Ternyata Belanda Benar-Benar Ada

Catatan kenangan dua tahun silam, hari pertama menjelajah Eropa.

Landed at Schiphol. One of the busiest airport in Europe.

Rasa lelah selama dua belas setengah jam perjalanan udara mendadak sirna saat roda Boeing 747-400 milik maskapai Malaysia Airlines (MAS) yang kami tumpangi mendarat dengan mulus di Bandara Schiphol, Amsterdam pagi tadi. Sebelum mendarat, kapten pilot mengumumkan lewat pengeras suara bahwa penerbangan sejauh 10.500 kilometer dari Kualalumpur ini akan berakhir dengan cuaca cerah di ibukota Belanda. “Suhu udara di luar sekitar enam derajat celcius,” kata pilot Fahri yang -seperti juga penerbangan MAS lainnya- selalu mengawali sapaan kepada penumpang dengan salam, “Tuan-tuan dan puan-puan.”

Inilah petualangan saya kali pertama menjejak benua biru. Segala ketakutan awal tentang perubahan cuaca dan temperatur yang benar-benar ekstrem dengan Indonesia sudah kuruntuhkan dengan bisikan halus, “Jo, pada dasarnya manusia itu diperlengkapi Tuhan dengan tubuh yang memiliki kemampuan adaptasi diri luar biasa, termasuk menghadapi kondisi iklim yang sama sekali lain.” Maklum, persediaan baju hangat saya memang tidak banyak, kalau tak mau dikatakan tidak ada sama sekali.

Syukurlah, suhu 6 hingga 9 derajat celcius di pelataran Schiphol tidak membuat badan kaget. Baliho besar menyapa “Welcome to Amsterdam” dipasang oleh Royal Bank Scotland di parkir bandara tersibuk kelima di Eropa ini. Ya, statistik tahun lalu mencatat, Schiphol melayani 43,5 juta penumpang, di bawah empat mega airport lain di dunia, yakni London Heathrow, Paris-Charles de Gaulle, Frankfurt Jerman dan Barajas Madrid Airport. Ya saudara-saudara, setelah selama ini hanya membaca lewat buku Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB), kini saya benar-benar percaya, bahwa negeri Belanda itu benar-benar ada.

Melawan arus waktu

Long haul flight alias penerbangan dengan jarak tempuh lama memang mengundang resiko kecapekan. Apalagi dengan perjalanan melawan arus waktu, bisa membuat otak dan keseimbangan raga semakin tak karuan. Sejak tadi malam, kami terbang melawan jarum jam. Melewati setengah hari perjalanan, take off dari Kuala Lumpur International Airport tepat pukul 00.00 menjelang Sabtu pagi di Malaysia, tiba-tiba landed di Amsterdam jelang pukul 7 pagi. Maklum, penunjuk waktu di Belanda lima jam lebih lambat dari Waktu Indonesia bagian Barat. Jadi, kalau tulisan ini anda baca sekitar jam 10 malam di Jakarta atau di Surabaya dalam gemerlap lampu malam minggu, saya masih menikmati matahari pukul lima sore di Belanda Utara.

Hari pertama menjajah negeri kompeni. Idealisme anti amplop mengantar kami ke Amsterdam.

Toh, dengan rasa penat, ngantuk, dan juga jet lag yang umumnya melanda usai perjalanan antar benua, saya berusaha menaati nasehat Stephen Widjaja, officer Ikatan Keluarga dan Alumni Netherland (Ikaned) yang berceramah di kantor Nuffic Neso Indonesia Menara Jamsostek, Jakarta. Dua hari menjelang kami lepas landas, aneka tips menarik disampaikan Stephen dalam pelepasan resmi 18 anggota Aliansi Jurnalis Independen (AJI) yang mengikuti multimedia training bertema ‘Contribution of Multimedia Journalism to Strengthening Journalists’ ini. “Kalau hari pertama, jam 8 sore kalian sudah ngantuk, usahakan untuk melawan rasa ingin tidur. Karena kalau sampai kalah oleh perasaan jet lag di hari-hari awal, maka selanjutnya kalian akan terus terkantuk di sore hari, dan tiba-tiba bangun tengah malam,” katanya.

Karena itulah, demi melawan rasa capek dan ngantuk di hari perdana di benua ketiga yang saya kunjungi ini, saya berjalan lebih dari 2 kilometer, mencari restoran McDonald’s terdekat di kota kecil Bussum, North Holland, yang menyediakan hot spot internet gratis. Dengan doa dari Anda semua, saya bertekad untuk tidak jadi pecundang di sini.

Europe, here I come…

Sabtu, 24 April 2010, McD di Centrum Bussum

0 Replies to “Ternyata Belanda Benar-Benar Ada”

Leave a Reply

Your email address will not be published.