Danau Galilea: Let’s Go Into The Deep Water!

Kelaparan setelah lama jalani proses di Imigrasi Allenby. Stop pertama makan siang di tepi Danau Galilea. Lauknya “Ikan Petrus”.

Jeries Farah, pemandu wisata kami sangat lancar berbahasa Indonesia. Begitu masuk border Israel, dari atas bus Mercedes Benz Irizar I6, ia nyerocos tentang danau kebanggaan kampung halamannya.

“Hanya ada satu danau, tapi punya empat nama,” kata master pariwisata asal Galilea itu.

Pertama, disebut Danau Tiberias karena berada di Kota Tiberias.

Kedua, dikenal sebagai Danau Galilea, sebab letaknya di provinsi Galilea.

Ketiga, dinamai Danau Genesaret karena ada di tepi Lembah Genesaret.

Keempat, juga disebut Danau Kinneret, karena bentuknya seperti alat musik harpa. Kinneret dalam bahasa Ibrani berarti harpa.

Berbicara dengan mike dan speaker bus, Jeries menunjuk titik yang disebutnya sebagai “pusat danau”, letaknya di tengah-tengah.

Itulah hebatnya Yesus dan event organizernya. Mereka berlayar ke tengah danau, lalu Yesus berkotbah dari pusatnya. Ribuan orang yang duduk mengelilingi danau seluas 166 kilometer persegi dan sedalam 43 meter dapat mendengarnya dengan jelas.

“Akustiknya sangat bagus, karena suara Tuhan Yesus memantul dari air ke darat,” kata sarjana elektronik lulusan kampus di Haifa itu.

Sampailah kami untuk ‘late lunch’. Makan siang yang terlambat. Di tepi Danau Galilea. Sekitar jam tiga siang. Nampak semacam live music dengan piano gede di dok pantai.

Masuk ke resto, awalnya kami kaget hanya disuguhi roti macam pancake dan layah berisi jagung plus sayuran ala vegan. Untung masih ada persediaan rendang dari tanah air.

Tapi, sesaat kemudian, yuhuuu… datanglah nasi putih, irisan jeruk dan ikan ukuran sedang. Serasa tak percaya, perut lapar kami bekerjasama dengan bibir untuk mengajukan konfirmasi ke tour leader.

“Ini benar ikannya satu orang dapat satu, Pak?”

Puji Tuhan. Benar.

Ternyata itulah yang dinamakan ‘Ikan Petrus’. Anda ingat kisahnya saat Yesus ditanya pegawai Ditjen Pajak terkait kewajiban membayar tax?

Ketika Yesus dan murid-murid-Nya tiba di Kapernaum datanglah pemungut pajak Bait Allah kepada Petrus dan berkata, “Apakah gurumu tidak membayar pajak sebesar dua dirham itu?” Jawabnya, “Memang membayar.”

Ketika Petrus masuk rumah, Yesus mendahuluinya dengan pertanyaan, “Apakah pendapatmu, Simon? Dari siapakah raja-raja dunia ini memungut bea atau pajak? Dari rakyatnya atau dari orang asing?” Jawab Petrus, “Dari orang asing!”

Lalu kata Yesus kepadanya, “Jadi, bebaslah rakyatnya. Tetapi supaya jangan kita membuat mereka gusar, pergilah memancing ke danau. Tangkaplah ikan pertama yang kaupancing dan bukalah mulutnya, maka engkau akan menemukan mata uang empat dirham di dalamnya. Ambillah itu dan bayarkanlah kepada mereka, bagi-Ku dan bagimu juga.”

“Jadi, hati-hati. Bagi Anda yang beruntung akan dapat koin di perut ikan itu,” canda Joppy Taroreh, tour leader kami. Wakwaw….

Minggu sore usai memasukkan Ikan Petrus ke perut, kami fast check point ke dua titik di bilangan Galilea. Bukit lokasi Kotbah Ucapan Bahagia (Mount of Beatitudes) lalu ke Kapernaum, tempat sinagog era abad permulaan yang berdampingan dengan rumah Ibu Mertua Petrus.

Tempat suci itu telah banyak mengalami pemugaran dan kini dirawat serta jadi bagian Biara Ordo Fransiskan.

“Dari penggalian di lokasi ini ditemukan banyak lampu dian. Kuat dugaan, inilah rumah Ibu Mertua Petrus, yang setelah era Yesus menjadi tempat ibadah,” terang Jeries.

Anda ingat kan, Yesus pernah menyembuhkan Ibu Mertua Petrus yang tengah demam tinggi. Tanpa parasetamol. Cukup memegang tangan sang ibu, dan mengalirlah kuasa kesembuhan itu.

Kapernaum juga dikenal sebagai tempat Yesus sembuhkan anak Yairus serta perempuan 12 tahun sakit pendarahan yang menyentuh jubahNya di tengah lautan massa mengelilingi Yesus. Untung ga ada yang kehilangan hape ya.

“Siapa yang sentuh jubahku?” tanya Yesus saat Ia merasa di antara crowd itu keluar energi inner powerNya.

Di Kapernaum, Gusti Yesus juga menyembuhkan orang lumpuh yang diturunkan para bestienya dari atas atap. Dari sini kami tahu, atap rumah warga Yahudi terbuat dari jerami. Makanya mudah dibongkar.

Agenda terakhir kami pada hari pertama di Israel sebelum check in Hotel Nazareth Plaza yakni berlayar di Danau Galilea.

Sebuah perahu motor sudah menanti. Guidenya menyiapkan musik. Lagu pujian bahasa Indonesia. ‘Lingkupiku’. Yang reffrainnya berbunyi,

“Di saat badai bergelora
Ku akan terbang bersama-Mu
Bapa Kau Raja atas s’mesta
Ku tenang s’bab Kau Allahku…”

Juga lagu lain yang sesuai situasi,

“Di tengah ombak
Dan arus pencobaan
Hampir terhilang
Tujuan arah hidupku

Bagaikan kapal yang
S’lalu diombang-ambingkan
Mengharap kasih-Nya
Seolah-olah tiada mampu

Yesus perhatikan
Kehidupan tiap orang
Yang sudah rusak dibetulkan
Dengan penuh kasih sayang

Yesus perhatikan
Tiap tetesan air mata
Dia mengenal hatimu yang
Penuh penyesalan dosa…”

Masih di tengah danau, acara berlanjut dengan ‘upacara bendera’.

Kami berdiri tegak menyanyikan ‘Indonesia Raya’ diiringi sound system dan guide lokal yang fasih sekali dengan lagu kebangsaan kita.

Bersamaan dengan itu, bendera Merah Putih dikerek naik ke tiang kapal. Kami bertepuk tangan usai simbol negara itu sampai di pucuk.

“Hanya di sini bendera Indonesia dan Israel bisa berkibar berdampingan,” kata bapak warga lokal panitia acara.

Ehm, perlu dishare gak ya, fotonya…

Ah, daripada bicara politik, lebih baik kita tarik hikmah perjalanan hari ini: bahwa 2022 tahun lalu Yesus banyak melakukan mujizat di Danau Galilea.

Ya, menenangkan angin ribut. Berjalan di atas air. Juga saat meminta Petrus and friends menebar jala meski sebelumnya mereka gatot. Gagal total semalaman.

Tapi, Yesus lalu minta jala ditebar ke sebelah kanan perahu. Mari pergi ke laut dalam.

Yesus berkata kepada Simon: “Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan”.

Simon menjawab: “Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa, tetapi karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga.”

Ajaibnya, Peter, Andrew, John dan James yang merupakan nelayan profesional dari Galilea itu nurut. Mereka taat saja pada arahan anak tukang kayu dari Nazareth.

Dan, terjadilah. Jala mereka terisi ratusan ikan. Pesta besar setelah nyaris dimarahi isteri karena “Papa gak pulang, baby… Papa gak bawa uang, baby…”

Mujizat ini dua kali terjadi. Berselang tiga tahun. Saat memanggil murid-murid pertama dan di antara masa kebangkitan hingga kenaikan Yesus. Pada kali kedua itu, jumlah tangkapannya ditulis Yohanes sejumlah 153 ekor.

“Kalau Yohanes menulis sesuatu, kami terus berpikir. Orang ini pintar sekali,” kata Jeries. Jadi bukan berarti secara kuantitas 153 ekor ikan.

Versi pertama, ada 153 jenis ikan di danau itu.

Versi kedua, jumlah bangsa di dunia saat itu ada 153 negara. Itulah perintah Yesus untuk kabarkan Injil ke seluruh dunia.

Versi lain, angka 153 ekor ikan juga sebenarnya membawa suatu pewahyuan. Dalam bahasa ibrani huruf dan angka itu sama misalnya Aleph itu A = 1 . Dan arti dari 153 adalah ‘The Son of God’ yang kalau dijumlahkan ketemu numerik tersebut.

Jadi, kalau 2022 tahun lalu banyak mujizat terjadi di Danau Galilea, sebaiknya Anda yakin, miracles still happen today.

Put out into the deep water!

Salam dari kota kelahiran Sang Pembuat Mujizat Agung. terbangun Rabu Subuh di Saint Joseph Hotel, Betlehem. Empat jam di belakang Jakarta.

Leave a Reply

Your email address will not be published.