Supori Library

Mina Angelo Rumpumbo. Saya mengenal perempuan ini pada Desember 2018. Saat itu saya diundang kawan baik mengisi acara gereja di Supiori, Papua. Pernah dengar nama Kabupaten Supiori? Sebuah kabupaten yang ada ada Pulau Biak bagian barat. Singkatnya, Pulau Biak yang ada di Teluk Cenderawasih di utara pesisir Pulau Papua ini terbagi menjadi dua daerah adminstratif. Kabupaten Biak Numfor di timur, dan Supiori di barat.

Di event itu itu, Mina menjadi pembawa acara. Saya pun tak lama di sana. Mendarat di Biak, check in di hotel bandara -kala itu belum ada Swisbel, hotel di Bandara Frans Kaisepo biak menjadi yang paling representatif, lalu bergegas perjalanan darat hampir dua jam ke Supiori, lalu balik ke Biak. Sebagi emsi, saya melihat Mina smart, percaya diri, dan yakin dia bakal jadi ‘orang’ dari kampungnya.

Lebih dua tahun kemudian, kami berkontak. Kantor tempat saya bekerja, Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja bikin acara di Biak-Supiori. Meski tak terbang ke pulau yang terkenal dengan jejak Perang Dunia II itu, kami kontak erat. Terutama terkait keikutsertaan Mina sebagai penerima Kartu Prakerja, yang menjalani berbagai pelatihan untuk pengembangan keterampilan dirinya.

Pada 25 September lalu, Mina kirim pesan chat telepon.

“Mas sy ada punya teras baca sudah berjalan 3 tahun, kira2 mas ada punya kenalan yg bisa jadi Donatur buku tidak yah???”

Saya balas chat WA itu dengan janji kirim beberapa buku koleksi saya. Tidak banyak. Tapi segera saya bergegas menuju Kantor Pos Cikini, satu-satunya kantor pos di Indonesia yang buka 24 jam. Beberapa buku terbungkus rapi dalam satu kardus, terkirim menuju Teras Baca NOA, di Jln Raya Marsram – Korido.  Kampung Marsram Dusun Wakre, Distrik Supiori Timur.

Bukunya memang tak banyak, kardusnya juga tak besar. Tapi, glek, saya tercekat saat petugas kantor pos langganan menyebut ongkos kirimnya. Cukup besar untuk ukuran kantong saya. Tapi, ya sudahlah. Kebaikan harus terus berjalan.

Pantas, beberapa tahun lalu, Presiden Jokowi sempat membuat kebijakan pengiriman buku ke seluruh nusantara gratis dari kantor pos. Sebulan sekali, setiap tanggal 17.

Kala itu, Presiden Jokowi merespons aspirasi para aktivis minat baca di berbagai lokasi yang bersilaturahmi di Istana Negara. Agar harga buku menjadi murah di daerah pelosok, Jokowi menginstruksikan untuk menggratiskan ongkos kirim via Pos Indonesia untuk satu hari dalam sebulan.

“Yang sangat penting, bahwa ternyata kesulitan yang paling nggak pernah kita pikir, ini ternyata mahal bukan beli bukunya tetapi ongkos kirimnya,” kata Jokowi usai silaturahmi bersama aktivis literasi dan pengelola Taman Bacaan Masyarakat di Istana Negara, 25 Mei, 2017,

Ongkos kirim buku yang mahal biasanya harus dibayar oleh masyarakat di pelosok, di gunung, atau dii pesisir yang jauh dari pusat kota. Padahal masalah literasi adalah masalah yang penting untuk segera diatasi.

“Tadi saya sudah telepon ke Menteri BUMN, ke Kantor Pos, agar saya tadi minta disediakan satu hari saja untuk kirim buku itu gratis. Tadi sudah disetujui setiap bulan. Ini masukan dari para pegiat literasi agar kirim buku tidak terbebani biaya,” kata Jokowi.

Sayang, hanya 1,5 tahun kebijakan pengiriman buku gratis terhenti. Kantor Pos angkat tangan karena kesulitan pendanaan. Sejak Mei 2017-Oktober 2018, PT Pos sudah menggelontorkan dana Rp 13,051 milyar untuk program ini. PT Pos tidak bisa lagi menutupi biaya pengiriman buku gratis karena sudah melebihi dana Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan.

PT Pos Indonesia berharap Presiden Joko Widodo bisa menerbitkan payung hukum yang mengatur pengiriman buku gratis. Dengan begitu, program pengiriman buku gratis lewat PT Pos Indonesia bisa terus berlanjut.

“Perlu ada regulasi tertentu setidaknya dikeluarkan oleh Presiden untuk memayungi program yang sangat mulia tersebut dalam bentuk Inpres,” kata Direktur Hubungan Strategis dan Kelembagaan PT Pos Indonesia Noer Fajrieansyah.

Sempat hidup lagi, kemudian program ‘Free Cargo Literacy’ ini tak jelas keberadaannya. Ya sudah, saya keluarkan saja dana pribadi.

“Sekitar sebulan 10 hari sampainya,” kata petugas Kantor Pos Cikini. Saking seringnya ke sana, saya sudah seperti jadi sahabat mereka. Para pekerja di tengah malam.

Maka, dari pengiriman pada 27 September, sangat senang saya ketika 28 Oktober lalu dapat kabar paket itu sampai. Lebih cepat dong dari perkiraan petugas Pos.

“Kiriman sudah diterima, sangat luar biasa. Terima kasih banyak kaka,” kata Mina.

Pada saat seperti inilah, ada sebuah rasa senang yang tak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Apalagi Mina juga bercerita tentang sudah berhasilnya mendapat dana insentif dari Program Kartu Prakerja.

Selamat membaca, selamat bergerak dalam literasi, adik-adikku di pelosok Papua!

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.