
Suwe Ora Jamu, Coach Jacko!

"the future belongs to those who believe in the beauty of their dreams, masa depan adalah milik mereka yang percaya kepada keindahan mimpi-mimpinya.."
TIDAK semua tim sepak bola di Indonesia punya buku tentang mereka. Tapi di antara yang sedikit itu, Persebaya cukup beruntung. Buku referensi tentang tim berjuluk “Bajul Ijo” kebanggaan Arek-arek Suroboyo ini tergolong tak sedikit.
Setidaknya ada tiga buku tentang Persebaya. Pertama, “Drama Persebaya: Sehimpun Reportase Jatuh Bangun Persebaya Surabaya Mengarungi Liga 1 2018”,karya Oryza Ardyansyah Wirawan, jurnalis Beritajatim.com yang sehari-hari hidup di Jember.
Kedua, “Persebaya and Them” yang berkisah riwayat pemain dan pelatih asing yang pernah membela Persebaya. Penulisnya, Dhion Priharyanto Prasetya, (kini pemerhati sekaligus ‘sejarawan’ Persebaya karena konsisten mencatat dan punya begitu banyak referensi tentang tim yang berdiri pada 18 Juni 1927 ini). Meski relatif muda, abdi negara di lingkungan Kementerian Keuangan itu bak kamus hidup tentang Persebaya. Continue reading “Tiga Buku Persebaya, Jejak Tim Juara”
Akhirnya, yang ditunggu-tunggu datang juga.
Gelaran Liga 1, ajang kompetisi tertinggi sepakbola Indonesia kembali diputar. Setelah sempat terkatung-katung dan para pemainnya seolah menjalani ‘pramusim tanpa akhir’, Jum’at, 23 Maret 2018, Liga 1 mulai digulirkan kembali. Continue reading “Selamat Datang, Liga 1, Siapa Jagoanmu?”
Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki mengapresiasi berbagai hal positif yang terjadi di Persebaya. Pernyataan itu disampaikan Teten saat menerima Presiden Persebaya, Azrul Ananda, di Bina Graha, Rabu, 6 September 2017.
Continue reading “Apresiasi ‘Revolusi Mental’ ala Persebaya”
Sebuah pengalaman kecut nan traumatik saya alami akhir pekan lalu: nyaris ditelanjangi di di kawasan tempat saya tinggal!
Sabtu, 18 November 2006, pukul 21.00 WIB, saat berjalan kaki kembali masuk ke dalam gang menuju rumah, setelah mengantarkan seorang sahabat mencari taksi, seorang pemuda memepetku ke tembok gang.“Hei, kamu tinggal di mana?” ia bertanya.
Continue reading “Resensi Koran Tempo Minggu: Imagined Persebaya”
Persebaya yang dilahirkan 18 Juni 1927 boleh saja (sementara) tiarap, tapi buku ini membuktikan kebesaran perjalanan klub kebanggaan Arek Suroboyo yang fanatisme ‘pemiliknya’ bahkan melebihi hooligan Inggris.
Oryza Ardyansyah Wirawan dikaruniai bakat menulis dan memori yang kuat. Selain itu, ia punya kelebihan khusus: menjaga dokumentasi tulisannya agar tak terserak diterbangkan waktu. Maka, lahirlah buku: ‘Imagined Persebaya’ (Persebaya, Bonek, dan Sepakbola Indonesia). Diterbitkan oleh Litera pada 2015, buku 322 halaman membendel 63 tulisan jurnalis yang sehari-hari bekerja di situs Beritajatim.com ini. Dengan kreatif, kumpulan artikel itu dibaginya dalam lima bab bertajuk You Can’t Buy History, Bonek (Bin Chelsea), Rivalitas, Battle of Surabaya, serta Hikayat Sepakbola Indonesia. Di lembar awal masing-masing bab ditandainya dengan lima huruf khusus: B, O, N, E, dan K.
Continue reading “Imagined Persebaya: Bukan Sekadar Sejarah Sepakbola”
Akun twitter resmi @OfficialQPR memuji sambutan suporter Surabaya, “An awesome reception in Surabaya. 1,000’s people gave QPR a warm welcome from the airport!!”
Minggu siang, para penggila bola beratribut Bonek berdiri di terminal kedatangan Bandara Internasional Juanda sambil bernyanyi, “Welcome, welcome, welcome QPR… Welcome QPR di Surabaya….” Nada lagunya persis seperti kala para suporter itu melagukan, “Bantai, bantai, bantai Arema… bantai Arema di Surabaya…” Selain bendera besar QPR, beberapa fans perempuan membentangkan jersey nomer 13 atas nama Park Ji-Sung, ikon baru QPR yang dikontrak dua tahun setelah terbuang dari Old Trafford.
Tulisan kenangan lebih dari 7 tahun silam, dimuat di Majalah Tempo edisi 27 Desember 2004. Hasil akhir sepakbola bukan semata andil manusia.
BERKALI-KALI Jacksen Ferreira Tiago mengepalkan kedua tangannya sambil berlari di tengah Stadion Gelora 10 November Tambaksari, Surabaya. “Ini mukjizat…, ini mukjizat…,” teriaknya hampir tak terdengar, tenggelam oleh gemuruh sorak-sorai penonton. Begitulah pelatih Persebaya ini menumpahkan rasa bungah setelah anak asuhannya mampu menekuk Persija Jakarta 2-1 pada pertandingan terakhir Liga Indonesia, Kamis sore pekan lalu.
Kemenangan itu mengantar Persebaya menjadi juara Liga Indonesia 2004. Dengan nilai 61 yang dikumpulkan di ujung kompetisi, klub berjuluk Bajul Ijo itu tak tertandingi oleh dua pesaing beratnya, Persija dan PSM Makassar. Persija akhirnya hanya mengantongi total poin 60. PSM sebenarnya juga memiliki nilai 61 setelah mengalahkan PSMS Medan, juga dengan skor 2-1, pada hari yang sama. Tapi tim Juku Eja itu harus puas jadi runner-up karena kalah dalam selisih gol. PSM memasukkan 46 gol dan kemasukan 29, adapun Persebaya mampu menggelontorkan 55 gol dan hanya kebobolan 26 gol.