CHECK IN: BIK
Biak. Ini nama pulau di atas leher burung Papua yang masuk sebagai satu kabupaten di kawasan Teluk Cenderawasih. Nama bandaranya, Frans Kaisiepo, diambil dari pahlawan nasional yang jadi Gubernur Irian Barat 1964-1973. Anda pasti akrab dengan tokoh ini karena wajahnya ada di lembaran uang Rp 10 ribuan. Frans terlibat dalam Konferensi Malino 1946 mengenai pembentukan Republik Indonesia Serikat sebagai wakil dari Papua. Ia mengusulkan nama Irian, kata dalam Bahasa Biak, artinya ’tanah yang panas’. Belakangan, Bung Karno memanjangkan makna IRIAN sebagai ‘Ikut Republik Indonesia Anti Nederland’. Continue reading “CHECK IN: BIK”
Moeldoko: Pemerintah Tegas pada Peristiwa Nduga, Lindungi Masyarakat Asli Maupun Pendatang di Papua
JAKARTA – Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyatakan, pemerintah memiliki sikap tegas mengutuk keras Peristiwa Nduga. “Ini bukan hanya aksi kriminal biasa. Ini aksi terorisme oleh Organisasi Papua Merdeka,” kata Moeldoko di Bina Graha Kantor Staf Presiden, Rabu, 5 Desember 2018. Continue reading “Moeldoko: Pemerintah Tegas pada Peristiwa Nduga, Lindungi Masyarakat Asli Maupun Pendatang di Papua”
Manokwari, Kampung Tua yang Menarik Dikunjungi
Masa-masa Sekolah Dasar, saya mengenal nama Manokwari lewat klub sepakbola berjuluk ‘Hino Cofu’ alias Ular Putih. Nama-nama Adolf Kabo, Yonas Sawor, dan Elly Rumaropen begitu melegenda, saat tim berkostum hitam kuning asuhan Paul Cummings ini menembus final Divisi Utama Perserikatan 1986, sebelum ditaklukkan Persib Bandung di babak akhir.
Continue reading “Manokwari, Kampung Tua yang Menarik Dikunjungi”
Melihat Persoalan Papua Bukan dari Kacamata Jakarta
Solusi jangka menengah dalam mengatasi berbagai persoalan di Papua adalah dengan menjalankan Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2017 tentang Percepatan Pembangunan Papua.
“Jangan intervensi Papua dengan cara Jakarta. Persoalan Papua harus disesuaikan dengan yang di sana,” penegasan itu disampaikan Deputi II Kepala Staf Kepresidenan Yanuar Nugroho dalam diskusi ‘Forum Merdeka Barat 9’ Kementerian Komunikasi dan Informatika di Jakarta, Senin, 29 Januari 2018. Continue reading “Melihat Persoalan Papua Bukan dari Kacamata Jakarta”
Papua dan Janji Jokowi
Ada sebuah film drama komedi keren besutan sutradara Joko Anwar yang tayang di bioskop 2005. ‘Janji Joni’, dibintangi Nicholas Saputra dan Mariana Renata, berkisah mengenai seorang pengantar film bernama Joni yang tidak pernah telat mengantar roll film antar bioskop. Joni yang telah bekerja sebagai pengantar secara turun-temurun ini bertekad untuk tepat waktu dan dapat diandalkan, apalagi saat ada janji dari seorang wanita cantik yang bersedia diajak kencan, asal film yang diantar Joni tak terlambat.
Papua Adalah Kita. Itu Sudah!
“Tanah Papua tanah yang kaya
surga kecil jatuh ke bumi
Seluas tanah sebanyak madu
adalah harta harapan
Hitam kulit keriting rambut, kami Papua
Hitam putih keriting lurus, kami Papua
Biar nanti langit terbelah aku Papua…”
Papua, Surga Kecil Jatuh ke Bumi…
Setiap ada problem di Tanah Papua, entahlah itu penembakan, kerusuhan antar umat, atau perselisihan sumber energi, seringkali penyelesaian hanya lewat adu bicara di layar talk show televisi atau seminar. Akar permasalahan harus ditengok lebih cermat.
http://www.youtube.com/watch?v=zWOG3PlVeSE
Di studio sebuah stasiun televisi di Jakarta –yang seperti tanpa henti mem blow- up pasca insiden di Kabupaten Tolikara- seorang pemuka asal Papua berucap dengan berapi-api, “Yang penting itu adat. Sebelum ada pemerintahan ada gereja, dan sebelum ada gereja, adat sudah ada terlebih dulu…”
Selamat Duluan, mas Tjahjono…
Wartawan senior yang lama bertugas di Papua, pengurus AJI Indonesia, berpulang. Sosok pekerja keras nan tangguh…

Duka menyergap saat tiba kabar mas Tjahjono EP Eranius, kontributor Tempo, Radio 68H dan AFP di Timika, juga pengurus AJI Koordinator Wilayah Papua periode 2011-2014, dikabarkan meninggal dunia pukul 17:00 WIB di Kediri, Jawa Timur. Selama dua tahun terakhir, Mas Tjahjono diketahui berobat jalan akibat sakit diabetes yang dideritanya, serta komplikasi penyakit lainnya.
Mas Tjahjono seorang pekerja keras, wartawan di lokasi konflik yang mumpuni. Pertama kali ketemu beliau tahun 2000-an saat bersama isteri membawa beberapa kardus barang, mampir di sekretariat AJI Surabaya, kawasan Wisma Permai. Rupanya, beliau seorang jurnalis senior yang tengah hijrah dari Kediri menuju Papua, untuk tugas baru bersama Timika Post. Belakangan, koran kolaborasi Grup Kompas dan partner lokal itu tutup karena persoalan manajemen.