Permintaan Talenta Bidang TIK Meningkat, Terus Kembangkan Skillmu!

Perkembangan digitalisasi turut mendorong tingginya kebutuhan tenaga kerja di sektor teknologi, informasi, dan komunikasi (TIK). Kementerian Ketenagakerjaan memperkirakan, kebutuhan tenaga kerja di TIK terus meningkat sejak 2022 hingga 2025. Tahun ini saja, proyeksi kebutuhan tenaga kerja di sektor TIK sebanyak 1,23 juta orang. Jumlah itu diperkirakan naik 21,4% menjadi sebanyak 1,49 juta orang pada 2023 1,74 juta orang pada 2024, dan menjadi 1,98 juta orang pada setahun setelahnya.

Menurut jabatannya, kebutuhan untuk posisi network operation access menjadi yang terbesar hingga 1,23 juta orang pada 2022. Kebutuhan tenaga kerja di posisi network operation backbone dan software engineer menyusul dengan jumlah masing-masing sebanyak 235.541 orang dan 109.047 orang. Meski demikian, jumlah talenta TIK di tanah air masih jauh dari permintaan, baik dari kualitas maupun kuantitas. Pada 2020, Badan Litbang SDM Kementerian Komunikasi dan Informatika memperkirakan hanya ada 430 ribu lulusan TIK di Indonesia.

Direktur Operasi Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja Hengki Sihombing juga menegaskan trend naiknya permintaan talenta di bidang TIK. Dalam tiga tahun terakhir, lowongan pekerjaan sektor TIK selalu berada pada posisi tiga besar bila dibandingkan dengan profesi bidang lainnya. Fakta ini terungkap pada statistik lowongan yang ada pada empat job portal yang menjadi mitra Program Kartu Prakerja. Hengki memaparkan hal itu saat menjadi salah satu pembicara pada ‘Indonesia Tech Summit 2022’ yang digelar Lembaga Pelatihan Praktikum, Sabtu, 10 Desember 2022.

Tampil dalam sesi bertema ‘How Digital Transformation Will Reshape Indonesia’, Hengki menyatakan dukungannya pada Visi ‘Roadmap to 2 Million Information Technology (IT) Professionals’ yang dicetuskan forum ini. Ia berpendapat, dua juta profesional bidang TIK di Indonesia sudah menjadi sebuah keniscayaan, tinggal bagaimana memastikan dua juta talenta itu benar-benar berkualitas. “Di Indonesia, yang namanya talenta digital banyak, tetapi yang bagus tidak banyak. Karena itu, fenomena bajak-membajak terjadi, dalam rentang tiga tahun para pekerja kerap pindah ke perusahaan yang lebih besar,” urainya.

Hengki meyakini, dengan bertambahnya supply profesional lebih banyak, persaingan untuk merekrut talenta TIK akan terjadi dengan lebih sehat. Karena itulah, Program Kartu Prakerja menyediakan berbagai pelatihan bidang TIK, untuk mempersiapkan muncunya talenta-talenta baru di dunia yang serba digital ini, “Meningkatnya jumlah talenta TIK profesional otomatis akan meningkatkan ekonomi digital Indonesia,” katanya.

Menurut Hengki, ada tiga indikator yang perlu dipahami dalam transformasi digital yaitu people, teknologi, dan data. Tiga hal itu memiliki makna yang sama pentingnya. “Kalau orangnya tidak siap dengan sebuah transformasi, maka akan sulit bagi dia untuk memahami dan menghadapi perubahan tersebut,” kata Hengki

Menghadapi ancaman resesi dan ketidakpastian ekonomi imbas konflik Rusia-Ukraina, Hengki mengutarakan, hanya ada dua cara mengantisipasinya. Pertama, dari sisi korporasi sebisa mungkin akan banyak melakukan penghematan alias pengurangan atas biaya yang menimbulkan inefisiensi. Kedua, dari sisi sumber daya manusia, harus terus melakukan berbagai upaya peningkatan skill. “Saya percaya, di saat proses resesi, pasti juga akan ada proses ‘pull-up’. Nantinya, ketika market stabil, kita harus memastikan diri siap menangkap peluang. Karena itu, banyaklah belajar, ambil skill-skill baru, yang mendukung kemajuan kita saat masa pascaresesi tiba,” ungkapnya.

Saat membuka forum ini, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno juga menegasan dukungannya pada Visi ‘Roadmap to 2 Million IT Professionals’. Menurut Sandi, Indonesia perlu 9 juta talenta digital sebelum 2030, yang harus diselaraskan dalam konsep kewirausahaan. “Saat ini, industri ekonomi digital kita berkembang luar biasa. Transformasi digital telah melahirkan ekosistem baru, yakni ekosistem ekonomi digital yang sebagian besar aktivitasnya dilakukan dalam ranah digital, seperti e-commerce, pemasaran, distribusi, pemesanan, transportasi, dan lain-lain,” jelasnya.

Sandiaga memaparkan, dengan teknologi digital baru seperti artificial intelligence, blockchain, big data, dan internet of things, maka inisiatif dalam mengeksplorasi dan memanfaatkannya harus dilakukan untuk merevolusi dan mendorong integrasi teknologi digital sesuai proses bisnisnya di Indonesia.

Vice President Marketing Indonesia, Putra Nasution, menggarisbawahi bahwa bonus demografi dan juga Visi Indonesia Emas 2045 justru akan menjadi problem tersendiri bila tenaga kerja Indonesia tak memiliki skill mumpuni, termasuk talenta profesional bidang TIK. “Saya punya mimpi khusus, bahwa 10 tahun dari sekarang, jika perusahaan global dari Amerika Serikat dan negara-negara maju lain ingin mencari tenaga kerja TIK, maka yang hadir di kepala mereka tak hanya India, tapi juga Indonesia,” ungkapnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional (Aptiknas) Sandy Kusuma menekankan, perubahan teknologi yang terjadi dari tahun ke tahun tentunya membuka lapangan kerja baru. Menurutnya, kita harus bisa beradaptasi dengan perubahan teknologi yang ada dengan menambah pengetahuan dan skill. “Ada teknologi baru tentu ada job positioning baru, dan kita harus memiliki skill tambahan untuk menghadapinya,” tegas Sandy.

Leave a Reply

Your email address will not be published.