Lima puluh persen dari anggota rombongan nonton film kami terpaksa walk-out. Dua orang memilih keluar dan mojok di Marugame Udon di lantai dasar mal itu. Alasannya, adegan kekerasan dalam film ‘Gundala’ terlalu banyak, dan dinilai kurang pas bagi anak kecil.
Sementara si sulung, malah haha-hihi saja kursi sebelahnya kosong. Dari bangku depan, saya lihat ia berkali-kali tertawa, sambil kakinya dipajangkan lebih lapang, dan terus menyemil pop-corn di tangan kanan.
‘Gundala’, film superhero ciptaan Harya Suraminata alias Hasmi yang disutradarai Joko Anwar dan diproduksi Screenplay Bumilangit, memang tak bagus dikonsumsi anak-anak. Cerita tentang virus amoral, perselisihan para preman, anak-anak yang disiksa dan adegan-adegan laga nan mendominasi menjadi alasan mengapa harusnya pendampingan bagi anak amat perlu.
Tapi, sebagai sebuah ikon superhero baru, yang disebut Majalah Tempo sebagai ‘Putra Petir Rasa Marvel’ bolehlah kita mengapresiasi film sepanjang dua jam tiga menit ini.
Satu lagi, ini bukan superhero pertama, masih akan ada sekuel lain sebagaimana para pahlawan dalam komik-komik lawas yang pernah dimiliki Indonesia: Sri Asih, Godam dan Tira, Si Buta dari Gua Hantu, Patriot Taruna, Gundala Putra Petris dan Mandala Golok Selatan.
Tak salah pula Joko Anwar –yang keren dengan terobosoan teori ‘what if’-nya ngotot meminta Abimana Aryasatya jadi tokoh utama film ini. Mantan artis sinetron yang sempat menghilang dari jagat akting untuk jualan burger di pinggir jalan di Semarang serta ngamen bersama kawan-kawannya ini sudah menyejajarkan diri bersama Lukman Sardi, Reza Rahadian, dan mungkin nanti Iqbaal Ramadhan. Tak ada film laris tanpa kehadiran mereka.
Tak salah pula Eric Thohir dan Anindya Bakrie jadi investornya. Meski memang masih ‘bumi langit’ kalau dibandingkan dengan film-film kolosal superhero garapan Hollywoood. Setidaknya, settingnya terlihat digarap begitu perfeksionis, seperti frame di pasar tradisional yang sampai dilakukan di Bogor dan Tangerang sekaligus.
Selamat datang Gundala dengan segala plus minusnya. Termasuk film yang berani beda, karena biasanya film-film yang melibatkan kehadiran media di dalam adegan-adegannya memakai ‘media fiktif’, tapi Joko Anwar nyata-nyata menuliskan ‘SCTV’, ‘ANTv’ dan’TVOne’ sebagai media yang menayangkan berbagai riuh peristiwa di sana.
Seperti tagline film ini: Negeri ini Butuh Patriot!