Operasi Pappiloma

Kutil yang mengganjal. Apalagi lokasinya di hip. Syukurlah, bisa dieksekusi dengan apik.

Sebenarnya sih namanya daging tumbuh bisa dibilang mengganggu, bisa dibilang enggak ya. Tidak berbahaya. Secara estetika, orang juga tak melihat. Lokasinya di paha dalam. Tak terlalu besar. Tapi tak dibilang kecil juga. Mengganjal saat kaki bergesekan, Sakit sih, nyeri, enggak. Tapi ya mengganjal itu tadi.

Akhirnya, Sabtu siang, 21 Januari 2023, saya putuskan cek ke klinik terdekat. Klinik Prima Medika menyatakan, sebaiknya menuju rumah sakit yang lengkap. Kalau di klinik itu bisa sih ‘dieksekusi’, tapi di UGD, disayat, ada pendarahan, tentunya.

“Itupun kalau UGD nya mau,” kata Dokter Yudi.

Dokter Yudi menjelaskan, kutil itu namanya ‘pappiloma’. Menurut Wikipedia, papiloma adalah tumor yang menyerang jaringan epitel, yang termasuk ke dalam jenis tumor jinak. Tumor jenis ini paling umum ditemui dalam rongga mulut, kulit, leher rahim, selaput lendir, dan payudara. Tumor ini disebabkan adanya infeksi human pappiloma virus (HPV). Papiloma berbentuk benjolan pada luar kulit, berada di satu titik dan tidak menyebar. Adanya papiloma di dasar kulit menyebabkan rasa tidak percaya diri, karena benjolan tersebut dapat mengganggu penampilan.

Yang mengganjal cuma satu. Tapi ada yang kecil dua nampak juga. “Itu juga akan membesar. Kalau di rumah sakit, sekali tindakan sehari, selesai semua,” katanya.

Dilaser, Dok?

Ya semacam itu, kami menyebutnya dicutter. Electrocautery. Lanjutnya.

Saya bergegas ke RS Sari Asih. Tak jauh. Tanpa perencanaan. Mendaftar di pasien yang berkategori asuransi, saya pun menuju ke Dokter Sri Mulyaningsih di lantai dua. Belakangan saya tahu, asuransi Prudential saya tak bakal bisa mereimbursenya.

Setelah dicek sebentar, Dokter Sri meminta perawat menjelaskannya.

Mbak Septi, begitu nurse itu disapa, menerangkan. Setelah dicek, bisa dilakukan tindakan. Biayanya Rp 700 ribuan. Belum termasuk ongkos dokter dan obat.

“Berapa lama?” tanya saya.

Paling 10-15 menit.

“Ya udah, sekarang saja.”

Bagi saya, tak ada masalah bayar pakai asuransi atau uang sendiri. Ini untuk kebailkan saya juga.

Tidur di pembaringan, disuntik anestasi di sekitar lokasi. Saya melakukannya sambil menonton Blacklist di Netflix. Season 6 Episode 2. Si Korsika.

Benar, tak lama selesai. Sempat menjerit sedikit. Bukan soal tindakannya, tapi pas Septi menutup bekas luka dengan perban. Kena bulu sedikit.

“Sudah. Tiga hari ga boleh kena air. Nanti dapat tiga jenis obat. Antibiotik, diminum sampai habis, dan obat nyeri diminum jika sakit. Setelah perban dilepas, disalepin,” pesan dokter Sri.

Mana sih yang dicabut tadi? Mbak Septi mengorek-orek kapas di cawan medis. Tuh, kelihatan. Tidak saya foto tentu saja. Jijik? Ya nggak juga. Toh, ia pernah jadi bagian tubuh saya. Ada larangan memotret dan memvideokan yang disampaikan tertulis dan lisan.

Aman. Sebelum tengah hari, saatnya buka puasa intermittent fasting. Semua sudah selesai.

Pesan moralnya: kalau ada yang mengganjal, jangan dibiarkan atau disayang-sayang (uangnya). Semua untuk kenyamanan diri sendiri.

Leave a Reply

Your email address will not be published.