Welcome to America. Suhu satu derajat dan disambut berita tornado.

Tepat tengah hari waktu Detroit, Boeing 767-200 yang menerbangkan saya dari Hong Kong mendarat dengan mulus. Usai sudah perjalanan 14 jam, mengarungi lebih dari 11 ribu kilometer di atas langit Tokyo, Rusia, Alaska, hingga mendarat juga di belahan tengah utara Amerika Serikat. Jadilah, kini saya transit sekitar 6 jam, sebelum melanjutkan penerbangan menuju Washington DC.
Berbeda waktu 12 jam dengan Jakarta, Detroit masuk wilayah negara bagian Michigan. Airport Detroit Metropolitan Wayne County juga termasuk yang cukup sibuk di dunia. “Karena bumi kita bundar, jadi banyak pesawat dari luar Amerika paling dekat mendaratnya di Detroit,” kata Drew, teman sebangku di kelas ekonomi Delta Air jurusan Hong Kong-Detroit. Ia menjawab pertanyaan mengapa saya tak bisa langsung terbang ke ibukota AS. Sepanjang perjalanan, pria Amerika yang banyak bekerja di Asia Selatan tapi belum pernah ke Indonesia ini banyak tidurnya. Ia melengkapi diri dengan penutup mata kain berbentuk kacamata, perlengkapan andalan bule-bule saat menempuh long haul flight.
Karena rekan sebangku saya banyak tidur, maka saya juga banyak bengongnya. Berangkat sendirian ke Amerika, saya menjadi satu-satunya peserta dari Indonesia pada program International Visitor Leadership Program (IVLP) 2012 tema Peliputan Pemilu ini, menimbulkan tantangan sendiri. Aktivitas selama 14 jam, selain tidur, saya isi dengan membaca buku “Detikcom: Legenda Media Online” karya Sapto Anggoro, pendiri Detik.com yang kini pindah ke Merdeka.com. Kegiatan lain, nonton aneka film di bangku pesawat, serta terus memelototi “Moving Map” yang menggambarkan sampai di mana pesawat berada, berapa lama perjalanan akan berakhir, berapa suhu di luar, dan jam berapa di tempat keberangkatan maupun tujuan penerbangan.
No free internet

Akhirnya, tiba juga di Detroit. Drew menjelaskan, bandara ini jauh dari kota, dengan saat ini suhu di luar mencapai 1 derajat Celcius, di akhir musim dingin menjelang musim semi. Syukurlah, pemeriksaan dokumen imigrasi maupun seluruh isi tas Eiger saya aman-aman saja melewati ketatnya petugas Custom and Border Protection. Adapun tas koper, yang beratnya 17 kg dari kuota perjalanan 23 kg, begitu saya temukan langsung dilempar menuju ke bagasi penerbangan Detroit-Washington DC.
Bingung juga ngapain menunggu lama di Terminal McNamara nan megah ini. Setelah coba sana coba sini tak dapat sambungan internet gratis, terpaksa deh ngendon di Online Café, yang memasang tarif akses wifi 5 dolar untuk setengah jam atau 7 dolar untuk seharian berinternet. Sebelumnya, saya juga harus merogoh kocek 11 dolar membeli adaptor kaki tiga di counter ‘Gadgets To Go’ di depan kafe dalam bandara ini. Maklum, di Amerika sambungan listriknya berbeda dengan di Indonesia. Sebenarnya saya sudah melengkapi dengan kaki tiga seharga Rp 8 ribu dari toko listrik Ciledug, tapi, ah… terlalu besar juga antara colokan dengan lubang di sini.
Sabtu sore ini, breaking news CNN yang diputar di layar raksasa boarding room terminal terus mengabarkan tentang tornado besar yang ada di Indiana, dan menghancurkan kota Henryville. Judulnya aja sudah bikin ngeri, March tornadoes: One day there was a town; the next day it was gone.
Ah, selamat datang di Amerika, yang tak selalu seperti dilihat di televisi…
have a nice trip ya mas Jojo…:)
Hahahahaha,… jadi ingat perjalanan tahun 2008 lampau. Transit di bandara yang sama. Menunggu cerita berikutnya. Btw, kau tidak berurusan sama Homeland Security, karena mungkin persoalan persamaan religi dengan mayoritas, dan namamu. Well, who knows,.. 🙂
Mas Jo beli aja Multi Plug buat traveller so whenever you travel mau country manapun, kita gak usah beli2 lagi .. I got since 97 jd gak ada lg expense tuk itu 🙂