalah mesin yang tak kalah produktif. Musim lalu, Pep Guardiola sukses membawa The Citizens juara dengan 100 poin, beda 19 poin dengan Manchester United di posisi kedua.

“Tentu akan menjadi hal yang lucu jika saat ini Anda butuh lebih dari 98 poin untuk memenangkan Premier League. Tapi entahlah, apapun yang terjadi, ini telah menjadi musim yang spesial. Saya sudah tidak terlalu memikirkan ini karena kalian selalu menanyakannya pada saya. Anda tidak tahu tentang kesulitan yang kami hadapi karena kami tidak membicarakan itu. Tapi anak anak selalu memberikan penampilan terbaik mereka,” itu pernyataan Klopp sebelum pertandingan melawan Newcastle, yang akhirnya dimenangkannya melalui triailer menegangkan, 2-3 di kandang lawan.

Bagi Klopp, meraih poin sebanyak ini adalah sebuah keajaiban. Tapi, fans menuntut lebih dari itu: juara!

“Jika kami memenangkannya maka kami memenangkannya. Jika kami tidak memenangkannya maka tidak akan ada penyesalan. Saya telah melihatnya seperti ini sepanjang musim. Bagaimanapun musim ini nanti berakhir, ini akan menjadi sebuah langkah baru,” ungkap Klopp dalam jumpa pers yang lain, jelang lawan Huddersfield Town, yang kemudian dihancurkannya lima gol tanpa balas di Anfield

Musim ini adalah musim yang penuh keajaiban bagi Liverpool. Beberapa kemenangan tercipta melalui gol di menit-menit akhir. Selain 2-3 versus Newcastle melalui sundulan maut Divock Origi, juga 1-0 melawan Everton atas kecerdikan Origi, 2-1 atas Spurs melalui gol bunuh diri Toby Alderweireld menit ke-90, 2-1 dari Fulham melalui penalti James Milner dan juga kejar-kejaran 4-3 vs Palace.

Demikian pula beberapa ‘winning ugly’ ala Rolling Stones yang sangat membantu: cukup menang 1-0 atas Brighton home and away, Huddersfield di kandang lawan, dan tentu kemenangan konyol dalam derbi di Anfield.

Hasil-hasil seri pun juga tak kalah berpeluh darah. Melawan Manchester City di Anfield, Liverpool sudah nyaris malu kehilangan angka sama sekali, seandainya penalti Riyad Mahrez di ujung laga tidak mengangkasa. Begitupula saat bertamu di markas Chelsea. Keunggulan tuan rumah sudah hampir dalam genggaman ketika tiba-tiba di menit terakhir sepakan Dani Sturridge membungkam Stamford Bridge dan menghasilkan skor imbang 1-1.

Masih ada dua laga untuk City dan satu laga pamungkas untuk Liverpool di Anfield.

Jika membalikkan situasi dari Barcelona di semifinal Liga Champions nyaris mustahil –meski bukan tidak mungkin terjadi sih- setidaknya berharap keajaiban terjadi di pekan terakhir Liga Inggris lebih besar harapan untuk terwujud.

Anda masuk dalam kaum loyalis Liverpool? Mari menanti keajaiban itu, sembari bersikap seperti Klopp: tidak menyesali musim liga nan gemilang setahun ini.

Percayalah, orang yang puasa bersungguh-sungguh setelah sekian lama, akan menikmati buahnya. Hari kemenangan akan tiba!

*Agustinus ‘Jojo’ Raharjo, sehari-hari sebagai Tenaga Ahli bidang Komunikasi Politik Kantor Staf Presiden, punya hidung betet ala Ian Rush. Menggemari Liverpool sejak siaran Liga Inggris masih dipegang SCTV dengan John Barnes dan Rush sebagai duo maskotnya.

Sebagaimana dimuat di https://jatimnet.com/liverpool-juara-dan-keajaiban-berpuasa-sekian-lama?preview=true

Leave a Reply

Your email address will not be published.