Notice: Undefined index: host in /home/jojr5479/public_html/wp-content/plugins/wonderm00ns-simple-facebook-open-graph-tags/public/class-webdados-fb-open-graph-public.php on line 1020
ITULAH ungkapan rasa terima kasih dalam bahasa Sunda. Yang artinya kurang lebih mengucapkan terima kasih kepada pelatih Persebaya Djajang Nurjaman.
Kawan saya itu benar. Sebelum Liga 1 bergulir, ia membeberkan semacam prediksi bursa pelatih yang dipecat pada gelaran kompetisi kasta tertinggi sepakbola Indonesia.
Suwe ora jamu. Lama tak bertemu. Senang bisa kembali bersua dengan konco lawas Jacksen Ferreira Tiago Papi Jacko, pria Brasil yang sudah menganggap Indonesia sebagai tanah air keduanya.
Datang ke Indonesia awalnya karena ‘tersasar’ –dari informasi awal akan main di Liga Singapura atau Malaysia- Jacksen pun berkelana di Indonesia sejak 1995. Sekitar 10 tim sudah diperkuat sebagai pemain dan pelatih. Dari Petrokimia Putra, PSM, Persebaya, Persiter, Persita, Assyabaab, Mitra Kukar Persipura, Barito Putra dan termasuk mengarsiteki timnas Indonesia.
TIDAK semua tim sepak bola di Indonesia punya buku tentang mereka. Tapi di antara yang sedikit itu, Persebaya cukup beruntung. Buku referensi tentang tim berjuluk “Bajul Ijo” kebanggaan Arek-arek Suroboyo ini tergolong tak sedikit.
Setidaknya ada tiga buku tentang Persebaya. Pertama, “Drama Persebaya: Sehimpun Reportase Jatuh Bangun Persebaya Surabaya Mengarungi Liga 1 2018”,karya Oryza Ardyansyah Wirawan, jurnalis Beritajatim.com yang sehari-hari hidup di Jember.
Kedua, “Persebaya and Them” yang berkisah riwayat pemain dan pelatih asing yang pernah membela Persebaya. Penulisnya, Dhion Priharyanto Prasetya, (kini pemerhati sekaligus ‘sejarawan’ Persebaya karena konsisten mencatat dan punya begitu banyak referensi tentang tim yang berdiri pada 18 Juni 1927 ini). Meski relatif muda, abdi negara di lingkungan Kementerian Keuangan itu bak kamus hidup tentang Persebaya. Continue reading “Tiga Buku Persebaya, Jejak Tim Juara”
Gelaran Liga 1, ajang kompetisi tertinggi sepakbola Indonesia kembali diputar. Setelah sempat terkatung-katung dan para pemainnya seolah menjalani ‘pramusim tanpa akhir’, Jum’at, 23 Maret 2018, Liga 1 mulai digulirkan kembali. Continue reading “Selamat Datang, Liga 1, Siapa Jagoanmu?”
Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki mengapresiasi berbagai hal positif yang terjadi di Persebaya. Pernyataan itu disampaikan Teten saat menerima Presiden Persebaya, Azrul Ananda, di Bina Graha, Rabu, 6 September 2017.
Sebuah pengalaman kecut nan traumatik saya alami akhir pekan lalu: nyaris ditelanjangi di di kawasan tempat saya tinggal!
Sabtu, 18 November 2006, pukul 21.00 WIB, saat berjalan kaki kembali masuk ke dalam gang menuju rumah, setelah mengantarkan seorang sahabat mencari taksi, seorang pemuda memepetku ke tembok gang.“Hei, kamu tinggal di mana?” ia bertanya.
Imagined Persebaya: Bukan Sekadar Sejarah Sepak Bola
Persebaya yang dilahirkan 18 Juni 1927 boleh saja (sementara) tiarap, tapi buku ini membuktikan kebesaran perjalanan klub kebanggaan Arek Suroboyo yang fanatisme ‘pemiliknya’ bahkan melebihi hooligan Inggris.
Dimuat di Koran Tempo, Minggu 2 Agustus 2015
Penulis : Oryza Ardyansyah
Penerbit : Buku Litera, Yogyakarta
Cetakan Pertama : 2015, xviii+322 halaman
ISBN : 978-6027-636-85-9
Legalitas Persebaya, klub kebanggaan Surabaya, menjadi salah satu penyebab konflik antara pemerintah –dalam hal ini Kementerian Pemuda dan Olahraga- dengan PSSI, yang berujung pada sanksi FIFA melarang Indonesia dalam pentas sepakbola internasional. Munculnya ‘duplikasi’ Persebaya, antara yang kini berusia 88 tahun serta tim balita, menimbulkan kemarahan bonek, yang kemudian mengganggu Kongres PSSI di Surabaya bulan lalu, demi upaya menghidupkan kembali roh Persebaya Surabaya.
Persebaya yang dilahirkan 18 Juni 1927 boleh saja (sementara) tiarap, tapi buku ini membuktikan kebesaran perjalanan klub kebanggaan Arek Suroboyo yang fanatisme ‘pemiliknya’ bahkan melebihi hooligan Inggris.
Buku ‘Imagined Persebaya’. Sarat sejarah dan aneka kisah sepak bola.
Oryza Ardyansyah Wirawan dikaruniai bakat menulis dan memori yang kuat. Selain itu, ia punya kelebihan khusus: menjaga dokumentasi tulisannya agar tak terserak diterbangkan waktu. Maka, lahirlah buku: ‘Imagined Persebaya’ (Persebaya, Bonek, dan Sepakbola Indonesia). Diterbitkan oleh Litera pada 2015, buku 322 halaman membendel 63 tulisan jurnalis yang sehari-hari bekerja di situs Beritajatim.com ini. Dengan kreatif, kumpulan artikel itu dibaginya dalam lima bab bertajuk You Can’t Buy History, Bonek (Bin Chelsea), Rivalitas, Battle of Surabaya, serta Hikayat Sepakbola Indonesia. Di lembar awal masing-masing bab ditandainya dengan lima huruf khusus: B, O, N, E, dan K.
Akun twitter resmi @OfficialQPR memuji sambutan suporter Surabaya, “An awesome reception in Surabaya. 1,000’s people gave QPR a warm welcome from the airport!!”
Ruddy William Keltjes (tengah) dalam laga persahabatan tak terlupakan. Kebanggaan mengalahkan Arsenal.
Minggu siang, para penggila bola beratribut Bonek berdiri di terminal kedatangan Bandara Internasional Juanda sambil bernyanyi, “Welcome, welcome, welcome QPR… Welcome QPR di Surabaya….” Nada lagunya persis seperti kala para suporter itu melagukan, “Bantai, bantai, bantai Arema… bantai Arema di Surabaya…” Selain bendera besar QPR, beberapa fans perempuan membentangkan jersey nomer 13 atas nama Park Ji-Sung, ikon baru QPR yang dikontrak dua tahun setelah terbuang dari Old Trafford.
Tulisan kenangan lebih dari 7 tahun silam, dimuat di Majalah Tempo edisi 27 Desember 2004. Hasil akhir sepakbola bukan semata andil manusia.
Jacksen Tiago tak kuasa menahan haru saat Persebaya juara Liga Indonesia 2004. Memakai kaos kesayangan. Foto: Budy Sugiharto, detikcom.
BERKALI-KALI Jacksen Ferreira Tiago mengepalkan kedua tangannya sambil berlari di tengah Stadion Gelora 10 November Tambaksari, Surabaya. “Ini mukjizat…, ini mukjizat…,” teriaknya hampir tak terdengar, tenggelam oleh gemuruh sorak-sorai penonton. Begitulah pelatih Persebaya ini menumpahkan rasa bungah setelah anak asuhannya mampu menekuk Persija Jakarta 2-1 pada pertandingan terakhir Liga Indonesia, Kamis sore pekan lalu.
Kemenangan itu mengantar Persebaya menjadi juara Liga Indonesia 2004. Dengan nilai 61 yang dikumpulkan di ujung kompetisi, klub berjuluk Bajul Ijo itu tak tertandingi oleh dua pesaing beratnya, Persija dan PSM Makassar. Persija akhirnya hanya mengantongi total poin 60. PSM sebenarnya juga memiliki nilai 61 setelah mengalahkan PSMS Medan, juga dengan skor 2-1, pada hari yang sama. Tapi tim Juku Eja itu harus puas jadi runner-up karena kalah dalam selisih gol. PSM memasukkan 46 gol dan kemasukan 29, adapun Persebaya mampu menggelontorkan 55 gol dan hanya kebobolan 26 gol.