Hotel di Banda Aceh: Hermes

Kenangan lain di Banda Aceh, menginap di Hotel Hermes, bisa dibilang hotel terbaik di Banda Aceh.

Kunjungan keempat ke Banda Aceh, kali ini tinggal di Hermes. Sebelumnya, jadi anak kost di liputan tsunami 2005, di Hotel Sahid bersama KompasTV 2012, dan Hotel Grand Arabia saat kampanye penanganan stunting 2019 bersama Kantor Staf Presiden.

Kali ini menginap di Hermes, teringat kenangan saat Presiden Jokowi menginap di sini dalam kunjungan kerjanya di Aceh. Terutama kala gempa besar Pidie Jaya menggundang pada Desember 2016.

Dulunya hotel ini bernama Swiss Belhotel, sebagaimana masih ada tanda tangan Pejabat Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam Mustafa Abubakar di prasasti itu. Pria yang kemudian menjabat Menteri BUMN di periode kedua pemerintahan Presiden Susilo Yudhoyono.

Kenangan kesahajaan Presiden Jokowi itu terpotret juga saat kami makan siang di Mie Razali, kawasan Panglima Polem, Penauyong, yang tenar itu. Ada foto kunjungan Jokowi di masa pertama pemerintahannya.

“Saat itu, mendadak, Pak Jokowi malam-malam minta diantar menikmati Mie Aceh. Padahal beliau baru mendarat,” kata Mustajab, wartawan televisi yang mendampingi kami, saat mencoba merekonstruksi foto-foto di rumah makan itu.

Jawa Pos pernah berseri menulis warung-warung makan langganan Presiden Indonesia. Pada kisah kedatangan Jokowi ke Mie Razali, 2015, dituliskan begini:

Pada 2015 Jokowi singgah ke kedai mi tersebut tanpa pemberitahuan sebelumnya. Ketika itu Jokowi dan timnya sedang melakukan kunjungan kerja ke Aceh. Mendadak, Jokowi bertandang ke Mie Razali. Kejutan yang menyenangkan tersebut tak ayal membuat Nazar, Iqram, dan pegawai lainnya bingung. Tiba-tiba saja Jokowi masuk ke warung. ”Kami terkejut, tiba-tiba datang. Nggak ada kabar sama sekali,” kenang Iqram. Yang dia ingat, Jokowi datang dengan pengawalan Kapolda Aceh dan timnya.

Tanpa persiapan, Mie Razali tidak bisa menyambut sang presiden dengan layak. Tapi, mereka langsung menawarkan menu paling istimewa, yakni mi Aceh dengan topping campuran. Namun, ternyata Jokowi menolak menu terbaik itu. ”Beliau pesan mi rebus daging,” ungkap pria berusia 31 tahun tersebut. Waktu itu Jokowi tidak menyebutkan alasannya memilih topping hanya daging.

Rupanya, Mie Razali varian rebus dan topping daging tersebut sukses membuat lidah Jokowi bergoyang. Sang presiden puas. Dan dia mengulang pesanan yang sama dalam lawatan berikutnya. Hanya, untuk yang kali kedua itu, Jokowi tidak bersantap langsung di kedai Mie Razali. Tapi membeli untuk dibawa pulang alias takeaway. ”Datang lagi waktu peresmian waduk,” katanya.

Kedatangan Jokowi, lanjut Iqram, membawa berkah tersendiri. Kini nama Mie Razali kian dikenal banyak orang. Bukan hanya warga Aceh, tapi juga dari luar kota. Popularitas itu membuat Nazar berani berekspansi. Mie Razali pun hadir di luar Banda Aceh. Salah satunya di Kabupaten Aceh Besar. Di sana warung dikelola keluarga Nazar.

Di rumah makan lain, Mie Bardi, kami tercengang kala dibilang ada ‘menu’ khusus di situ. “Pesan aja, kasih ‘racing’, kalau mau tambahan ‘bumbu khas’ Aceh,” kata kawan jurnalis lain. Ehm, Anda tahu maksudnya, kan? Awas nggliyeng…

Di sini saya juga kaget, karena dihidangkan ‘tang’ bersama makanan sesuai pesanan. “Jangan takut, Bang Jojo. Tang atau catut itu bukan buat cabut gigi, tapi untuk teman makan kepiting,” kata rekan-rekan jurnalis dari ‘Tanah Rencong’.

Hahahahaa..

Asyiknya yang lain di Aceh, yakni istilah ‘Agam’ sebagai pengganti ‘cowok/male’ dan ‘Inong’ artinya perempuan. Maka, bahasa khas lokal itu juga yang terpasang di toilet rumah makan.

Agam dan Inong memang istilah khas, karena itu, kalau di Jakarta ada Pemilihan Abang- None, di Surabaya ada Pemilihan Cak-Ning, maka di Aceh kontes putera-putera terbaiknya pun namanya ‘Pemilihan Agam-Inong Aceh’.

Aceh juga mengagumkan, karena saat kami makan di kantin Universitas Syiah Kuala, ada tempelan agar piring kotor jangan dibiarkan berserakan di meja, tapi sebaiknya disatukan di sebuah tempat khusus.

Leave a Reply

Your email address will not be published.