Pada kunjungan ke Papua keamrin, sempat pula singgah ke rumah alumni Program Kartu Prakerja. Rumahnya di kawasan APO, samping Mall Jayapura.
“Apa sih artinya A-P-O?” tanya saya saat membonceng motor Verly Naomi Pelmelai, salah satu peserta Kartu Prakerja yang karena portofolionya sempat kami undang ke Jakarta, Sentul, hingga Bali.
Menurut Verly, APO artinya American Post Office, dulunya merupakan pusat perkantoran dan berkas pada masa penjajahan Belanda hingga Perang Dunia II dan masa zaman belanda. Sekarang area itu telah dipadati oleh penduduk serta menjadi beberapa perkantoran, rumah ibadah dan toko.
Versi lain, kependekan dari Army Post Office, karena pada 1944, tentara Sekutu pimpinan Amerika Serikat membangun 22 barak Marinir yang bisa menampung 10 ribu tentara gabungan dari Australia, Selandia Baru, AS, Kanada, Belanda dan Inggris pada saat Perang Dunia II berlangsung di area Pasifik.
Melewati jalan menanjak, kami parkir motor di tepi jalan. “Rumah saya di atas, Mas Jojo,” kata Verly. Melalui tangga yang dilengkapi pegangan kayu, kami menuju ke bagian atas bangunan.
Ibu sepasang anak dari Jayapura, Papua ini awalnya mengenal Program Kartu Prakerja dari kawan baiknya, sampai kemudian menjadi penerima Kartu Prakerja Gelombang 6.
“Saya merasa banyak mendapat manfaat dengan mengikuti berbagai pelatihan seperti ‘Rias/Makeup untuk Diri Sendiri’ dan ‘Mengelola Data Numerik Menggunakan Microsoft Excel’ dari Sisnaker,” kata perempuan 33 tahun itu. Dari pelatihan berdandan, Verly menerapkan ilmu-ilmu baru itu untuk puterinya yang tengah mengikuti pemilihan ‘Kontes Puteri Cilik Papua 2020’ hingga kemudian menjadi salah seorang pemenang.
Sementara itu, pelatihan mengelola data numerik sangat berguna baginya yang tengah dipercaya menjadi bendahara pembangunan gereja. “Selain manfaat pelatihan, bantuan insentif juga berfaedah sekali. Selain untuk isi pulsa guna mengikuti pelatihan online, saya memakainya untuk membeli peralatan makeup, sampai nanti bisa terwujud membuka usaha salon,” paparnya.
Verly menggunakan insentif pertama yang diterimanya untuk membeli peralatan rias bagi usaha kecilnya dan membantu keuangan keluarga untuk kebutuhan sehari-hari, mengingat dampak pandemi saat itu kepada perekonomian.

Lulusan Fakultas Hukum Universitas Yapis Papua ini bekerja di salah satu perusahaan leasing di Jayapura. Saya pun bersua sore hari di wilayah kerjanya, Mall Saga Abepura, tempatnya bikin janji dengan pelanggan yang akan menggunakan jasa perusahaannya. “Saya tak ada kantor di mall ini. Biasa janjian aja kalau ada yang mau kredit handphone, laptop, dan lain-lain,” ungkap Verly.
Di komplek rumah tinggi itu, saya pun bertemu ayah dan ibu mertuanya. Hendro Sumadiyono, 71 tahun, hijrah ke Papua dari Solo Raya tahun 1970-an. Juga ada Kristian Eko Subekti, suaminya yang Aparatur Sipil Negara di Bakesbangol Provinsi, Papua. Pohon Natal terpasang di rumah itu. Pun ada Kristin, ipar Verly, yang juga penerima Kartu Prakerja.
“Dari kak Verly saya dapat info Kartu Prakerja. Saya mengambil pelatihan memasak,” kata Kristin sembari memghidangkan kue ‘putu ayu’, jajan pasar khas Jawa yang dibikin di Bumi Cenderawasih.
Senang melihat keluarga Papua-Jawa, dengan anak-anak muda yang mengenal kata menyerah menghadapi hidup ini.
